Thursday, September 8, 2005

Just keeping track.. [4] (Komik Alternatif mailing list)



A coverage from yesterday's discussion session at Kinokuniya Plaza Senayan, from komik alternatif mailing list:







From: "Rieza FMuliawan"
Date: Thu Sep 8, 2005 7:22 am
Subject: Review : Rampokan Belanda Bau Keju







Sudah hampir tiga hari berdekatan terus dengan Peter Van Dongen (plus Ellen
istrinya, dan Ibunda Peter), tapi tidak ada bau keju disebarkan dari badan
mereka, jadi kalau Belanda bau keju itu saya anggap mitos, karena sudah saya
buktikan sendiri. Sama seperti mitos yang bilang kalau jaman dulu para prajurit
kita melawan Belanda itu menggunakan bambu runcing. Dalam komiknya Rampokan
Java, Peter menggambarkan kalau para prajurit Indonesia juga sudah bersenjata
bedil bahkan ahli dalam memasang ranjau jenis bom tarik (ini saya kutip dari
komentar salah satu dosen senior ITB) ketika mencegat rombongan truk prajurit
Belanda di Bandung.

Saya jadi ingat film perang kolosal "Mereka Kembali" sutradara Nawi Ismail,
gara2 melihat hasil salah satu koleksi Pak Hans Jaladara yang ternyata adalah
pembuat poster film-nya. Film ini mengisahkan tentang long march para prajurit
Siliwangi ke Jawa Barat dari Jogja di jaman agresi militer Belanda. Saya memang
bodoh dalam sejarah, karena yang fasih bercerita mengenai kejadian long march
pasukan Siliwangi ini adalah Peter Van Dongen setelah melihat Patung Jendral
Sudirman yang sedang sendirian di jalan Sudirman di perjalanan menuju Senayan.
Tapi mental Indonesia adalah mental sok tahu, lantaran malu karena tidak tahu
sejarah bangsa sendiri, ya sudah saya cerita saja ngalor ngidul mengenai Jend.
Sudirman ini, yang ternyata beberapa kali dikoreksi dengan keras oleh Peter, ah
emangnya gue pikirin, muka saya sudah terlatih cukup tebal dengan sikap sok tahu
ini, jadi ya ngalor ngidul saja terus.

Terimakasih untuk yang telah hadir di Erasmus tgl 6 September dan Kinokuniya
kemarin malam. Dalam sejarah pameran yang diadakan oleh Erasmus Huis, maka
pameran Peter Van Dongen dan rekan komikus Indonesia adalah yang tersukses dari
segi pengunjung yang mencapai 100 orang lebih dalam satu malam. Di Kinokuniya
kemarin, hadir sekitar 70-an orang berbagai kalangan yang penasaran dengan
Rampokan dan Peter van Dongen.

Berbagai kalangan, misalnya ; Staf kedutaan, penerbit, para wartawan, pekerja
seni, aktivis komik, peminat-pembaca dan pemerhati komik, pengunjung biasa,
komikus muda Indonesia, dan mereka yang menyamar menjadi komikus. Nah untuk
golongan terakhir ini, ialah mereka yang menyamar menjadi komikus diantaranya
adalah saya sendiri, Hikmat Darmawan, Dedi Gede Sugianto, Syamsudin, Pam, Setya
Adyaksa, Iwan Gunawan dan Surjorimba. Boleh dibilang lantaran kuper..ya sudah
kita pura2 saja jadi pengamat komik dan komikus sambil ngomong keruan sok tahu
kesana kemari.

Komikus muda beneran yang hadir juga cukup banyak ; Thoriq, Beng Rahardian,
Rowal, Arif, Zarkie, Motul Kapten Bandung, dan banyak lagi yang berasal dari
studio2 yang berbeda. Bahkan ada yang datang dari Bandung. Tapi yang paling
membuat segar adalah kenyataan dari sekitar 70-an pengunjung yang hadir untuk
Peter Van Dongen, terdapat kira-kira 15 orang tamu berjenis kelamin perempuan.
Bandingkan dengan pengunjung temu komikus dari komikindonesia.com beberapa waktu
yang lalu dengan Kus Bram, Gerdy, Kelana, Hasmi ..yang hampir semuanya adalah
laki laki tua usia, wah garing betul ya !.

Kabar gembira juga dilontarkan oleh beberapa komikus yang namanya sudah
menjulang di sejarah komik indie Indonesia. Ada isyu kalau Thoriq akan segera
membawa Caroq keluar dari persembunyian. Motul berniat membawa Kapten Bandung
edisi baru jalan jalan di tol baru Cipularang - bahkan Kapten Bandung edisi baru
akan diberi judul Tol Cipularang, wah Molotov hidup lagi ?, Beng sudah juga
selesai dengan komik yang bercerita tentang homosex,...untung bukan saya yang
dijadikan model komik baru Beng ini. Tapi kok modelnya mirip Hikmat ya... ?.
Tapi yang saya tunggu2 jelas adalah komikus muda pujaan baru saya, M. Cahya
dengan Para Lodra.

Bicara dengan Mr. Marteen - Erasmus Huis, beliau bilang secara bercanda..melihat
antusias publik yang tidak disangka sangka, mungkin Erasmus harusnya melakukan
lagi opening. Dan memang kenyataannya Peter di daulat untuk kembali hadir di
Erasmus hari ini pukul 9 pagi, yang berjanji dengan sebagian komikus Indonesia
untuk melakukan coaching clinic dan tukar menukar ilmu. Ketika saya menulis ini
kemungkinan acara tersebut masih berlangsung.

Buat Pandu Ganesa sebagai penerbit, tentunya tidak ada yang lebih menyenangkan
selain melihat buku Rampokan yang disediakan malam itu habis terjual. Di Erasmus
tinggal berapa biji lagi, kemarin malam di Kino malah habis terjual. Peter
sendiri tidak menyangka kalau kunjungannya ke Jakarta ternyata menjadikan
komunitas komik Indonesia semakin bergairah. Dia hanya menjadwalkan untuk hadir
di Erasmus satu hari untuk pembukaan pameran biasa, dan sisanya berjalan jalan
di Jakarta. Ternyata harus menemui ratusan orang penggemar komik yang mengantri
meminta tanda tangan dan berfoto. Terus terang sebagian panitia jadi tidak enak
dengan kejadian ini tapi beruntung Peter punya pribadi yang hangat dan tidak
mempersoalkan hal yang di akuinya membuat staminanya jadi kendor.

Anda memperhatikan karakter Verhangen di komik Rampokan Jawa ?, saya
mempersoalkan tentang orientasi politik Verhangen sebagai seorang komunis dalam
perjalanan mengantar pulang Peter kemarin malam. Ternyata saat itu, tahun
1946an, pilihan menjadi seorang komunis adalah hal yang tidak populer di
Belanda. Apalagi setelah jaman perang dingin antara AS dan US. Sehingga tidak
heran kalau Verhangen tidak memproklamirkan secara radikal kalau dirinya adalah
seorang komunis. Malah pilihan politiknya menjadi komunis menjadi bahan ledekan
kawan2 se-perjalanan menuju Hindia Belanda, sampai akhirnya dia mengalami
kecelakaan. Saya bilang, komik ini akan mendapat revisi habis2an andai
diterbitkan di masa Presiden Suharto yang memang sangat anti dengan segala
sesuatu yang berbau komunis. Di jaman itu entah kemudian penerjemah Rani dan
editor Hikmat harus memakai kata apa agar supaya detail kecil dalam cerita soal
komunis ini bisa lolos.

Tidak mudah memang mengikuti isi cerita komik Rampokan. Peter bilang secara
teknik gambar dia hanya terpengaruh oleh Herge satu-satunya, tapi story telling
dia sangat terpengaruh oleh film. Jadi tidak heran kalau kita akan kesulitan
mengikuti cerita Rampokan lantaran kita musti memperhatikan visualisasi simbol ,
dan yang paling penting, kita juga musti sedikit paham mengenai sejarah
Indonesia dan dunia tahun 1946an. " Take your time, read carefully, watch the
picture and symbols "..begitu advisenya agar cerita Rampokan bisa dimengerti
oleh para pembaca bahkan untuk para pembaca di Belanda sekalipun.

Dan Rampokan itu bukan kata yang berarti rampok, perampok, atau maling. Mungkin
kata seharusnya adalah Rampogan. Jaman dulu tahun 1910an, di Jawa (Blitar ?)ada
upacara tradisional, sebetulnya bukan upacara, tapi mungkin atraksi. Atraksi adu
harimau dengan orang. Ada juga disebut atraksi memburu harimau alias tiger
hunting. Orang yang diadu dengan harimau ini, dipercaya adalah seorang berilmu
yang bisa menundukan harimau dengan berbagai cara terutama kemampuan ilmu dari
dalam, Peter bilang karena para pawang ini baru pulang dari Mekkah makanya
mereka jadi berilmu. Mirip macam gladiator, tapi Peter melukiskan orang ini
seperti dukun di tivi yang senang memakai kaca mata hitam berbaju hitam.

Johan Kneivel adalah seorang putra seorang pegawai di Hindia ( Indonesia ),
musti pergi ke Belanda untuk belajar sesaat sebelum perang dunia ke II.
Kerinduannya akan Hindia, masa lalu masa kecil di negri tropis Indah Hindia yang
ber laut , terutama pada figur pengasuhnya di masa kecil, yang disebut dengan
nama panggilan ninih, kemudian membuat dia memutuskan untuk pulang ke Hindia
(Indonesia).

Dalam perjalanan pulang ke Hindia , secara tidak sengaja Johan mencelakai
seorang penumpang kapal lainnya, yaitu Erik Verhangen. Belakangan ketika melihat
identitas Erik, diketahui kalau Erik juga ternyata adalah seorang Hindia yang
lahir di Jawa, dan seorang simpatisan dari partai komunis.

Johan kemudian tiba di Tg Priok, menjadi seorang tentara Belanda pendudukan. Di
Jakarta sendiri saat itu (Batavia) keamanan dijaga oleh pasukan gurkha India
dari Inggris. Kejadian di kapal ketika Verhangen harus celaka di tangannya
ternyata masih terus membayangi kemana dia pergi, bahkan sampai menghantui.
Tidak jarang Johan serasa melihat dan di ikuti oleh arwah Verhangen kemanapun
dia pergi, malah "hantu" halusinasi Verhangen ini juga berani nongol siang
bolong di cermin yang dipakai tukang cukur ketika Johan sedang cukur rambut di
bawah pohon.

Johan dan Fritz, teman karib nya hidup luntang lantung di Hindia menunggu
penempatan sampai akhirnya bertemu dengan seorang yang mengaku wartawan bernama
Bennie Riebeek. Sampai singkat cerita Fritz terlibat dalam mafia penyelundupan
atau tepatnya penggelapan minyak bekerja sama dengan seorang cina pemilik toko
kelontong terbesar di Bandung bernama Ong dan Bennie Riebek. Johan sendiri
terlambat mengetahui bahwa dirinya terjebak dalam konspirasi jaringan pedagang
gelap minyak selundupan, dan harus melarikan diri dengan Lisa -seorang wanita
lokal berdarah ambon cina yang bekerja sebagai pembantu di tangsi militer,
Antonie Van Dalen- ketika jaringan perdagangan minyak gelap ini diketahui oleh
pemerintah kota dan warga setempat. Warga (seperti biasa) kemudian melakukan
main hakim sendiri dengan aksi vandalisme dan penjarahan di toko kelontong milik
Ong.

( ternyata urusan penjarahan ini adalah bagian melekat di sejarah Indonesia dan
suatu kebiasaan yang sudah ada sejak dulu dalam sejarah Indonesia. Selalu saja
dalam krisis politik kemudian terjadi aksi-aksi vandalisme dan penjarahan yang
sasarannya adalah etnis tertentu sampai sekarang yang sudah 60 tahun kemudian ).

Fritz yang tertangkap oleh polisi pemerintah kota, dengan cerdik kemudian
menfitnah Johan yang sedang dalam pelarian bersama Lisa. Nasib malang bagi
Johan, dalam pelarian dia kemudian terjebak di bencana banjir besar dan tanah
longsor sehingga harus terpisah dengan Lisa. Johan sendiri kemudian cedera dan
hilang ingatan. Ketika ditemukan, Johan sedang meracau mengenai masa lalunya
dengan ninih si ibu asuh masa kecil. Lebih parah lagi, kalung identifikasi khas
militer yang berfungsi sebagai tanda pengenal tentara harus hilang di telan
banjir. Satu-satunya yang masih tersisa di badan adalah sebuah buku identitas
milik Verhagen yang masih terus disimpannya, sehingga Johan dianggap sebagai
Verhagen. Padahal saat itu Verhagen sudah di anggap sebagai seorang buronan yang
desertir.

Rupanya Johan kemudian harus menerima identitas barunya menjadi Verhagen sang
desertir....tapi apakah benar demikian dan bagaimana petualangan Johan
selanjutnya?

Terus terang saya juga penasaran dengan cerita selanjutnya - gara2 ketidak
becusan membaca bahasa Belanda. Bantulah mempromosikan dan membeli buku ini agar
kemudian pihak penerbit mempunyai cukup uang memproduksi sequel Rampokan Jawa
yang berjudul Rampokan Celebes. Supaya saya anda dan teman2 lain yang sudah
membaca Rampokan Jawa bisa segera membaca sequel buku komik ini.

Atraksi rampogan, dukun berbaju hitam, harimau macan kumbang hitam, Johan,
Verhangen dan Lisa.....semuanya saling berkaitan dalam hubungan metafora dan
simbolisasi. Macan yang marah karena mau di adu untuk ditangkap ini adalah
simbolisasi dari penguasa kolonial saat itu. Jangan kaget kalau kemudian Peter
gemar menggambar plang reklame obat macan di sepanjang cerita, artinya Peter
sedang bermain main dengan simbol.

Ketika saya tanya Peter, apakah saat itu tahun 1946 memang terjadi banjir
bandang di Bandung sehingga dijadikan background ? Peter sambil tertawa
menjelaskan, itu hanyalah reka-rekaan saja, toh di Indonesia ini mungkin setiap
quarter musim hujan selalu saja terjadi banjir atau longsor dimana-mana, seperti
yang dia lihat sendiri di Padang bulan lalu. Wah jago juga dia berkelit , tapi
cukup beralasan.

Kritik dari berbagai pembaca kemudian mengarah kepada karakterisasi gambar orang
Indonesia di buku ini. Banyak yang bilang gambar Peter untuk orang Indonesia
terlalu banyak dan mirip dengan orang indocina yang berkulit kuning dan mata
sipit. Peter menjawab itu memang tidak sengaja dan sebagai salah satu pengaruh
berat Herge di buku Tintin Lotus Biru yang menggambarkan orang2 asia Indocina
dan juga penggambaran Herge terhadap orang Indonesia di buku Penerbangan 714
yang mirip Indocina. Tapi komentar menarik datang dari Motul, dia bilang orang2
Jepang di buku komik manga itu semuanya bermata bulat dan besar kebalikan dari
yang seharusnya bermata sipit, jadi kenapa musti dirisaukan ?. Selain
kritik-kritik diatas nyaris komik Rampokan ini dianggap sempurna baik dari segi
details, ornamen dan riset sejarah, apalagi memang gaya gambar Peter yang
membangkitkan nostalgia akan jaman Indie Mooi.

Tapi ada koor paduan suara dari panggung, ketika semua hadirin setuju bulat
mufakat bahwa hanya dengan melihat gambarnya saja, rata-rata mereka mengaku
memutuskan memiliki buku ini sebagai obat rindu terhadap komik ....Tintin , the
best comic ever !


And here's another posting at the same mailing list:







From: Santi R
Date: Thu Sep 8, 2005 8:15 am
Subject: Me and Rampokan Java







Rabu, 7 Sept, mendekati waktu magrib di depan komputer.

Cepet2 beresin kerjaan, rapi2in meja seperlunya, trus cabut ke halte busway
Karet menuju Ratu Plaza. Langsung ke pintu belakang, ke Plaza Senayan, naik ke
lt.5, gak pake acara windowshopping dulu..Kinokuniya...Kinokuniya...


Eh, bangkunya masih pada kosong, cuma liat Mas Hikmat lagi ngobrol, liat arloji,
hehe..masih jam setengah 7 rupanya..yaudah turun lagi. Kali ini beneran shopping
(dasar cewek...gak bisa liat angka 50% off dikit aja)..dah gitu ketipu pula..50%
off-nya utk pembelanjaan berikutnya setelah pembelian 150ribu...Sialan, udah
ngomong jadi beli, masa gue bilang gak jadi. Mana SPGnya nungguin lagi dan tadi
bantu2 nyari baju ukuran gue. Sebeellll..gue kan jadi punya perasaan antara gak
enak kalo gak jadi beli, tengsin kalo bilang batal (emang gue gak punya duit
apa)..(idih..gak penting banget baca ginian)


Yaudahlah...Peter is waiting for me..hehehe..

Nyampe atas lagi ternyata dah rame, gue ngeliat banyak tokoh dunia komik
datang..ada yg kenal, ada yg cuma tau namanya dan ada yang gak nyangka kalo
ternyata dia komikus :D

Pesohor2nya antara lain Pak Pandu Ganesa (dedengkotnya Paguyuban Karl May
Indonesia), Mas Surjorimba dari Komik Alternatif, Mas Iwan Gunawan si penggila
komik, eh, kayak liat seseorang mirip Anand Krishna (bener gak ya), trus Pepeng
Naif, orang Erasmus (Mas Bob? dan temennya)..dan peserta pameran komik yg gue
belom kenal..


Cerita ttg diskusinya ntar lagi aja. Sekarang gue cuma mo cerita ttg gue n
Rampokan Java itu sendiri. Gue dah lama juga dengar nama Rampokan Java dan
Rampokan Celebes ini (ngingetin ama Jong Java dan Jong Celebes)…tapi baru tau
komiknya kemarin waktu di Erasmus Huis..liat yang edisi bahasa londonya punya
mas Syam..

Pertama kali baca, terus terang aja gue gak ngerti ceritanya..selain karena
kagum ngeliatin ilustrasinya (sama kayak waktu baca Tintin), waktu itu juga udah
tengah malem, ngantuk liat teks..dan setelah baca sinopsisnya, gue baca ulang
lagi komiknya, baru deh ngerti (oon banget seh) :D


Yg gue inget banget dari komik ini :

Pas adegan rampokan macan ngelawan pak haji..kok pak haji digambarkan kayak
dukun sih. berjubah item, pake kacamata riben lagi...
Trus desersi...artinya apa sih? Pembelot gitu ya :p
Di bagian perjalanan ke Bandung, memperlihatkan alam parahyangan yang subur,
sawah bertingkat2, gunung, jembatan diatas jurang, persis dengan yg gue liat
tiap naik kereta Jkt-Bdg. Keren..
Roti isi sambal..tadinya gue kira cuma buat lucu2an, eh, ternyata si londo
gendeng (tapi ganteng) itu beneran makan roti isi sambal..hahaha..
Trus Pasar Atom. Baca di sinopsisnya katanya itu di Surabaya. Tapi di
komiknya, si Riebeek janjian ketemu Frits di Pasar Atom, toko Ong, jalan menuju
Bandung. Trus waktu Johan disuruh nyari piringan hitam Vera Lynn bersama Babu
Lisa, mereka juga disuruh ke Bandung, dan Lisa bilang tempat yang tepat ya Pasar
Atom itu..kalo jaman sekarang Pasar Atom itu dimana ya? Yang gue tau di Bandung
cuma ada Pasar Caringin, Gedebage, Kosambi, Andir, Ciroyom, Suci, Leuwi Panjang,
Gordon, Ancol, Kiara Condong, (anjriit..hapal euy.. :D)

Suasana pasar tradisional ala Indonesia digambarkan Peter mirip bgt..Cuma ya
gak terlalu rame kayak pasar sekarang..ada kakek2 pake celana belacu telanjang
dada pake caping lagi bawa pikulan, ibu2 berkebaya dan sarung, tukang cukur
dibawah pohon, ada kurungan ayam, sabung ayam, anak kecil tukang semir sepatu,
wanita2 berjilbab, laki2 pake baju koko, peci dan sarung mo ke masjid/musholla.
Hanya, masjidnya kok pake kentongan ya :D TONG TONG...gak ada suara adzan.
Yang agak mengganggu, kalo ada istilah asing atau singkatan, trus dipakein
tanda bintang, gue cari2 di halaman bawah gak ada penjelasannya, eh, ternyata di
belakang, semua dijadiin satu..
Oya, yang menarik juga, banyak juga gambar cowok telanjang dan maaf,
payudara, disini.
Waktu blom tau ceritanya, gue masih bingung dengan perpindahan frame2nya,
mana bagian yg flashback, mana yang kini. Biasanya kan kalo gambarin masa lalu
warnanya agak buram atau abu2 gitu, tapi ini sama semua..
Teknik pewarnaannya yang minimalis, walopun katanya tadinya karena soal
itung2an duit, ternyata malah bikin komik ini unik dan kereeeeeeeeenn…beneran!!
Pada beli deh.. :D

Untuk masterpiece seperti ini yang butuh waktu bertahun2 buat menyelesaikannya
(Peter gak suka deadline dan dia sangat perfeksionis), perjuangan untuk
menerbitkannya dalam bahasa Indonesia (bahasa Inggrisnya aja gak ada coba! Dan
proses penerbitannya cuma 1 bulan!! Bener ya Pak Pandu?).. dengan kualitas
kertas yang ok, cover, dll yang sangat mendekati aslinya, juga ditambah dengan
adanya misi khusus agar masyarakat kita bisa lebih mengapresiasi komik dan novel
grafis sebagai suatu karya seni dan sastra, (komik bukan hanya untuk konsumsi
anak kecil, banyak pesan yang bisa kita sampaikan secara grafis)..yah..harga
yang ditawarkan menurut gue sangat sangat reasonable...

Sekian tanggapan gue. Mohon ditanggapi lagi.

Santi



A couple of quick responses:








From: "pandu ganesa"
Date: Thu Sep 8, 2005 11:45 am
Subject: Re: [komik_alternatif] Me and Rampokan Java







Trus waktu Johan disuruh nyari piringan hitam Vera Lynn bersama Babu Lisa,
mereka juga disuruh ke Bandung,

#Bagi yang ingin dengar kayak apa sih suara/lagu Vera Lynn, silakan nonton
The Wall (Pink Floyd) yang versi the Movie. Di bagian awal, adegan orang
ngepel, lagu yang disetel itu lagunya Vera Lynn. Biduan yang populer tahun
40-an.

Dan proses penerbitannya cuma 1 bulan!! Bener ya Pak Pandu?)
#Yang jelas di percetakan hanya k.l 1 minggu, sebelumnya mondar-mandir
banyak koreksian. Bahkan the last minute, ketika cover sudah dicetak,
ketahuan nama pengarangnya kelupaan belum dicantumkan :-((

.. dengan kualitas kertas yang ok,
#Kertasnya kertas impor, terima kasih untuk Rani Ambyo yang telah membantu
memberi alamat supplier kertasnya.

cover, dll yang sangat mendekati aslinya, juga ditambah dengan adanya misi
khusus agar masyarakat kita bisa lebih mengapresiasi komik dan novel grafis
sebagai suatu karya seni dan sastra, (komik bukan hanya untuk konsumsi anak
kecil, banyak pesan yang bisa kita sampaikan secara grafis)..yah..harga yang
ditawarkan menurut gue sangat sangat reasonable...

#Nah yang ini, terima kasih kepada Kedutaan Belanda.
Saya sedang mengerjakan X-file. Wajah tokohnya mirip banget dengan yang
versi TV itu. Full-colour. Semoga bisa diproduki dengan ongkos se minim
mungkin, soalnya artpaper. Ini juga hanya pancingan, semoga yang lokal cepat
nongol.

gono








From: "Rieza FMuliawan"
Date: Thu Sep 8, 2005 11:50 am
Subject: Re: [komik_alternatif] Me and Rampokan Java








Di komik ini ada dua setting waktu , yang memang nampaknya sengaja tidak di
jelaskan oleh Peter.

1. Tahun 1900-an awal (atau 1800-an akhir?) , yaitu masa masa penggambaran
ketika Pak Haji dalam ritual rampogan macan.
Di halaman pertama saya juga sempat bingung, ada burung terbang di atas
bangunan2 kecil mirip kuburan , dan kolom2 yang menjelaskan tokoh tokoh
Rampokan, maksudnya apa ya ?. Ternyata itu bukan bangunan-bangunan, tapi kandang
macan berupa peti mati ada 8 biji, di salah satunya ada berisi macan. Kandang
macan yang terbuka tapi gak ada isinya langsung hancur. Saya jadi agak sedikit
bingung dengan terjemahannya, apa bukan mustinya ada 8 peti mati yang salah
satunya berisi macan , karena tidak kesemua delapan peti mati itu berisi macan,
yang keluar macannya cuman satu doang.

2. Terus halaman berikutnya sudah masuk ke Oktober tahun 1946. Halaman2
berikutnya Peter tidak memberikan penjelasan mengenai setting waktu juga tidak
membedakan antara tahun 1800-1900-an ketika acara rampogan macan berlangsung dan
tahun 1946, tapi asalkan panelnya menggambarkan upacara rampogan macan, maka
saat itu Peter sedang menggunakan kejadian rampogan macan sebagai metafor
kejadian yang berlangsung di tahun setting cerita , tahun 1946.

Saya suka sekali dengan halaman ketika Riebek berada dalam jeep sedang dihadang
oleh kelompok massa yang membawa bawa golok, dan dibawah panel itu, dengan
ukuran panel yang sama pas di bawahnya digambar macan gelisah (kakinya saja)
yang sedang berhadapan dengan pak haji yang membawa obor dikelilingi penonton,
sebagai metafor keadaan Riebek yang sedang terdesak.

Terus panel yang menggambarkan ketika si Ong di popor tengkuknya, pas di
bawahnya di gambar macan yang sedang melompat ganas. Pokoknya kalau muncul panel
bergambar macan rampogan ini dan si pak hajinya, ya itulah ketika upacara
rampogan di tahun 1800-an digiring masuk ke tahun 1946 sebagai perlambang.
Keadaan kacau balau di pasar atom toko kelontong Ong itu juga digambarkan dengan
keadaan kacau balau ketika si macan ngamuk.

Apa jaman itu memang sudah ada kacamata hitam (1800an akhir?)? hmm ngga tahu deh
ya mungkin ada ya (?). Dan kostum hitam-hitam itu, entahlah apa itu kostum buat
mereka yang sedang rampogan macan? Menurut saya kacamata hitam itu semacam
simbol lain yang tidak berdasarkan fakta sejarah alias memang si pengarang
menghendaki demikian.

Lantaran Verhangen ngga pulang melapor ke tangsi, maka Verhangen disebut sebagai
desersi, artinya prajurit yang kabur dari kesatuannya entah kemana (tapi tidak
ketahuan matinya) atawa membelot. Seperti misalnya tentara TNI yang desersi di
Aceh, ada yang bergabung dengan GAM, atau malah kabur pulang ke rumah di
Jawa,..mereka disebut desersi dan hukumannya sangat berat.

Pasar Atom itu memang salah, dia sendiri ngaku kok. Biar saja lah.

Ada lagi panel yang sangat menarik, adalah ketika dia menggambarkan proses
terjadinya banjir bandang itu. Sejak beberapa halaman sebelumnya dia sudah terus
menerus menggambar keadaan hutan yang diguyur hujan, kemudian jeep tentara yang
berjalan di jalan yang becek, selokan sungai yang airnya bertambah deras dan
permainan kata kata bunyi petir dengan Brrooaar !, dan aliran air bah dengan
Brroooooammm !!!

Saya punya tebak2an iseng soal komik Rampokan ini...
Ada berapa banyak gambar "obat matjan" yang digambar Peter di buku Rampokan
Jawa? ayo siapa yang bisa jawab?

Salam.



Additional notes: an entry at Tiyas' Blog about the event at Kinokuniya, here.


Photos: The first encounter of Madjoe! team with Peter van Dongen, at Stripdagen Haarlem 2002 and Peter joining the drawing demo.



3 comments:

  1. o ini to yg yg namanya peter van dongen ternyata nggak tinggi ya. wajahnya juga kita banget. padahal orang2 Belanda yg ada di kantorku dulu, tinggi2 besar.
    nggak sabar nih mau pulang biar bisa beli edisi indonesianya
    agam

    ReplyDelete
  2. iya gam, namanya juga belanda-indo (banyak bener di sini), dan gen melayunya yg menang :)

    ReplyDelete
  3. comixnya dijual dmana y..ini saya butuh buat tugas akhir kuliah

    ReplyDelete