Wednesday, September 7, 2005

Just keeping track.. [2] (Komik Alternatif mailing list)


Of course, in the next morning, I was rightaway looking for photos of the opening last night. Here is where I first saw some pictures of the exhibition (thanks, Nath!). And here's the link to "Rampokan Jawa" review by Tiyas, and an entry about the opening at her Blog.

The following articles are taken from komik_indonesia mailing list.

From: "Rieza FMuliawan"
Date: Wed Sep 7, 2005 1:23 am
Subject: Diary Comics Tita - Dari Pameran Komik Erasmus Huis

Sejak pertama melihat, kemudian kita menebak nebak, apa judul komik ini yang dipajang di salah satu dinding Erasmus. Tidak ada judul, dan gambarnya "unyek-unyekan" memenuhi beberapa kertas tipis yang ukurannya pun kayaknya lebih kecil daripada A4.

Saya bilang Hikmat, nanti saja saya teliti bagian itu, saya masih terpesona dengan Paralodra. Ketika sama sama melihat,..wah saya bilang Erasmus musti menyediakan kaca pembesar agar bisa melihat details gambar di kertas ini.

Lagilagi saya bilang ke Hikmat dan Zakrie , ...wah saya bingung dengan sequences-nya....ternyata pantas saja bingung, orang Erasmus meletakan kertas yang salah dan tidak berturutan - soalnya saya iseng mencocokan kode2 angka di ujung gambar yang merupakan ( saya tebak sih ) tanggal dibuatnya gambar2 itu. Sampai kemudian beberapa pekerja Erasmus mulai membetulkan kertas2 itu dengan urutan yang benar. Tapi tetap saja tidak ada kaca pembesar disediakan !

Karya Tita ini dibilang sebagai Diary Comic, komik yang berdasarkan buku harian seseorang yang merekam kejadian sehari hari si pelaku dengan gambar. Kalau orang lazimnya merekam kejadian sehari hari dengan tulisan di buku harian, maka kalau Tita ini merekamnya dengan gambar ..gambar yang super imut - mungkin dibikin imut supaya hemat kertas dan juga agar semua gambar bisa masuk dalam kertas yang berukuran diary. Tapi tentu saja unik.

Masalahnya, tentu saja tidak bisa langsung begitu saja kita mengerti isinya. Apalagi kalau tidak mengenal Tita secara dekat. Yang mengerti mungkin hanya orang2 terdekatnya saja. Kalau misal kita melihat ada gambar ( yang masih juga super imut ), seorang bayi bule, khan kita tidak tahu apa bayi ini adalah anak Tita atau keponakan atau anak tetangga? tapi itu yang bikin seru karena kemudian terpaksa kita harus melihat gambar2 sebelumnya, siapa tahu ada keterangan gambar yang menjelaskan anak siapa bayi itu ? - ya kita musti mencari gambar karena ini komik bisu alias tidak ada balon text.

(nah apakah anda bisa membayangkan gambar hitam putih ukuran super kecil pula, tapi kita bisa tahu kalau gambar itu adalah untuk menggambarkan anak kecil berbeda ras dan bangsa alias bule ? kalau pake warna khan gampang tinggal di warnai saja dengan warna pirang di bagian rambutnya. Tapi kalau hitam putih? Inilah hebatnya komikus ! )

Unik sekali karya Tita ini (orangnya juga ada di milis ini), ukuran gambarnya super kecil tapi kita bisa melihat detail, seperti tali sepatu yang lepas atau kancing jaket - jaket bayi, motif baju dan coretan di buku yang sedang dibaca orang padahal orangnya sendiri paling di gambar dengan ukuran 2.5cm jadi bukunya juga sangat kecil.

Juga genre yang ( populer ? ) di Eropa, Diary Comic . Semua orang bisa membuat dan jadi komikus kalau kemudian kita merekam seluruh kejadian kita sehari hari, naik bis mogok, haus beli minum, dicopet, melihat copet, hampir keserempet motor, macet di tol, polisi bikin kesel, lampu merah mati dan lain lain.

Tapi saya tidak bisa gambar? jadi musti bagaimana? ... lihat dulu deh karya unik Tita yang sedang dipamerkan di Erasmus, ...jadi anda akan mengerti maksud saya.

Salam.


Another one:

From: "hiqmatdarkknight"
Date: Wed Sep 7, 2005 8:17 am
Subject: Re: Diary Comics Tita - Dari Pameran Komik Erasmus Huis

Titaaa, saya sukaaa graphic diary-mu! kalau saya bikin antologi komik alternatif, tahun depan, sumbangin ya karyamu. yak, betul kata rieza, memang gambarnya 'unyek2', berjejalan di dalam satu halaman hvs A4. tapi, itu kan yg dipajang di dinding. Lha, kalau yg di diary, sayangnya didisplay tanpa bisa dibuka2. padahal, kayaknya satu scene lebih gede, ya, tita, daripada yg di kertas a-4 itu? ada bungkus permen segala. hwaduhhh! penasaran euy, pingin liat isinya.
saya dan zarky kagum sama karyamu. saya, di samping suka ide kamu (khususnya, ide mengecilkan dan memadatkan banyak scene dalam satu kertas), juga sangat suka tarikan garis kamu. somehow, tarikan garis itu mengingatkan saya sama komik Jojo --tp kalau Jojo rapi banget...sementara kamu sketchy banget, spontan banget, dan karena itu saya suka.
kalau melanjutkan diskusi kita dulu soal graphic diary, graphic memoirs, sampe komik2 otobiografis--graphic diary kamu lebih merupakan impresi visual atas kejadian2 sehari-hari yang kamu alami, ya. kamu gak tertarik bikin cerita yg lebih bertutur, yg mampu mengungkap opini atau pikiran2 kamu? cuma nanya aja, lho, gak nuntut. anyway, selamat! kapan2 kita jadiin aja, yuk, pameran dgn tema khusus graphic diary... tahun depan, mungkin?

riez, biarin aja kamu gak bisa gambar. pertama, oke, bisa belajar menggambar instant, mungkin (ayo, beng, lu bikin pelatihannya). kalo graphic diary, gak perlu sampe mumpuni, cukup bisa bertutur secara visual, walau kita "gak bisa" gambar. tapi lebih penting lagi, menurut saya, komik bukan berangkat dari gambar, tapi dari cerita. kalo emang om rieza tertarik ngomik model begini, sok wae atuh!

~hikmat

And here's my response:

From: "tita 91"
Date: Wed Sep 7, 2005 9:09 am
Subject: Re: Diary Comics Tita - Dari Pameran Komik Erasmus Huis

Halo semuanya,

Makasiiiih banget atas apresiasinya :)
Pertama2 makasih buat Mas Suryo yg sudah dari kemaren2 nulis diary ttg pameran ini. Saya ngikuti terus lho, apalagi saya penasaran sekali, kepingin rasanya punya DoraEmon yg bisa buka pintu ke mana saja, utk sebentar singgah di Erasmus Huis.

Mengenai diary saya, memang pada awalnya (duluuu banget) tidak bertujuan utk public viewing, jadi sekuel cerita pun hanya saya yang ngerti (namanya juga diary), juga mungkin keluarga dan teman2 yang berhubungan intensif dengan saya selama saya sedang berperjalanan. Namun, tetap, ada beberapa bagian yg sangat 'private' yg saya lambangkan dengan simbol2 tertentu, yg hanya saya yg tau :)
Yang formatnya A4 itu, dibuat sekitar tahun 1998 kala saya studi di Eindhoven. Selain utk ngirit kertas (maklum, student di rantau), juga memang gaya nggambar saya printil2an kecil gitu.
Sebenarnya saya sudah usul ke Erasmus Huis utk mem-blow-up beberapa lembar (sudah saya kirimkan format digitalnya dalam resolusi tinggi), namun sepertinya nggak ada yg di-print besar ya utk pameran itu?

Nah belakangan, saya mulai dengan format A5, dalam buku terjilid dan bukan lembaran2 kertas. Yang dipamerkan itu buku nomer 2, dan sekarang saya sedang mengisi buku nomer 4. Di format buku ini, kejadian2 berurutan lebih jelas terlihat. Kadang2 saya juga menyelipkan isi benak saya atau lawakan2 ringan dari kejadian sehari2. Tidak lupa juga menyertakan bukti2 relevan saat kejadian tsb (spt tiket kereta, bungkus kue yg dimakan, bon2 belanja, dll). Jadi seperti scrapbook.
Saya juga sudah usul ke Erasmus Huis utk mengopi beberapa isi halaman dari buku ini utk dipajang, sementara bukunya sendiri tetap di dalam kotak display. Tapi ternyata nggak ada yg dikopi juga ya.

Dari pengalaman selama ini, menggambar gaya spontan adalah yg paling cocok bagi saya.
Kalau pakai sketsa pinsil dulu, hasilnya nggak pernah memuaskan. Mungin kalau saya ada lebih banyak waktu, bisa lebih telaten lagi. Beberapa coretan gelpen spontan dari model hidup ada di
sini.

Ayo, kumpulkan graphic diary karya rekan2 komikus di Indonesia, dan matangkan rencana pameran. Saya mendukung sekali.

Salam,

Tita

ps. Ngomong2, kemaren waktu mampir di Lambiek, saya melihat2 bukunya Dominique Goblet yang juga menggrafiskan kisah hidupnya, berjudul "Souvenir d'une journée parfait". Namun, karena Goblet adalah benar2 ilustrator dan seniman grafis, isi buku ini lebih menyerupai karya2 seni (foto)grafis.


Here's a report about the opening event:

From: "Beng Rahadian"
Date: Wed Sep 7, 2005 8:47 am
Subject: Pembukaan Pameran Peter

Wah, saya ditugasi nulis sama Mas Suryo tentang pembukaan kemaren, sory nih sebenernya tadi malem tangan saya sudah mulai memegang keyboard, tapi capek banget, akhirnya memilih tidur aja deh, daripada kejedot monitor, mana paginya harus revisi kerjaan lagi, oke ini sedikit tentang tadi malam.

Pameran ini barangkali diluar dugaan kita semua, setidaknya ungkapan itu yang terlontar dari kebanyakan orang yang bertemu dengan saya. Mrs. Antje, Mr Marteen dan Mas Bob yang mewakili Erasmus huis mengatakan jika pameran Peter tadi malam adalah pameran paling banyak pengunjungnya (diatas 100 orang) dan orang2nya relatif baru untuk kalangan Erasmus. Sampe jam 10 malam masih ada yang nongkrong disitu, ya alasannya sih karena nungguin foto bareng sama Peter yang sibuk melayani permintaan tanda tangan.

Peter pun tidak menyangka pada antusiasme audiens yang hadir. Para pengunjung datang itu rata2 menenteng komik Rampokan Jawa dan T-shirt gambar stasiun BEOS karya Peter produksi Sahabat Museum.

Saya, Motul dan Cahya, juga senang melihat ternyata masih banyak yang tertarik 'supports' pada pameran komik, seperti mas Satrio dari Kompas yang ngakunya dateng secara pribadi, Serta tokoh tonggak komik Indonesia seperti Thoriq (Caroq) dan Bapaknya Pailul;Bpk.Dwi Koendoro. Mereka datang ke Erasmus untuk melihat Peter, tapi setelah itu mereka bertanya, kapan Komikus Indonesia ada yang bisa seperti ini?

Sayang Tita nggak bisa hadir padahal diary-nya menyihir sekian banyak orang, ya saya bilang pada mereka yang nanya: "ya begitulah.. bikin komik itu gampang, meskipun bikin seperti apa yang dibikin Tita itu sungguh nggak mudah hehehe..." Mewakili Tita ada Tyas, yang memperkenalkan diri sebagai adiknya. Bener ya Ta? dia liatin foto keluarga, akhirnya saya tahu deh wajahnya Tita.

Pameran dibuka jam 7 lewat, setelah sambutan dari Mr. Marteen, yang bilang sebenernya Erasmus jarang sekali mengadakan acara tentang komik, jadi malam tadi sangat khusus, kemudian Peter yang mengucapkan terimakasih kepada Bpk Pandu Ganesha untuk penerjemahan Rampokan Java, juga kepada Bpk Suryorimba, katanya untuk kesediaanya mengurusi banyak hal, terutama hadiah baju batik yang ia pakai tadi malam, (dia bilang begitu Mas Suryo.. persis seperti anda bilang kemaren, dia pengen banget pake Batik).

Kemudian Bpk Rosihan Anwar yang menggunakan bahasa Inggris dan sesekali ada joke pake bahasa Belanda, yang tidak diterjemahkan (sebel deh, kan nggak ngerti). Bpk Rosihan mengatakan bahwa istilah komikus di indonesia mulai dipakai oleh Bpk RA Kosasih, (kalo saya nggak salah tangkap ya, maap rada bolot nih).. udah deh, pameran pun dibuka, sayang setelah pameran dibuka, Peter tidak punya waktu menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang karyanya yang sedang dipamerkan, karena sibuk untuk melayani book signing, padahal kan enak tuh untuk nanya:

"Kenapa Peter langsung menimpa tinta diatas kertas sket/ pensil? nggak pake proses tracing dulu",

seperti yang saya tahu, beberapa teman2 mewajibkan setiap bikin komik itu harus dipisahkan antara kertas pensil dan tinta. Katanya untuk menjaga kerapihan dan begitulah kerja dengan sistem industri (?).

Dengan kasus Peter kan terbantah tuh proses ribet dan makan banyak kertas yang menggunduli hutan itu, karena ternyata, Anto (yg bikin gambar Gundala & Godam yg dipajang di Toko Komik Indonesia) itu juga prosesnya sama dengan Peter, dan selain Anto juga banyak lagi yang begitu termasuk saya dan beberapa kawan yang ngumpul disitu, didepan karya Peter yang sisa pensilnya dan 'tip-ex'-nya masih kelihatan.

Masih banyak pertanyaan yang semoga akan ada waktu untuk membicarakan hal ini lebih dalam, terutama membuka mata komikus muda Indonesia.

Ada yang ingin saya ceritakan, seorang teknisi Erasmus Huis namanya Gideon, dia nyalamin saya dan bilang.. "Mas terus berkarya ya... bener lho Mas," harapan Gideon itu bukan untuk saya, tapi untuk komik Indonesia. Sebelumnya saya melihat Gideon sehari sebelum pembukaan sedang memperhatikan detail teks waktu pada komiknya Tita, dia sangat interest menghubung-hubungkan ceritanya, bersama temannya dia membahas serius cerita komik Tita, dan dia pun sempet bilang pada saya, "Mas Beng saya sudah baca komik Mas beng, saya beli toko".

Karena lucunya, beberapa teman dari kalangan aktivis komunitas komik sendiri yang hadir pada saat pembukaan itu, tidak memiliki sense interest pada 'cerita' seperti yang dimiliki Gideon.

Sebelum saya pulang, Mrs.Antje menegaskan tentang rencana pameran ini akan keliling beberapa kota di Indonesia, sayang kalau cuman sampai disini aja. Ya.. semoga jadi deh!

sampai ketemu di Kinokuniya, malem ini.







Photos: from Nath's collection



7 comments:

  1. Pokoknya ya... kalau Es Duren punya komik diterbitkan, gue daptar nomor 001 untuk beli dan minta ditandantangani.... :D

    ReplyDelete
  2. Cihuuuy makasiiiih ^_^ Mudah2an keburu ya bikin album beneran, jadi pengen membelah diri deh rasanya, trus masing2 bikin kerjaan sendiri2 :P

    ReplyDelete
  3. wah karyanya ikut pameran di EH jg ya mba? hehe.. sori bolot nih.. selamat ya mba! jadi makin kepengen ke pameran liat karya2 hebat nih..

    ReplyDelete
  4. Halo Dan, makasih :) Ayuk yuuk ke EH, bener2 nggak sia2 liat karya2 aslinya Peter van Dongen

    ReplyDelete
  5. mungkin aktor2 utama di diary itu diperkenalkan kali.. jd tahu si Lindri itu yg mana.. si Dhanu yg mana dsb... jd dr awal org bisa ngikutin...

    ReplyDelete
  6. Sebenernya ada kuncinya: ketelitian memperhatikan teks yg terselip2, atau merunut kejadian2 sebelumnya :)
    Lagipula, pada awalnya ini dibuat bukan supaya "orang bisa ngikutin", tapi sekedar catatan pribadi saja. Diary, toh? ;)

    ps. Itu pasti bukan Dhanu atau Lindri, lha diary-nya pas bagian aku masih kinyis2 kok. Pasti ponakanku, either anak dari kakakku atau anak dari adiknya Sybrand.

    ReplyDelete
  7. aku mo bkin produk souvenir dari komikku, tau gak kalian harusnya dihargai, kaya tokoh2 yang dijual d toko acsesoris japan cartoon film, please call me

    ReplyDelete