Wednesday, September 7, 2005

Just keeping track.. [3] (Antara, Suara Pembaruan)



More media coverage, this one is from Antara:

Sep 06 20:58
KOMIKUS PETER VAN DONGEN CERITAKAN MASA LALU YANG TIDAK DIALAMINYA

Jakarta (ANTARA) - Komikus warga negara Belanda, Peter van Dongen, menceritakan masa kemerdekaan Indonesia dalam dua karya karya terbarunya, Rampokan Java dan Rampokan Celebes".

Dengan detail-detail yang digambarnya, pembaca karyanya akan berpikir van Dongen mengalami masa yang menjadi latar cerita komiknya, namun ternyata tidak.

"Sebelum membuat komik ini saya tidak pernah ke Indonesia, latar waktu yang saya pilih juga 20 tahun sebelum saya lahir. Berawal cerita ibu saya yang berada di Indonesia pada masa-masa itu, kemudian saya banyak melakukan penelitian melalui foto-foto lama masa Hindia-Belanda, literatur dan novel," kata van Dongen kepada wartawan di Jakarta, Selasa.

Kisah tokoh Johan Knevel --orang Belanda yang kembali ke kota tempatnya dibesarkan, Hindia-Belanda, setelah menempuh pendidikan di Eropa-- dapat digambarkan van Dongen dengan begitu hidup dan mendetail karena ia sangat menaruh perhatian akan sejarah keluarganya.

Pria yang berusia 39 tahun itu merupakan gambaran generasi ketiga keluarga Hindia-Belanda yang menyimpan banyak pertanyaan mengenai sejarah Indonesia. Apa yang sebenarnya terjadi pada masa penjajahan Belanda dan masa perjuangan kemerdekaan ketika itu.

"Semakin saya mempelajari mengenai Indonesia, semakin banyak hal-hal baru yang saya peroleh yang sebelumnya tidak diajarkan di bangku sekolah," kata komikus dengan debut karyanya Muizentheater" atau "Theatre of Mice (1990).

Dalam perjalanan pembuatan "Rampokan", van Dongen menemukan persamaan antara penyerangan AS ke Vietnam dengan apa yang dilakukan Belanda ke Indonesia. Ia menyesalkan apa yang dilakukan negaranya dan menuangkannya dalam komik.

"Apa yang dilakukan Belanda di kampung-kampung di Indonesia mengingatkan saya seperti apa yang terjadi saat AS menyerang Vietnam. Karena dalam komik saya tentara Belanda saya gambarkan sebagai `bad guys` (antagonis), maka saya mendapatkan beberapa reaksi negatif dari mereka," ujar seniman yang pernah menjadi pemain drum sebuah kelompok musik ska-reggae itu.

Van Dongen kini sedang mengadakan pemeran komik bersama empat komikus Indonesia di Erasmus Huis, Jakarta mulai 6 September. Kunjungannya kali ini merupakan kali ketiga. Sebelumnya ia ke Indonesia dalam keperluan penelitian komik "Rampokan Celebes" dengan bantuan dari pemerintah Belanda.(*)





From Suara Pembaruan:



Indonesia "Tempo Doeloe" di Tangan Komikus Muda Belanda



PEMBARUAN/BERTHOLD DHS

TIDAK percaya. Sama seperti komikus muda kelahiran Jakarta, Dwi Santoso yang lebih dikenal dengan nama Anto Motulz pada karya-karya komiknya, banyak juga yang tidak percaya ketika pertama kali melihat langsung sosok Peter van Dongen, komikus Belanda kelahiran Amsterdam tahun 1966.



Pasalnya, karya-karya van Dongen yang dikenal di Indonesia adalah buku komiknya Rampokan Java dan kemudian Rampokan Celebes, yang berkisah tentang Indonesia "tempo doeloe" di masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI, sekitar tahun 1946. Kisah bergambar itu secara detail melukiskan orang-orang Belanda, Indonesia, Jepang, dan lainnya di masa lalu. Lengkap dengan lukisan detail mengenai kendaraan, kehidupan di pasar, arsitektur bangunan, sampai gaya busana "tempo doeloe".

Seperti Anto Motulz bilang, "Rasanya nggak mungkin Peter van Dongen masih muda. Pasti dia sudah tua." Ya, van Dongen pasti sudah seusia opa (kakek), karena bisa menceritakan kisah masa lalu Indonesia secara terinci.

Itulah sebabnya, banyak yang kaget melihat sosok pria muda yang mengenakan T-shirt dan celana jeans, ketika dia memperkenalkan dirinya sebagai Peter van Dongen, saat jumpa pers menjelang pameran komik di pusat kebudayaan Belanda, Erasmus Huis, Selasa (6/9) siang.

Ya, van Dongen memang baru berusia 39 tahun. Jelas dia tak mengalami masa-masa awal kemerdekaan RI. Bahkan periode repatriasi orang-orang Indo yang memilih kewarganegaraan Belanda pada tahun 1950-an, juga tak dialaminya. Jadi, darimana van Dongen tahu rincian pernak-pernik di tahun 1946-an itu?

Ternyata, van Dongen mempunyai seorang ibu yang lahir di Manado, Sulawesi Utara. Kakeknya juga pernah bertugas sebagai tentara KNIL yang tewas dibunuh balatentara Dai Nippon sekitar tahun 1942-1943, saat Jepang masuk ke Indonesia (saat itu bernama Hindia-Belanda) dan mengambil alih kekuasaan dari tangan Belanda. Makam kakek Peter van Dongen masih terawat dengan baik di pemakaman tentara Belanda di Menteng Pulo, Jakarta Selatan.

Dari kisah ibunya tentang kehidupan keluarganya di Indonesia pada masa lalu itu, akhirnya membuat van Dongen ingin membuat komik dengan setting Indonesia "tempo doeloe". Maka lahirlah karya komiknya yang berjudul Rampokan Java. Komik yang pertama kali dimuat secara bersambung di suratkabar Belanda, Het Parool pada tahun 1998, kini telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh penerbit Pustaka Primatama dengan judul Rampokan Jawa.

Kisahnya menceritakan Johan Knevel, pemuda keturunan Belanda yang lahir dan mengalami masa kanak-kanak di Hindia-Belanda, setelah melanjutkan studi di Amsterdam, kembali sebagai tentara ke Hindia-Belanda pada tahun 1946. Menggunakan kapal laut, dia akhirnya berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, dan menemukan bahwa Hindia-Belanda telah berubah menjadi Indonesia. Bukan itu saja.

Perubahan besar lainnya ditemui Johan knevel, ketika dia berjalan-jalan mengenang masa kecilnya di Batavia. Dia teringat masa kecilnya yang riang gembira diasuh oleh pembantunya yang bernama Ninih. Begitulah kisah terus bergulir.

Gaya Eropa

Dalam jumpa pers itu, Peter van Dongen ditemani tiga komikus muda Indonesia yang berpameran bersamanya sampai 30 September mendatang. Mereka adalah Anto Motulz yang lahir di Jakarta pada 1972, Muhammad Cahya Daulay yang akrab dipanggil Cahya (Jakarta, 1978), dan Beng Rahadian alias Beng (1975). Satu peserta pameran lainnya adalah Dwinita Larasati atau Tita (Jakarta, 1972). Namun Tita tidak hadir dalam jumpa pers itu, karena sedang menyelesaikan program doktornya di Delft University of Technology, Belanda.

Mereka mengakui sendiri bahwa komik-komik yang mereka buat bergaya Eropa. Berbeda dengan komik bergaya Jepang, yang saat ini sedang marak di Tanah Air. Komikus gaya Eropa yang paling terkenal di Indonesia mungkin adalah Herge lewat komik-komiknya dengan tokoh Tintin, wartawan muda dengan rambut berjambul.
Tak heran bila komik-komik yang dipamerkan di Erasmus Huis, juga sebagian dipengaruhi oleh gaya Herge.

Peter van Dongen sendiri mengakui bahwa Herge dengan Tintinnya, berpengaruh besar dalam kariernya sebagai komikus. Sejak kecil dia senang membaca komik Tintin, dan berharap suatu saat kelak dapat membuat komik seperti itu. Salah satu komik Tintin yang disenanginya berjudul Blue Lotus. Kisahnya seputar pendudukan Jepang di Cina. Itulah sebabnya, van Dongen kemudian menjadikan buku itu sebagai inspirasinya untuk membuat kisah tentang pendudukan Belanda dan Jepang di Indonesia, serta masa-masa awal kemerdekaan RI.



Untuk membuat komiknya, selain mendengarkan kisah dari ibunya, van Dongen juga melakukan riset yang cukup lama Museum Institut Tropik di Amsterdam.
Dia juga melihat kembali koleksi foto-foto milik keluarganya maupun milik keluarga lain yang pernah tinggal di Indonesia pada masa Hindia-Belanda. Hasilnya, adalah sebuah buku komik yang patut dibaca oleh siapa pun.

PEMBARUAN/BERTHOLD SINAULAN



I received more stories from my mother, who took many photos on the opening night, but is waiting for my brother to upload them on the Internet (or send them by e-mail to me). She also heard that this exhibition will be travelling to other cities in Indonesia, but perhaps my original diary-sketchbook will not be included. This is due to the high risk factor of having it lost in the way, something that Erasmus Huis avoids, naturally. Well, I would suggest they make color copies of selected pages, so people can see the inside part of that book.

Right this moment a discussion session with Peter van Dongen is going on at Kinokuniya bookstore at Plaza Indonesia. More reports are coming.. :)




Photo: from Suara Pembaruan, caption:
MEMPERLIHATKAN - Komikus Belanda, Peter van Dongen, sedang memperlihatkan karyanya pada seorang pengunjung pameran karyanya dan rekan pembuat komik Indonesia yang diadakan di pusat kebudayaan Belanda, Erasmus Huis, Jakarta Selatan, dari 6 sampai 30 September 2005.



+ a couple of pages from MYX Magazine that covers Peter van Dongen & Rampokan Celebes


8 comments:

  1. thank you Tita for the update...I am eager to see the pictures.
    As for your work...it would certainly be possible to make good colour copies of the pages of your diary!

    ReplyDelete
  2. Tita, kemaren gue udah liat pamerannya..sayang gue sampe Erasmus nya udah jam tujuh malem, jadi pamerannya udah tutup,walau masih bisa liat2..cuman mbak2 nya udah gak ada lagi..padahal gue pengen banget beli buku komiknya..jadi gak bisa seh..tapi mo coba dateng siangan besok2, masih sebulan ini kan...dan gue liat komik yang lo buat..addoooww saluutt dehh ama es duren..nyesel kenapa gue pas kecil di suruh les gambar ama nyokap gak mau yah..dua sisi dindind tempat komik lo di pajang gue pelototin satu persatu..dan kesimpulan gue : Kamu memang JS banget yah..ada banyak makanan yang di sebut disana membuat perut gue jadi laper *kebetulan malem itu belom makan* . Ta, yang pake baju merah itu si Peter van Dongeng nya ???? huaaa ganteng yaah sepertinyaaaa....

    ReplyDelete
  3. Febeee makasih udah mampir ke sana :) Katanya bukunya laris manis tu, cepet abis di toko2 buku juga. Dan emang, di diary gue banyak makanan! Hahahaha!
    Peter van Dongen, iya dia yg pakai kaos merah ini. Tampangnya nggak belanda2 amat, memang lebih kuat gen melayunya. Ganteng ya ;) dan ada dua pula yg begini (dia kan saudara kembar, laki2 juga). 'Sayang' dua2nya udah ada yang punya.. hueheheheheheh

    ReplyDelete
  4. Suittt suitttttt..... kerennya description ini. PS: iyaaaa, kok kemaren2 pas liat kartun rampokan ini kebayangnya Peter ini udah tuwir. taunya... :D :D :D.

    ReplyDelete
  5. Adoohh.. ini yang rada gawat, ntar para pembimbing (dan bos2 di kampus di Bandung) malah pada nanya, katanya bikin disertasi, kok malah ngomik hayooo? :))

    ReplyDelete
  6. Yes, same here :) My mother took plenty but then, being technologically challenged (as she put it herself), she has to wait for my brother to transfer the photos from the camera to the computer for her.

    As soon as the Erasmus Huis contacts me for the travelling exhibition arrangement, I'll surely suggest the copying idea to them.

    ReplyDelete
  7. mba skrg aku tahu...kenapa dirimu sering cerita ttg si Rampokan ini dan Peter Van Dongen.... tyata oh tyata... orgnya tampak kiyut dr samping :D kkekekekkekkeee....

    ReplyDelete
  8. Lho Ka, jangan salah.. dia pernah jadi cover majalah Moesson lho :P

    ReplyDelete