Tuesday, September 6, 2005

Just keeping track.. [1] (Kompas Cyber Media, Komik Indonesia mailing list)



This entry is only to keep track of online publications about the exhibition that I mentioned in my previous journal. I feel like I need to do this because I, perhaps, am the only contributor of the exhibition who can't be there physically.

Tonight is the opening day at the Erasmus Huis Jakarta. Before that, in the afternoon, a press conference took place. KCM rightaway updated the news here.

Pameran Komik Gaya Eropa di Tengah Banjir Komik Gaya Jepang
Jakarta, Selasa

Komik dengan gaya Eropa masih ada, meskipun tenggelam di tengah banjir Manga, komik gaya Jepang. Hal tersebut tampak dalam pameran komik karya komikus Belanda Peter van Dongen (39) dan Rekan Pembuat Komik Indonesia di Pusat Kebudayaan Belanda Erasmus Huis di Jakarta, Selasa (6/9), yang akan dibuka Selasa malam.

"Kiblat komik Eropa masih ke Prancis dan Belgia. Di sana penjualan komik dengan gaya Eropa masih stabil. Tapi, di Belanda sama kondisinya dengan di Indonesia, komik gaya Eropa terus menurun, sedangkan komik gaya Jepang terus meningkat," kata van Dongen menjawab keberadaan komik gaya Eropa saat ini di negara-negara asalnya dalam jumpa pers di Erasmus Huis, Selasa siang.

Komikus Belanda yang sudah menerbitkan tiga buku komik itu mengatakan bahwa karyanya yang banyak bercerita tentang Indonesia--dua karya terakhirnya, Rampokan Java dan Rampokan Celebes bercerita tentang masa perjuangan kemerdekaan Indonesia--sangat dipengaruhi oleh gaya komikus legendaris dari Belgia Herge, yang ternama berkat seri komik Petualangan Tintin.

Herge juga menjadi panutan bagi para komikus Indonesia yang memilih gaya komik Eropa.

"Karya saya sangat dipengaruhi oleh Tintin dan, dengan pameran bersama Peter van Dongen ini, kami komikus dari Indonesia ingin menunjukkan bahwa komik Indonesia yang dipengaruhi aliran Eropa itu ada, meskipun tidak banyak," terang Dwi Santoso alias Anto Motulz (33).

Selain van Dongen dan Moltulz, turut pula menggelar karya Dwinita Larasati alias Tita (33) dengan komik diary-nya (komik catatan harian yang merupakan coretan tanpa sketsa mengenai peristiwa sehari-hari yang dialami penulis), Muhammad Cahya Daulay (27) dengan kartun dunia persilatan Para Lodra-nya, dan Beng Rahadian (30) dengan komik Jalan Sempit, yang berkisah tentang kehidupan pasangan gay.

Tiga komikus Indonesia yang hadir siang itu--Tita berhalangan karena sedang berada di Belanda--berpendapat bahwa komik gaya Indonesia bukan tak ada. Tapi, bila para komikus terus menerus mencari dan membuat batasan-batasan bagaimana komik yang asli Indonesia, kreativitas mereka dapat terhambat.

"Tidak harus mencari dan mengikuti gaya Indonesia itu seperti apa. Yang penting adalah terus mengeksplorasi dalam berkarya," komentar Cahya.

Tentang cerita komik, van Dongen menerangkan, di Eropa yang kini menjadi trend adalah komik dengan gaya catatan harian seperti yang dibuat oleh Tita.

Lanjutnya, cerita komik yang dihasilkannya dalam tiga bukunya menjadi unik karena mengenai sejarah masa lalu, terutama masa Perang Dunia II.

"Saya sengaja memilih tema cerita yang unik, yang belum pernah diangkat dalam komik. Banyak rekan komikus yang mengatakan tidak mungkin mereka dapat membuat karya seperti yang saya buat. ’Benar-benar seperti kembali ke masa lalu,’ kata mereka. Padahal, saya juga melakukan hal yang sama seperti yang mereka lakukan bila membuat komik, mengadakan penelitian dan sebagainya," jelas van Dongen.

Dua karya van Dongen itu pula yang kemudian membuat Moltulz, yang sempat berhenti membuat komik, menjadi bergairah untuk kembali berkarya. "Saya kaget ada orang Belanda yang dengan serius membuat komik tentang Indonesia. Dengan melihat karyanya, saya yakin komikus kita juga dapat melakukan hal yang sama," ujarnya bersemangat.

Rampokan Java telah diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh Pustaka Pratama pada September 2005 dengan bekerja sama dengan Komunitas Komik-Alternatif dan Kedutaan Besar Belanda. Sementara itu, Rampokan Celebes akan diterbitkan oleh penerbit yang sama dalam waktu dekat.

Sumber: Ant, Penulis: Ati


An activist of komik_indonesia mailing list posted his report, as follows:

RAMPOKAN JAVA PRESS CONFERENCE
Selasa, 6 September 2005

Peter van Dongen, istrinya Ellen dan ibundanya hadir dengan penampilan casual. Kami (Rieza, Giri, Andrew dan saya) yang kebetulan sedang ngobrol di halaman Erasmus Huis, segera memberinya salam. Sempat berbincang-bincang sebentar, Peter dan Ellen menemui para staf Erasmus Huis. Kami menemani ibundanya ngobrol dan beliau sangat menyenangkan. Ia bercerita tentang banyak hal, terutama liburannya baru-baru ini di daratan Cina selama beberapa bulan. Wanita ini benar-benar petualang sejati. Sementara itu tampak
Motulz, Hikmat, Beng, dan beberapa rekan lain berdatangan. Tak lama kami diinformasikan konferensi pers akan segera dimulai. Kami pun segera bersiap, dan menyiapkan materi yang akan dibagikan kepada pihak media.

Setelah dirasakan cukup, Peter dipersilakan untuk sedikit bercerita perihal dirinya dan karyanya yang dipamerkan. Setelah sekitar 20 menit, hadirin dipersilakan untuk mengajukan pertanyaan kepadanya. Sebagian pertanyaan menarik disimak seperti bagaimana respon
masyarakat Belanda yang sempat mengalami masa kolonialisme di Indonesia. Peter menjawab bahwa ada pro dan kontra, terutama dari para mantan tentara Belanda.

Ada juga yang menanyakan alasan Peter meninggalkan karirnya di bidang musik dan menekuni komik. "Saat itu hampir semua anak muda ingin jadi anak band, seperti umumnya di Indonesia atau acara-acara di MTV. Sebagai drummer saya tergolong biasa dan banyak orang yang bermain lebih baik (band Peter juga beranggotakan ketiga saudara laki-lakinya). Ketika berumur 12 tahun saya iseng membuat gambar, dan seseorang pernah mengatakan bahwa dirinya tak bisa menggambar sebaik saya. Barulah saya sadar bahwa saya punya kelebihan yang tak dimiliki orang lain."

Bagaimana dengan rencana ke depan? Apakah akan ada Rampokan Sumatra dan lainnya? "Well, saya baru saja kembali dari Sumatra. Memang ada beberapa ide di kepala, namun belum nyata. Bisa saja saya membuat lanjutannya. Sebenarnya ide judul Rampokan Java dan Rampokan Celebes datang dari seorang teman. Asalnya buku tsb hanya berjudul Rampokan. Teman itu menyarankan agar membaginya menjadi dua buku, dan masing-masing diberi judul Java dan Celebes. Keduanya karena mengambil lokasi di dua pulau tsb."

Ilustrasi Peter sangat terpengaruhi Herge dan Tintin. "Saya memang mengagumi Herge dan komik Tintin. Hampir semua penduduk Eropa, terutama Belanda, sangat mengaguminya. Saya ingat waktu kecil membaca Tintin: Lotus Biru. Disitulah saya menyadari bahwa dalam
komik anda bisa berbuat dan bercerita apa saja. Akhirnya saya membuat Rampokan Java (dan Rampokan Celebes)".

Apakah komik menjadi sumber penghasilan utama atau adakah sumber lainnya? Di Indonesia rasanya sulit mengandalkan komik sebagai suatu profesi. "Tidak, saya punya pekerjaan utama sebagai ilustrator. Komik hanyalah proyek pribadi. Di Eropa pun sulit menjadikan komik sebagai sumber penghasilan utama. Saat ini hanya ada sekitar 5 kartunis (seluruh Eropa) yang mengandalkan komik sebagai andalan utama. Sisanya seperti saya. Setelah Rampokan Java sukses diterima masyarakat, pemerintah Belanda memberi saya dana yang besar untuk membuat Rampokan Celebes. Itu saya kerjakan selama tiga tahun, sambil sesekali menerima order membuat ilustrasi."

Bagaimana dengan pengaruh komik Jepang di Eropa? Apakah mulai mendominasi Eropa, sebagaimana terjadi di Indonesia? "Komik Jepang juga melanda Eropa seperti negara lain. Bahkan Perancis, yang dikenal sebagai mainstream komik Eropa, juga mengalaminya. Di Belanda komik asal Amerika juga digemari, walaupun saya tidak mengikutinya lagi."

Perkenalan kemudian dilanjutkan dengan ketiga komikus muda Indonesia: Motulz, Cahya dan Beng Rahadian. Masing-masing secara singkat memperkenalkan diri, kecuali Motulz yang bercerita tentang awal perkenalannya dengan Rampokan Java dan Peter van Dongen. Sayang Tita, salah satu peserta pameran, tidak bisa mengunjungi Indonesia kali ini. Pandu Ganesa, dari Pustaka Primatama yang menerbitkan Rampokan Jawa, mengharapkan buku ini dapat memberi dampak positif bagi dunia komik Indonesia.

Acara ditutup dengan makan siang, foto bersama dan permintaan tanda tangan Peter van Dongen.

Setelah semua hadirin pulang, kami sempat mengatur jadwal acara hari Rabu malam dengan Peter. Tentunya semua pihak ingin acara diskusi buku Rampokan Java di Kinokuniya, Plaza Senayan, dapat berlangsung dengan lancar. Ibunda Peter sempat memperlihatkan beberapa foto keluarga, termasuk saat Peter masih anak-anak dan remaja. Saya pun bercerita kepada Peter tentang masa kecil. Komik-lah yang membuat saya bisa membaca dan berbicara bahasa Indonesia (karena waktu itu hanya bisa berbahasa Inggris).

Tak lama kamipun berpisah dan berjanji untuk kembali bertemu di pembukaan eksibisi malam nanti.

Surjorimba Suroto


I read those news in the afternoon, Amsterdam time. Then around 21:30 West Indonesian Time, my brother contact me through Y!M. From his PDA. He said he was at Erasmus Huis, standing in line for Peter's signature. Then he gave his PDA to my sister. They were reporting the happenings there: Erasmus Huis was still so full eventhough it's already late (the opening started at 19:30). Rosihan Anwar, a senior journalist, opened the exhibition.
My parents were there, as well, my mother busy taking pictures. And perhaps meeting people. Peter's wife Ellen was also present, and Peter's mother. Tomorrow night will be a discussion session with Peter at Kinokuniya Plaza Senayan, so I'll continue my 'clippings' until the next news. While waiting for photos, of course :)





Pictures: Cover and contents of MYX Magazine, a special edition that covers Peter van Dongen and Rampokan Celebes in colors


17 comments:

  1. Hi Tita,

    Today I have been thinking about you and the exhibition, wondering if there would be a report of the opening day...
    I will wait now for the pictures to come and the reviews!

    ReplyDelete
  2. ditunggu upload fotonya.... selamat ya mba.... *sambil menagih gambar*

    ReplyDelete
  3. hu hu huy...hu hu huy...asik euy *ngibing*

    ReplyDelete
  4. selamat...selamat...bakal ada komikus indonesia perempuan bergelar phd. asyik..

    ReplyDelete
  5. Thanks, Kekou! I'll surely keep you posted :D

    ReplyDelete
  6. hueee sambil ditagih! hahaha! iya ka, besok ya (abis beli ndog puyuh di pasar).. hehe..

    ReplyDelete
  7. atuh euy baru KCM, belom nyampe CNN *ref: transkrip ngobrol* :P

    ReplyDelete
  8. makasih so :) mudah2an jadi beneran phd-nya *gemesss nulis kok nggak kelar2*

    ReplyDelete
  9. oh Tita..akhirnya...(dg mata yan berbinar2 dan sukacita kalo dikomik ekspresinya kayak apa yaa?).:D
    Selamat ya say...

    ReplyDelete
  10. Makasih yaa :D Ke mana aja Dev? Mampir ya kalau sempat, pamerannya sampai tgl 30 Sept. Gue penasaran banget nih pengen liat semua display-nya (dan Kapten Bandung-nya Motul yang kedua!)

    ReplyDelete
  11. Ah... jadi terjawablah misteri soal "Tita" dan "Motul" yang rencananya* ada di acara Erasmus Huis ini =)

    *dapet infonya baru hari ini, telat baca

    ReplyDelete
  12. Iya Bay, kalo ke sana nitip mata juga ya :D

    ReplyDelete
  13. mbak tita, ternyata musi kdan komik nyambung ya. komik Rampokan in i diterbitkan sama pm gono pandu ganesha, sesepuh m-claro masyarakat classic rock, sementara suryo juga sesepuh disana m-claro. sudah lama saya tidak ketemu dengan beliau2. terakhir dolan ke om gono 2003 waktu ada muter video2 langka pink floyd dan ketemu suryo 2002 sebelum siaran progrock di radio 68H. kedua orang ini memang patut mendapat 5 jempol!

    ReplyDelete
  14. halouw, agam! ah kamu, nggak kuat kalo nggak nge-rock :))
    sekarang mas pandu dan mas suryo ini aktif di milis komik indonesia dan komik alternatif. coba saja hubungi mereka lewat milis2 itu.

    ReplyDelete
  15. I just love your sketches! apalagi banyak cerita dibaliknya. jadi inget masa kecil , ada komik dibelakang majalah mama yang aku sukaaaaaaaa banget, padahal belum bisa baca nih, sampe sekarang masih inget aja! your sketches reminds me of this.

    ReplyDelete
  16. Makasih Tika :D
    Apa komik dulu itu ya? Aku wkt kecil juga suka ama komik2 di majalah ibuku dulu, kebanyakan ttg keluarga.. apaa.. gitu (lupa juga namanya :P). Suka karena banyak gambar bayi dan anak kecilnya.. hehe..

    ReplyDelete
  17. Hi tita, i am also a fan of Indonesian Comic. Inget ga dulu pernah ada komik yang dibikin sama Yan Mintaraga (sori if I get wrong spelling the name!). It's nice to know that there is a woman who is very active in creating comics!

    ReplyDelete