Wednesday, August 31, 2005

Who goes to Erasmus Huis Jakarta next week?




Yesterday, Erasmus Huis Jakarta started spreading this invitation (copied below). My name was actually misspelled in the original version, but I've fixed it here and at the copies I sent to several mailing lists.
It's a pity that I can't be there to help preparing the exhibition and to attend the opening; not even witnessing the display and such. I haven't even met Cahya and Beng, other artists, in person :) I only hope that my family (Tiyas, you hear? heh heh) and friends send me photographs and stories about the happenings.
As for my colleagues, I like their works very much. Peter van Dongen, I won't talk about in length, because I have written about him a lot of times here in my Multiply. Motul, is really good with his Kapten Bandung. His Hergé style, clean lines and flat colors, give his Kapten Bandung album a Tintin look. As I've mentioned before, I haven't met Cahya and Beng in person, nor seen their comics, except a few panels that Motul sent me several weeks ago. So I can't make comments on their work, except that their skills are above the average of Indonesian comic artists.

Why does it seem like a big deal for me? Well, it's nice to have your work appreciated and recognized by an institution such as the Erasmus Huis. Especially when you don't see your exhibited work as "work", and that your spare time doing the work actually worths the 'trouble'. And because I'm actually not a real cartoonist (I've never had any published book.. yet).

Anyway, I put this announcement here as a milestone of my 'other' profession. Perhaps I'll put more attention to that side of me once I'm done with my dissertation :)



=============================================
An Exhibition of Peter van Dongen, stripcartoonist
Opening Exhibition - Erasmus Huis - Jakarta
Tuesday, 6 September 2005 - 19.30


Exhibition - 7 September - 30 September 2005
Venue:
Erasmus Huis
Jl. H.R. Rasuna Said kav. S-3
Kuningan - Jakarta Selatan 12950
Tel. 021 - 524 1069

Free Admission


+++

Peter van Dongen and a new generation of Indonesian cartoonists.

Inspired by the celebration in Indonesia of 60 years of Independence, the Erasmus will present the work of the Dutch strip cartoonist Peter van Dongen (Amsterdam, 1966) together with drawings by representatives of a new generation of Indonesian cartoonists that is influenced by the European style of comic books: Motul, Tita, Cahya and Beng.

In 1990 Van Dongen's debut Muizentheater (Casterman) was published. In 1991 Muizentheater/Theatre of Mice earned Van Dongen de 'Stripschappenning' (award from the Dutch society of cartoonists) for the Best Comic Book of the year.
In 1998 Van Dongen published a new book: Rampokan: Java (Oog&Blik).
This tale about the independence struggle in the former Dutch colony of Indonesia (the land of Van Dongen's ancestors) was even better received than his debut. Again, it earned Van Dongen de 'Stripschappening' for the Best Comic Book of the year 1999 and also the 'Prix du Lion' 1999 in Bruxelles. Rampokan: Java was co-published by Joost Swarte and earned both author and publisher the 1998 Dutch Award for Best Book Design.
The second and last volume of Rampokan: Rampokan: Celebes was published in 2004.

+++

Peter van Dongen dan generasi baru kartunis Indonesia.

Diilhalmi oleh perayaan di Indonesia sehubungan dengan 60 tahun Kemerdekaan, Erasmus Huis akan menggelar karya kartunis Belanda Peter van Dongen (Amsterdam, 1966) bersama karya lain dari generasi baru kartunis Indonesia yang banyak dipengaruhi oleh gaya buku komik Eropa: Motul, Tita, Cahya dan Beng.

Tahun 1990 Van Dongen melakukan debut dengan diterbitkannya Theatre of Mice (Casterman). Pada tahun 1991, karya Van Dongen ini memperoleh penghargaan Buku Komik Terbaik dari 'Stripschappenning', sebuah penghargaan dari komunitas kartunis Belanda.
Pada tahun 1998, Van Dongen mengeluarkan buku baru berjudul Rampokan: Java (Oog&Blik). Dongeng tentang perjuangan kemerdekaan di Indonesia, yang merupakan tanah leluhur Van Dongen ini mendapatkan sambutan yang lebih baik dari pada debutnya. Kembali Van Dongen memperoleh penghargaan Stripschappening untuk karyanya ini sebagai Buku Komik Terbaik tahun 1999 serta penghargaan 'Prix du Lion' 1999 di Brussel. Rampokan: Java turut diterbitkan oleh Joost Swarte. Pada tahun 1998, baik penulis maupun penerbit memperoleh penghargaan untuk Disain Buku Terbaik. Edisi kedua dan terakhir Rampokan berjudul Rampokan: Celebes diterbitkan pada tahun 2004.
=============================================



[Illustration: by Peter van Dongen, from "Waarom Die Vlag Toch?!": De geschiedenis van Indische Nederlanders, published by Stichting Het Indisch Huis, 2004, to be distributed to school students. This illustration accompanies the original invitation from Erasmus Huis Jakarta]

Sunday, August 28, 2005

MirrorMask

Rating:★★★★★
Category:Books
Genre: Entertainment
Author:Neil Gaiman & Dave McKean
Helena adalah seorang gadis remaja yang tumbuh besar di lingkungan sirkus yang dikelola ayahnya. Malam itu, ia bertengkar lagi dengan ibunya, Joanne, karena masalah yang sama: Helena bosan tampil di sirkus dan ingin hidup jadi orang normal, di luar dunia sirkus. Malam itu juga, Joanne tiba-tiba jatuh sakit dan harus segera dirawat di Rumah Sakit. Helena harus tinggal bersama seorang bibi dari ayahnya, sementara Joanne menjalani perawatan hingga harus dioperasi.
Suatu malam, ketika Helena keluar dari rumah, ia tiba-tiba terjerumus ke sebuah dunia lain. Melalui pertemuannya dengan Valentine yang membawanya ke negri Kota Putih-Kota Hitam, di mana berbagai makhluk ajaib tinggal dan di mana semua orang mengenakan topeng, Helena memulai petualangan luar biasa..

Di negri itu, Ratu Kota Putih sedang tertidur, karena hilangnya sebuah jimat, sehingga Ratu Kota Hitam dan bayangannya mulai mendominasi seluruh isi negri. Keseimbangan menjadi terganggu dan seisi Kota Putih mulai runtuh termakan bayangan hitam. Ke mana hilangnya jimat itu? Putri Ratu Kota Hitam telah mengambilnya dan memakainya untuk melarikan diri dari istana ibunya, untuk pergi ke "dunia nyata". Ia sudah bosan jadi putri yang terus didikte ibunya.
Helena, yang rupanya mirip dengan sang putri, harus membangunkan Ratu Kota Putih dengan menemukan jimat tersebut, untuk dapat kembali ke dunianya, ke ibunya yang sedang menjalani operasi, juga ke ayahnya dan sirkusnya. Jimat tersebut adalah sebuah topeng cermin (MirrorMask). Dalam usahanya ini, Helena dan Valentine harus mengakali para Sphynx, berbicara dengan sepasang raksasa melayang, bekerja sama dengan makhluk monyet-burung, menebak ratusan lubang kunci, dan mengalami berbagai kejadian mendebarkan lain.


Buku ini memuat script dan storyboard dari film MirrorMask, yang digarap oleh Neil Gaiman dan Dave McKean. Seluruh produksi desain dan efek visual film ini pun digarap oleh McKean, yg telah berkolaborasi dengan Gaiman selama lebih dari 18 tahun. Dalam buku script ini, Gaiman tetap memasukkan barisan kata2 dan adegan yang tidak mereka pakai dalam film, karena pertimbangan waktu dan budget. Film dari The Jim Henson Company (pembuat seri pertunjukan boneka legendaris, The Muppet Show) ini memang diproduksi dengan dana terbatas, sehingga efek visual pun diakali sedemikian rupa, supaya meskipun tekniknya sederhana, tetap harus menampilkan kualitas tinggi - dan sangat khas bergaya McKean.

Percakapan dalam script mengalir lancar, sementara storyboard juga memegang peranan penting dalam menceritakan kisah ini. Kisah MirrorMask ini memang banyak mengingatkan kita pada petualangan Alice in Wonderland (dengan atmosfir "dunia lain" dan makhluk2 ajaib), atau pada Coraline (dalam hal "ibu lain" - sebab baik Ratu Hitam maupun Ratu Putih, semuanya mirip dengan Joanne, ibu dari Helena, juga dalam hal "jimat" - yang selalu memegang peranan penting). Namun Gaiman dengan lihai dapat memainkan persambungan antara dunia nyata Helena dengan negri Kota Putih - Kota Hitam tersebut. Bagaimana dunia dan makhluk-makhluk di negri misterius ini bersambungan dengan gambar-gambar Helena, atau bagaimana Helena bercakap-cakap dengan Joanne yang berganti rupa menjadi Ratu Putih dan sebaliknya, atau bagaimana sang Putri Ratu Hitam (yg menjadi Helena di dunia nyata, di sini ia disebut Anti-Helena) berinteraksi dengan Helena dan keluarga nyata Helena - semua menggugah imajinasi pembaca.

Sketsa-sketsa sederhana McKean berkarakter kuat, dan beberapa halaman berisi foto-foto dari lokasi shooting dan hasil rekayasa komputer menambah lengkapnya bayangan perupaan film itu di benak pembaca. Namun, McKean terkenal dengan berbagai kejutan visualnya, sehingga buku ini tidak saya anggap sebagai spoiler film, melainkan sebagai pengantar, sambil menunggu diputarnya film MirrorMask itu sendiri. Atau, lebih tepatnya, sambil menunggu interpretasi McKean atas tulisan Gaiman sekali lagi, namun kali ini dalam bentuk film dan animasi.

Sebagai tambahan, di akhir script terdapat lampiran korespondensi antara Gaiman dan McKean, sehingga kita bisa mengikuti perkembangan produksi film ini. Dari sini kita dapat mengetahui ide dasar cerita yg dikarang Gaiman, lalu ditimpali oleh McKean dengan masukan2 baru, dengan pertimbangan peralatan yang tersedia (dan dalam budget) untuk memvisualkan seluruh cerita.
Dari sini pula kita bisa mengetahui konsep dan analogi cerita, yang menganalogikan petualangan Helena di negri Kota Putih - Kota Hitam ini sebagai perjuangan benak dan batin Helena sendiri dalam menghadapi kenyataan bahwa ibunya harus dioperasi. Sehingga bayangan hitam pun digambarkan bagai kanker yang merambat ke mana-mana dan meruntuhkan sekelilingnya. Helena yg tidak dapat berbuat apa2 utk menolong ibunya di dunia nyata, berhasil memenangkan perjuangan ibunya melawan penyakitnya, melalui petualangannya ini.


Mirrormask
Neil Gaiman & Dave McKean
(C)HarperCollins Publisher, 2005
ISBN# 0-06-079875-0

Tambahan:
MirrorMask juga akan diterbitkan sebagai buku bacaan untuk anak-anak, bisa dilihat dari newsletter-nya America Book Center.
Juga terdapat buku The Alchemy of Mirrormask, oleh Dave McKean.

Berikut ini adalah cuplikan dari jurnal Neil Gaiman mengenai trailer MirrorMask
============================
Tuesday, June 14, 2005
MirrorMask exclusive
posted by Neil 6/14/2005 05:41:00 PM
(I've edited this to update it now the link is current, and to add a few more MirrorMask links.)

There's a MirrorMask exclusive at Yahoo -- a new trailer. It's now up at http://movies.yahoo.com/feature/mirrormask.html in Windows Media and in Quicktime. (I believe it's up for a limited time.)

Spread the word. Spread the link. (If lots of people watch the trailer then Sony Pictures will know that lots of people want to see it.)

According to their MirrorMask page at http://movies.yahoo.com/shop?d=hv&id=1808624595&cf=info it's going into US release on September 30th 2005, which sounds about right.

(Here's a direct link to the Yahoo trailer in Windows Media format.)

And, for those who were wondering, the actual MirrorMask site is http://www.sonypictures.com/movies/mirrormask/main.html

And the old trailer (which has actual movie music on it, which neither the first one or the new one do) is currently up at:
http://www.sonypictures.com/previews/player/movies/mirrormask/ in Windows Media and Real format.
============================

Thursday, August 25, 2005

Where have all the days gone?!




All of a sudden it's only two weeks away until I have to submit my next progress report! And, in my week, there are perhaps less than 3 days of work. OK, we've spent 3 weeks in Roosendaal without me having any access to my paperworks. The only meaningful research day was when I met Dr. Janssen at TU Eindhoven (he used to be my tutor when I did my Master's thesis, and now I'm consulting him again especially for the bamboo section of my dissertation). Let's see where the days have gone..

MONDAY
I and Dhanu (who's still on holiday) went to Delft in the morning, before going to Den Haag (Lindri went to the day care and Syb worked, of course). This day is the first moving day of my research section at TU Delft, so there, on the 6th floor of the Civil Engineering building, were stacks of boxes and upturned desks. Working men walking here and there, and my colleagues being tossed between their old and new rooms (most went home around noon).
In the train I've told Dhanu that we would go to my school and he got so excited about it (last time he was there was when he's 4 months old). So when he saw the mess, he became even more excited, "What a mess!" he said with delighted, gleaming eyes scanning around.
My business here that day was only to drop my old room key to Marijke, the section's secretary, and deliver some papers and books to Deepa, my colleague from India. But I didn't see them anywhere. Luckily Oguzan, my Turkish colleague, was there! I haven't seen him for about 2 months, him having his military service and all. After exchanging some greetings, I gave those stuff to him to give to Marijke and Deepa, before leaving the building. On to Den Haag!

We arrived at about 11:30 in Den Haag. The Ministry of Foreign Affairs (Minbuza) is said to be next door from the Central Station. But I and Dhanu walked to the opposite direction and found the Ministry of Internal Affairs instead. Walking back, Dhanu said that he's hungry and he wanted "Crab Burger" (= "crabby patty" from that Spongebob series), so we dropped by BK. Dhanu got his kids meal: a burger, small fries, banana milkshake, and a silly, silly toy. I ate salad with grilled chicken. Then we walked to find the courier dienst section of the Minbuza. After asking a security person (one among so many around the building), I finally found the entrance: a door at a small trailer which is parked alongside the back of the building. Getting in, I and Dhanu found ourselves in a tight cubicle with a counter at our front. This counter is similar to the ones you see in money exchange offices. A woman approached and I said, "I have a package to send to Erasmus Huis Jakarta". She said OK, give it to me so I put the package in the sliding drawer. She picked it up and said allright and then dissapeared with the package. I stood there and exchange glances with Dhanu for a while, "Just that? Already?!" Dhanu shrugged so we left.
"Where are we going now, Ibu?"
"We're going home, to Amsterdam"
"But we haven't been to the kermis in Den Haag! I saw it on TV there's a kermis here! I want to go to the kermis!"
"Well, there's no kermis now so we can't go to any. But next year, perhaps"
"Oh OK.."
Easy.

TUESDAY
I could work some in the morning. At least replying mails. Around noon, a person came to install a water meter inside the house. Then after lunch, I took Lindri out to Lambiek. I haven't been there for more than a month and I couldn't postpone anymore. Dhanu stayed home with Syb, because later Syb would take him to a colleague's house where he can play with the colleague's daughter while the big people work.
There weren't many people at Lambiek. I got in, parked Lindri's stroller near the counter and got Lindri off the seat, and she was happy to be free. I told Bas that I would like to have my Mirrormask script-book now. I've asked him to save that one for me long ago, until I feel like it's time to spend money on comics again :)
Lindri felt at home at Lambiek. She walked here and there and only checked my position with the corner of her eyes. She tried to sit on a small bright orange beanbag seat and then lift it and tried to move it around. She repeatedly bent over to observe small figurines that are displayed in a tall glass box. She went to the door to watch the street, and then started pushing the T-shirt hanger rack around. Very busy.
So I got the Mirrormask (worth the money, trust me!), the newest MYX Magazine ("Tintin a racist?" was printed at the cover - new mag, old subject), and a copy of old Scriptschrift magazine that especially features Peter van Dongen. I wanted to go home rightaway to enjoy the books, so I caught Lindri, strapped her back in the stroller and said bye. Lindri was very happy with the Smurf figurine she got from Bas (it's Joker Smurf, so he has a big present in his arms) - she even hold it tight in her sleep that night.
I haven't done reading the Mirrormask yet, but once I do, I'll write a review about it. I must.

WEDNESDAY
Syb left to bring Lindri to Doenja, the day care, in the morning. Then he returned home until it's time for him to go to work. Dhanu was busy playing with his Meccano and Lego and then watched the CBBC channel, which has his favorite programs in the afternoon: Bob the Builder and Thunderbirds. I could do some work for a while, until the phone rang at around 13:30. This must be Tia, I thought, and I was right.
We have been contacting each other through Multiply, and she and her husband Agam were in Amsterdam that day and we agreed to meet. So I and Dhanu left at about 14:00, then called Deden, a friend of Agam who was going to meet them, as well. When we arrived at the station, and met Deden, Tia and Agam were still on the way back from Volendam (traffic jam, they said).
About 15:00 or later, we finally met. Then we walked and talked towards Sie Joe, which unfortunately was closed, so we walked back to find any place where we could eat. There was a small eating place next to McDonalds and Burger King and FEBO, which sells typical Dutch 'junkfood', so we settled there. Chicken schnitzel, chicken 'sate', and patat met for Dhanu. Afterwards, we walked to Dam, took some pictures, then we said bye and went to separate way. It's a pity I couldn't take them around for a while, because I still had to do my grocery shopping and cook before Lindri and Syb got home later that day. But first, there's something to do.

I and Dhanu took a tram that went through Leidsestraat and got off nearer to The New English Bookshop. I looked for the book that Yohan wants, but it's no longer there. I asked a shop personnel who went to look for it but she said it's possible that they're sold out. So I bought a Roald Dahl's cooking book and we went to another New English Bookshop, near Muntplein. My eyes scanned the shelves quickly and then.. voila! There it was! The only one left!

THURSDAY
I went to Delft, into my 'new' office. I am now sharing the room with Claudia, an Italian colleague. Andrea, a German colleague, has a room accross ours, so it's easier for us to signal each other when it's lunch time :D
Nothing much happenned that day besides a bit of a discussion with Deepa and then with Alex, who keeps reminding.. no, warning me about my timing (well, it's his job as an associate professor, I suppose). My day was full of boring work. But Syb and Dhanu and Lindri...

Beppe, a friend of Syb, made an appointment to pick up Syb and the kids and take them to her studio. She's an artist and her workshop/ studio is in Purmerend, and it was an old small train station. When I got home, Syb told me that the kids had fun. They would.
It's such a spacey studio where a lot of interesting stuff of all sorts of materials and forms are lying around. The kids were given Play-Doh to play with, but they also played with other things. Moving stuff here and there (kids like to re-decorate any room, I guess), playing with old buttons (that belong to the station) and watching trains passing by (not stopping; this station is no more used). They got so tired that they've been sleeping a lot when they got home.

FRIDAY
That's tomorrow, when Syb goes to work and I stay with the kids. Then it's weekend. Then the week is already over again, all of a sudden. Time does fly.

Sunday, August 21, 2005

Agenda andalan


Ini sampul depan si agenda andalan, belakangnya hitam polos saja. Di kanan bawah itu sticker salamandar, logo/ maskotnya Babel Design, tempat saya magang th 1995.

Jaman kuliah di Bandung dulu, saya punya buku harian andalan. Buat nyatet deadline, janji2, alamat, nyimpen kartu nama, dll. Agenda ini masih kebawa2 terus ke Belanda, tapi sudah mulai terabaikan sejak semua janji dan data telah terpindah ke komputer. Di sini saya pasang foto2 yg terpasang di tiap batas pergantian subyek pada agenda andalan itu.

Thursday, August 18, 2005

Akhirnya, 17an di Den Haag



Sudah sejak 1998 saya tinggal di Belanda, tapi belum pernah ikutan acara 17an di Den Haag - hingga kemaren ini! Itu juga dalam rangka 'mampir' dari Rotterdam, sebelum pulang ke Amsterdam.. hehe..


Hari sebelumnya (16 Agustus) saya sudah janjian dengan Ika, ngajak dia ke Museum Boijmans di Rotterdam. Boijmans ini museum yg menyimpan (sejarah dan karya2) applied arts, crafts & design, sempat tutup lama sekali untuk direnovasi, jadi saya belum ke sana lagi sejak sekitar 5 th yang lalu. Lagipula, di Boijmans sedang ada pameran temporer ttg salah seorang perintis komik underground asal Amerika, Robert Crumb. Nah beres, jadi tiket p-p Amsterdam-Rotterdam bisa sekalian utk ke Den Haag!


17 Agustus pagi: Museum Boijmans, Rotterdam.


Berhubung stasiun Amsterdam Centraal lagi kesulitan akses kereta (kalau ada kereta pun, pasti penuh sesak dengan turis2 kebingungan), saya dan Dhanu berangkatnya dari stasiun Amsterdam RAI. Turun di Schiphol, ganti naik yg ke Rotterdam, sampai sekitar 11:30. Langsung telpon Ika yg katanya masih di kereta. Ya sudah, beli makanan dulu utk Dhanu sambil nunggu Ika. Oh iya, sambil nge-print peta gratisan dong, di pojokan stasiun :)


Setelah Ika dateng, kita cari tram nomer 5. Jalan sih bisa, tapi kelamaan dan agak kejauhan buat Dhanu. Hari cerah banget, malah cenderung panas. Sebuah kemewahan cuaca di Belanda yg hampir selalu basah dan berangin. Kami turun di halte Museumpark, langsung di sebelahnya Museum Boijmans. Tiket masuk dikorting 50% berhubung kami masing2 punya Voordeel-urenkaart, dan Dhanu masih gratis.


Ternyata, Museum Boijmans tidak banyak berubah. Sebagian besar koleksinya (terutama yg lukisan dan patung dari abad pertengahan) masih tetap sama; ada karya2 Vincent Van Gogh, Edgar Degas, Paul Klee, Piet Mondriaan, Salvador Dali, dll. Menurut info kuratornya dulu, Boijmans memilih karya2 yg menampilkan benda pakai sehari2, seperti alat dapur, alat nelayan/ bertani, dll.


Koleksi yg lebih 'baru' antara lain adalah perangkat makan (termasuk cawan, piring2 saji dan berbagai wadah keramik) dari tahun 1600an hingga karya2 Ettore Sotsass dan Alessi, dan berbagai perabot dari pabrik kopi Van Nelle. Di bagian gedung yg baru direnovasi, ada karya2 desain 'konseptual'. Ada satu ruangan yg dinding2nya dipenuhi poster2 komersial Hema yg bertema "altijd jezelf" (= always yourself), yg modelnya adalah orang2 biasa (bukan model super cantik/ganteng). Ini salah satu berita ttg poster2 Hema itu (berbahasa Belanda). Ternyata, ada yg saya kenal di salah satu poster itu: Monica (orang Belanda keturunan Indonesia) dan bayi, Mels. Poster2 ini adalah karya fotografer yg termasuk dalam "Project Rotterdam" yg menampilkan karya2 seniman dan desainer muda.


Pameran Robert Crumb menampilkan sebagian isi dan sampul majalah karya Crumb. Pada dinding terdapat sketsa2 asli Crumb, baik sketsa yg ia buat di lembaran2 buku tulis (terlihat jelas bahwa di baliknya juga ada gambar2 lain!) maupun yg merupakan lay out 'jadi' yg siap cetak utk majalahnya. Gambar2nya ketika berusia 15 th sudah menunjukkan kesungguhannya utk menekuni bidang ini, studi bentuknya sangat mengagumkan. Gambar2 khas Crumb adalah bentuk2 badan (wanita) dengan proporsi berlebihan ("Kelemahan saya adalah pada cewek2 bongsor", kata Crumb), dan hampir semuanya vulgar. All in all, dari pameran Crumb ini saya jadi bisa punya bayangan, gimana pameran komik yg bagus dan representatif itu.


Wisma Duta, Wassenaar


Dhanu bilang dia bosan. Dilihat2, pantas saja, sudah lewat jam 12 siang! Sayang masih harus ke Den Haag, padahal hari cerah begini tepat banget utk jalan2 di Museumpark-nya Rotterdam. Begitu keluar museum, kami langsung nyegat tram utk balik ke stasiun, dan naik kereta ke Den Haag Centraal. Dari sana, kata Ika (yg sudah nelpon Ave, yg sudah sampe di tempat kejadian, utk nanya2), naik bis nomer 90 yg ke Haarlem. Ternyata nggak usah repot2 nyari, di salah satu halte bis kelihatan banyak 'tampang melayu' ngumpul. Nah, pasti ini! Ada juga bis nomer 90 tapi masih ditutup pintunya. Nggak lama kemudian, ada petugas bis yg bilang, bisa naik bis no. 88 (yg diparkir di sebelahnya) utk ke tempat acara 17an: di kediaman dubes RI utk Belanda, di Wassenaar. Saya, Ika dan Dhanu ya ngikut aja :)


Tiba di halte tujuan, semua turun dan nyebrang jalan tol (lewat penyebrangan di bawah jalan dong), dan langsung terdengar suara musik di kejauhan. Di persimpangan jalan, sebelum belok masuk ke rumah dubes, ada sekumpulan orang demo, yg dijaga bbrp polisi. Begitu orang2 mendekat, ada yg mbagi2 selebaran (berbahasa Belanda). Ternyata mereka itu demo atas nama RMS. Belakangan baru saya tau bahwa tiap taun, tiap acara 17an, mereka memang selalu demo begitu. Tapi nggak ada hasilnya.


Setelah melewati detektor di gerbang rumah, kami masuk, langsung belok ke arah halaman rumput. Waduh penuhnya. Banyak yg duduk2 di atas terpal2 biru yg digelar di rumput. Anak2 lari2an. Panggung nggak keliatan krn ketutup banyak orang. Mau jalan aja susah, kasian Dhanu yg pendek, kepalanya kesenggol2 orang2 lewat yg jalan nggak liat2. Main terobos aja. Bener2 kerasa seperti di Indonesia :)


Ika langsung telpon2an lagi sama Ave, nanya posisi dia, dan akhirnya ketemu (di tenda salah satu sponsor). Lalu kami langsung ke lapangan sebelah: tempat tenda2 makanan! Nah, mulai deh berburu :D Satu lapangan yg sisi2nya dipenuhi berbagai tenda penjual makanan. Semuanya penuh orang mengantri, tapi nggak parah2 banget sebab kita masih bisa diladeni dengan cepat. Baunya sudah semerbak enak ke mana-mana..


Yang penting ngasih makan Dhanu dulu, jadi harus beli makanan yg dia pasti suka. Sate ayam! Pakai lontong, biar nggak repot. 6 Euro (huuee.. tapi mau gimana lagi). Pas baru mau makan, disamper sama Riboel dan rombongan Arnhem-nya, yg mau foto2. Pantes pada pake batik dan baju rapih (mana fotonya woy, pasang di Multiply sini dong!). Habis makan sate, saya bawa Dhanu berteduh di kios di tengah lapangan, sekalian dia bisa duduk di mejanya. Terus beli es shanghai (1,5 Euro, semangkok kecil). Lumayan, panas2 gini makan es serut, dan Dhanu doyan - sampe nambah semangkok lagi.


Masih laper! Beli apa ya. Pokoknya makanan yg nggak bisa bikin sendiri (filosofinya Ika) atau makanan yg jarang2 ada di warung2 Indonesia. Nah, ada bubur ayam.. 5 Euro, tapi lumayan nendang lah. Sayang Dhanu nggak mau, jadi terpaksa diabisin sendiri. Terus nyobain es warna biru, pake rumput laut - tapi Dhanu tetep ngabisin es serut dan cincau di dalamnya. 1,5 Euro. Habis itu udah deh.. nggak hambur2 lagi, cuma beli klappertaart (2 kotak kecil, masing2 1 Euro) dan 2 bongkah gethuk lindri (masing2 1 Euro) - terutama utk nunjukin ke Syb, ini lho makanan yg namanya ada "lindri"nya. Sempet ketemu Teddy sebentar di situ, sebelum saya dan Dhanu ke lapangan sebelah utk nyari Ika dan yg lain2.


Dhanu udah capek dan ngantuk beraaatt.. dia ngelendot2 terus sambil kita ngobrol (dan foto2 tentunya, ada Ika sih), sampe akhirnya harus digendong. Dia dapet satu balon warna kuning, yg harus dibawa sampe rumah (= saya yg bawa2). Orang2 masih pada berdatangan, macem2 sekali jenisnya. Dari panggung mulai terdengar lagu dangdut, dan banyak yg joget2 di atas panggung. Penuh sekali, sampai nggak keliatan dari jauh. Sekitar jam 3 sore, saya dan Dhanu dan Ika berangkat pulang, jalan ke halte bis. Eh ketemu Oom Lucas (Lucas Abedy, pengomik) di gerbang keluar rumah dubes, jadi menyempatkan bersapa sebentar sebelum lanjut jalan. Di persimpangan jalan, beberapa orang yg demo RMS sedang mengibarkan bendera mereka, dan di latarnya kelihatan para tokoh2 demonya sedang diwawancara sebuah stasiun TV.


Sampai stasiun Den Haag Centraal, langsung pisah dengan Ika yg harus segera kembali ke Delft. Saya dan Dhanu pas banget ketinggalan kereta yg ke Amsterdam, jadi harus tunggu 30 menit. Ngapain ya? Pertama mampir ke Bruna (toko buku) dulu, beli bacaan ringan buat Dhanu. Terus Dhanu minta milkshake, yg adanya di Burger King (sayang di Den Haag CS nggak ada Swirl's!). Baru deh kita naik kereta.. ganti di Schiphol, turun di Amsterdam RAI, mampir Albert Heijn di seberang rumah utk beli makan malam (tortellini!), baru pulang.


Hari ini penuh benar, dan ternyata terasa capek juga setiba di rumah. Senangnya, pagi tadi ke museum dulu, jadi pergi kemaren itu bener2 ada gunanya. Coba kalau hanya pergi utk ke Wisma Duta, wah, mending enggak dehh :P


[gambar/foto dari Internet: sampul salah satu buku Robert Crumb, gedung Museum Boijmans dari arah setopan tram, dan Museumpark di Rotterdam]



*edit to add* Ada foto2nya di tempat Ika

Tuesday, August 16, 2005

Amsterdam Experience




About 3 weeks ago, Farah (from Milan) and Roby (from New York) made a stop-over in Holland (Farah on her way to Indonesia, Roby on his way back to NY from Germany). Sunday, Roby gave a presentation in Den Haag. Monday, I picked up Farah at Schiphol and we met the rest at Amsterdam CS (Roby, Ave, Ika). The next day (Tuesday) Roby left early and then Ayu came and joined us. Here's what we did in those three days.

Sunday, August 14, 2005

Wisata manja




Beberapa hari yang lalu, di luar cuaca sedang nggak jelas (cerah-bermatahari dan mendung-gerimis bergantian), di dalam rumah anak2 main Lego dengan saya, sambil ngobrol sesekali dengan ibu mertua yang mondar-mandir nyuguhin teh dan kue-kue (ini mertua memang full service banget). Ada satu bahan obrolan yg nyangkut terus, harus segera diumbar di sini, biar lepas.

Mertuaku bilang, ia baru2 ini baca ttg sebuah resort di Turki yang semuanya mirip dengan Amsterdam: rumah2nya, kanal2nya, hotel, toko, segala café dan restorannya (mungkin minus coffee shop dan XXX ya.. dan sepeda2 yg ganas di jalanan :P). Katanya, tujuannya adalah untuk para wisatawan dari Belanda yang ingin berlibur ke Turki, tapi maunya diladeni dengan fasilitas yang persis dengan di Belanda (atau lebih spesifik, Amsterdam). Malah, belakangan banyak complain dari para wisatawan Belanda yg pergi ke resort itu, bahwa ada terlalu banyak orang Perancis dan Jerman juga di situ.

"Why..?!" kata2 yg pertama keluar dari mulut. Ya memang sih, ada (banyak!) orang2 yg kalau pergi berlibur ke negara lain, harapannya adalah treatment dan lingkungan yg sama persis dengan tempat asalnya. Tapi kasus ini, bener2 seperti 'Amsterdam pindah' - hanya saja keberadaan sinar matahari dan kehangatan lebih bisa dipastikan. Hm, atau itu ya maksudnya: karena tak mungkin memindahkan cuaca Turki ke Belanda, ya Belandanya saja yg dibawa ke Turki. Tapi tetep aja, kitsch! Hahahaha..
Yang jelas, kalau saya ke Turki suatu hari nanti, yang pertama2 saya hindari adalah resort 'Amsterdam pindah' ini :D

(foto2: ngambil di Internet, dari hasil ngGoogle image)

Saturday, August 13, 2005

100 Bullets

Rating:★★★★
Category:Books
Genre: Comics & Graphic Novels
Author:Brian Azzarello (writer) & Eduardo Risso
Hidupmu berjalan biasa2 saja. Yah, mungkin sebenarnya cenderung kacau, atau membosankan, tapi tetap saja berlangsung tanpa gairah. Dalam hati kecilmu, kau tau bahwa kacaunya jalan hidupmu ini adalah akibat kelakuan seseorang, yang hendak kau beri ganjaran setimpal, andai kesempatan itu ada..
Tiba-tiba, seseorang menghampirimu. Laki-laki ini berusia tengah baya namun terlihat masih tegap, berperawakan sedang, berpakaian rapih, berpotongan rambut pendek dan bertampang keras, namun tetap ramah. Ia tahu namamu, dan masalahmu yang terdalam; ia menawarkan sebuah koper berisi sebuah pistol dan 100 buah peluru yg tak akan dapat dilacak. Tidak hanya itu; di dalam koper itu terdapat foto seseorang yang bertanggung jawab atas kacaunya hidupmu - disertai berkas2 lengkap yang membuktikan hal itu. Kau telah diberi sebuah pilihan, sebuah pistol, dan 100 butir peluru tak terlacak. Apa yg akan kau perbuat?


Demikianlah inti dari awal seri berjudul "100 Bullets" ini. Laki-laki misterius itu, yg menyebut dirinya Agent Graves, menghampiri para tokoh di kisah ini satu persatu dengan cara demikian. Pada awal cerita, terdapat kesan bahwa orang2 yang dihampiri Graves adalah random, sebab lokasi dan status dari satu tokoh dengan yang lain sangat bervariasi. Tapi dengan segera kita mengetahui bahwa mereka mempunyai banyak persamaan. Satu persatu para tokoh ini 'dibangunkan' oleh Graves, langsung terseret ke dalam plot yang lebih padat, ke sebuah jaringan penuh intrik, kekerasan sekaligus kemewahan, dunia kriminal jalanan sekaligus permainan tingkat tinggi.

Duet Brian Azzarello (writer) dan Eduardo Risso (artist) memang saling memunculkan kehebatan masing2 dalam seri 100 Bullets ini. Kehandalan Azzarello dalam menuliskan naskah terlihat, antara lain, dari ketepatannya memasukkan slang dan istilah2 khusus dalam dialog, sesuai dengan setting (lokasi, adegan) dan para karakter yang dikisahkan. Alur cerita yang agak kompleks, namun tetap kompak, menyajikan suspense di sana-sini - namun jelas-jelas berkembang ke klimaks. Seperti berjalan melalui petasan2 kecil untuk menuju ke ledakan dinamit.
Melalui gambarnya, Risso mengimbangi - kalau tidak bisa dibilang memperkuat - plot yang ditulis Azzarello. Gambar yang berkesan realis, namun tetap memanfaatkan medium 'komik' untuk menekankan berbagai ekspresi - mulai dari yang ringan dan konyol, lembut dan menggairahkan, hingga ke brutal, babak belur dan cedera parah. Sebagian besar panel didominasi kegelapan dan bayangan yang sangat sesuai dengan atmosfir cerita: misterius, gelap, dan, kalaupun sempat senyap, lebih mirip kesunyian sebelum badai melanda.

Hingga kini, koleksi 100 Bullets saya sudah sampai (trade paper back) jilid ke-8. Dan seri ini masih berlangsung, entah sampai jilid berapa. Bagi saya, yang paling menarik adalah membaca cerita di balik cerita utama, melalui gambar2 Risso. Perhatikan detail, baik elemen maupun karakter yang muncul di jilid awal, yang dapat muncul lagi di jilid2 berikutnya. Perhatikan bahwa Risso juga sering menggambarkan adegan yang sama sekali berbeda dari konteks cerita utama, namun memiliki kisah sendiri, tanpa mengganggu plot. Hampir tak dapat dipercaya bahwa duet Azzarello-Risso ini bekerja sama hanya melalui fax dan Internet, tanpa bertemu muka!

Lebih banyak lagi ttg 100 Bullets, ada di sini
Bintang 4 dulu kali ini, dan tunggu hingga serinya selesai nanti :)

(gambar: cover 100 Bullets vol. 8)

100 Bullets
Brian Azzarello & Eduardo Risso
(C)Vertigo
ISBN 1563896451

Taman Hati-nya Faiz


http://masfaiz.multiply.com/
Waktu saya berangkat ke Belanda, lebih dari 6 th yang lalu, umur Faiz pasti baru sekitar 3 th. Lalu, 1-2 th lalu, dari cross-postings baik di e-mail maupun milis2, pertama kali saya baca tulisan Faiz berupa surat untuk presiden Megawati. Sejak itu, beberapa kali saya temukan lagi tulisan2nya lewat Internet, hingga kabar akan dibukukannya tulisan2nya.
Baru kemaren2 ini saya tahu bahwa Faiz punya Multiply juga. Ah senangnya, jadi bisa baca tulisan2nya yang lain. Yang selalu jujur dan menyegarkan, juga terkadang membuat haru. Bahan bagus utk refleksi diri. Terimakasih ya Faiz.

(gambar: sampul buku pertama Faiz)

Thursday, August 11, 2005

Syastira Lindri Dwimaharsayani (birthing story)






Seperti halnya posting sebelumnya, yg ini juga aku ambil dari arsip e-mail 'laporan lahiran' ke keluarga di Indonesia dulu.

Lahiran Lindri
(19 Oktober 2003)

Halo semua!
Umur Lindri udah (baru?) seminggu, tapi belum telat kali ya kalo mau cerita2 kelahirannya..
Pertama2, terima kasih untuk semuanya atas doanya sehingga proses kelahiran Lindri aman2 dan lancar2 saja, dan juga atas ucapan selamat dan perhatiannya. Aku sempet baca semuanya di e-mail di hari ke-dua, tapi waktu itu masih belum bisa duduk lama2 di depan komputer jadi nggak bisa langsung cerita2 (padahal kepengen banget)..

Jadi Hari Minggu lalu, dini hari (sekitar jam 3-an), rasa2nya kok perutku rada2 mules. Paginya pas sarapan aku bilang ke Syb, dia langsung bener2 beberes rumah: ngepel, ngatur2 baju, ngerapihin mainan2nya Dhanu, bersihin kamar mandi, dll. Sementara aku sama Dhanu santai2 aja. Aku sambil nyiapin makan malem juga: minestrone (sup Italia, padat dan 'nendang' banget).

Pas siang2 baru deh mulai yakin kalau mules itu kontraksi. Syb mulai ngitung jaraknya pakai arlojinya. Siang2 dan sore2nya sih masih bearable banget, tapi begitu udah jam 7-an (malam), aku mulai harus rada2 nungging. Si Dhanu dengan senang hati meniru2 ibunya nungging, atau menyodorkan wajahnya di bawahku sambil menyapa dengan riang,
"Halooo!".
Aku masih sempet makan malem sup itu, tapi nggak bisa banyak2. Syb juga nggak bisa makan terlalu banyak, "Too nervous", katanya. Dhanu nyantai aja - dia malah nambah, terutama 'cris-cris'nya (taburan shredded cheese untuk sup). Waktu itu jarak kontraksi udah sekitar 15 menit..

Jam 8 malem, Syb mulai nelpon midwife sebab jarak kontraksi sudah sekitar 6 menitan. Waktu ditelpon itu, si midwife baruuu aja selesai men-deliver seorang bayi. Katanya dia akan datang dalam waktu satu jam setelah selesai ngecek bayi yang baru lahir itu.
Abis Syb nelpon itu, jarak kontraksi makin deket. Aku pakai sebuah kursi untuk memposisikan diri, eh si Dhanu ngira aku ngajak main2. Jadi dia pake deh kursi itu. Terus si Dhanu kan lagi makan irisan apel, aku juga ditawarin melulu sama dia. "Ini apel, ibu. Enak. Mau?" terus-terusan padahal aku udah bilang ke dia, "Enggak, terima kasih".

Jam 9-nya bener si midwife datang. Dhanu yang udah ganti piyama, sikat gigi, dibacain cerita tidur, tentu saja jadi bangun lagi begitu tau ada orang datang. Apalagi si orang ini langsung sibuk2. Midwife yang datang ternyata adalah Manon - yang waktu aku periksa menemukan bahwa si bayi sudah engaged. Manon langsung periksa detak jantung bayi (beres) dan pulsaku (beres), lalu ngelihat hasil kontraksi. Ternyata udah bukaan 8, jadi dia bilang, aku boleh push kalau rasanya udah siap mau push.

Sementara itu jarak kontraksi udah 3 menit. Manon langsung nelpon Kraamzorg, untuk manggil asisten untuk delivery (Kraamzorg ini juga yang akan ngurusi ibu & bayi di rumah selama 8 hari setelah melahirkan - semuanya masuk ke dalam paket asuransi). Manon langsung mbuka koper midwife-nya, yang isinya alat2 membantu delivery, dan ngeluarin alat2. Dhanu langsung ikut2 mbuka boks mainannya dan ikutan ngeluarin mainan2nya dia. Terutama bola, yang kecil dia bilang punya dia, bola yang besar "Untuk ibu", sambil disodorin ke aku yang dengan meringis terpaksa menolak terus.
Manon minta ini-itu ke Syb (baskom untuk air, alas kain pelindung seprei, dll kebutuhan delivery), jadi Syb ambilin semuanya dari kamar belakang. Si Dhanu mbantuin juga, dia bawa barang2 dari kamar belakang - apapun yang dia temukan (wipes, popok..).

Manon bilang, prosesnya akan lebih cepet kalo air ketubannya dia pecah duluan. Dia bilang, tunggu sampai jam 10, kalau belum mulai push juga, ketubannya akan dia pecah. Pas sebelum dia mulai, orang dari Kraamzorg-nya dateng: seorang ibu2. Baru deh ketubannya dipecah - banyak banget, katanya. Diperiksa lagi, ternyata udah bukaan 9,5 - tapi kepala si bayi belum sampai bawah banget.
Abis itu memang prosesnya jadi cepet banget. Push pertama untuk 'nurunin' si bayi, push kedua untuk ngeluarin kepalanya, dan yang ketiga untuk ngeluarin sisanya. Seluruhnya makan waktu 17 menit! Pas si bayi keluar, masih banyak lagi air ketuban yang ikutan keluar..

Selama push ini si Syb ada di deketku. Sementara proses push itu, yang memang paling berisik, si Dhanu main sendiri di kamar belakang, nyanyi2 dengan gembira dan suaranya keras sekali. Kadang2 dia memang ngintip dari arah meja makan, bilang ke Syb, "Ibu poept" atau "Ibu.. 'n beetje pijn?" (= ibu agak sakit?). Pas adiknya keluar, dia bilang, "Adik jatuh!!".

Si bayi langsung dibungkus dan dikasihin ke aku. Aku tanya2, ini perempuan atau laki2? Manon bilang, "Check it yourself. It's your surprise". Aku angkat dan intip dari balik kain, ternyata perempuan! Kata Syb belakangan, dia malah nggak langsung pengen tau bayinya laki2 atau perempuan, "I'm just glad it's out", katanya. Abis itu kerasa placenta-nya mau keluar, jadi umbilical cord-nya harus dipotong. Syb yang motong lagi, seperti waktu Dhanu dulu dia juga yang motong. Pas placenta-nya udah keluar, dijembreng sama Manon untuk nunjukin 'rumah'nya Lindri selama di dalem perutku.

Manon ngecek Lindri dulu. Beratnya ditimbang, tapi panjangnya nggak diukur (di sini nggak pernah diukur begitu si bayi lahir, katanya nggak bagus buat punggung?). Terus lain2nya di-cek juga, seperti warna kulit dan berbagai refleks. Lalu Manon bilang, bayi ini saya kasih Apgar Score 10!
Habis itu aku yang diperiksa, ada yang perlu dijahit atau enggak. Karena prosesnya cepet sekali, memang cenderung bisa robek. Ternyata memang terpaksa ada yang harus dijahit sama Manon: 3 di dalam dan 1 di luar (yang satu ini yang benangnya harus dicabut setelah seminggu).

Setelah beberes semuanya, Manon pergi duluan. Orang dari Kraamzorg masih tinggal sebentar untuk ngeberesin 'medan perang' dan ngerjain sedikit cucian, sambil ngebilang2in aku mesti ngapain aja untuk sehari pertama itu (harus sering ke WC). Lalu dia bantuin aku bebersih di shower. Akan ada rekannya dari Kraamzorg datang besoknya untuk ngurusi kita selama 8 hari mendatang.
Syb nelpon moeder sekitar jam setengah sebelasnya, lalu nunggu sampai sekitar jam 12 untuk nelpon ibu di Jakarta. Dhanu ikutan ngomong sama Eyang Ibu-nya, sedikit banget, tapi tampangnya masih cengengesan aja. Bola2 besar dan kecil yang dari tadi dibuat main sama dia, dikasihin satu ke Lindri (yang besar) - katanya, "Ini bola untuk adik".

Berhubung Lindri-nya belum bisa nerima bola, jadi aku yang ambil sambil bilang "Terima kasih Mas Dhanu". "Ya! Dhanu mas!" katanya. Pas akhirnya orang dari Kraamzorg ini selesai beberes dan pergi (sekitar jam 1 pagi), tinggalah kita berempat di rumah. Lindri tidur dengan nyenyaknya - katanya proses pushing itu juga sangat melelahkan buat dia. Kalau si bayi belum nafsu makan di hari pertama, itu biasa, sebab selain masih capek, dia juga masih punya simpanan 'makanan' dari dalam kandungan.
Lalu Dhanu tidur di kamar belakang dengan Syb, dan aku dengan Lindri di bed depan. Tapi aku dan Syb sama2 nggak terlalu bisa tidur.. masih terlalu excited!

Demikian cerita lahirnya Lindri..

(Catatan dalam bentuk gambar ada di sini)



Prasidya Dhanurendra (birthing story)





Cerita lahiran Dhanu ini aku ambil dari arsip e-mailku utk keluarga dulu, yg kutulis dalam rangka 'laporan' ttg lahirnya Dhanu ke orang tua dan keluarga di Indonesia. Rasanya sayang kalo hanya terkubur di arsip, jadi aku kopi ke sini deh :D

Lahiran Dhanu
(17 Desember 2000)

Cerita di e-mail yang ini sebenernya aku tik di RS (syb mbawain "notebook"/ macintosh portable ke RS biar aku bisa baca2 & nge-reply e-mail - yang lalu di-save di disket dan bisa dikirim dari rumah) tapi nggak sempet2 aku selesaiin. Jadi sekarang aku terusin ceritanya di rumah..

Lagi seneng banget nih! He he he.. Cuman juga bosen banget, pengen cepet2 pulang.. jadi cerita2 aja ah sekarang. Tgl 17 (minggu) itu air ketubannya pecah sekitar jam setengah sepuluh pagi. Terus aku telpon midwife, yang dateng kira2 setengah jam kemudian. Waktu dateng ini dia cuman bilangin kira2 kapan mesti nelpon dia lagi (kalau interval kontraksi udah 3-4 menit) dan ini bisa within 12 jam. Kalo nggak ada apa2 sampai besok paginya, kita harus ke RS sebab bayinya udah harus keluar. Si midwife bilang, sementara nunggu ini aku boleh santai2 aja.. tapi harus ngecek suhu badan terus (kalo lewat 37,5 harus segera telpon dia juga), padahal kita nggak punya thermometer. Udah minjem tetangga, tapi nggak tokcer, untung ada 'koopzondag', jadi drugstore deket rumah buka, meskipun hari minggu. Jadi kita pergi jalan2 ke luar rumah. Si midwife-nya nggak ngelarang dan cuaca memang lagi cerah banget!

Habis beli thermometer kita jalan pulangnya lewat pasar, yang katanya ngadain "kerstmarkt". Uh, ternyata tak seperti yang dibayangkan! Ngakunya aja Kerstmarkt, padahal ampir sama kayak pasar sehari2 - cuman tukang makanannya aja pada beda (nggak ada tukang daging, sayur, buah, tapi banyak tukang snack: sebangsa oliebolen, dsb) ama ada beberapa 'rides' buat anak kecil ama games kayak di kermis. Sampe rumah kira2 jam satu-an. Abis makan siang aku nyiap2in makanan yang gampang diolah belakangan. ngebumbuin ayam, nasi - ama tadinya mau bikin pasta, tapi udah nggak selera lagi, soalnya kontraksinya (ternyata rasanya kayak mau boker ya.. he he..) udah makin sering..

Terus sorean lagi Mas Tiyok dateng. Langsung kita bilangin supaya nginep ama Mas Tata aja di hotel (hint hint). Tapi kita sempet makan malem bareng: ayam goreng bumbu ketumbar ama herbed rice. Makanan belom abis aku langsung nonggeng lagi di bed.. selanjutnya.. ya menikmati kontraksi aja.. sekali2 ke WC dan malah sempet 'ngebom' beneran, sambil ekstra bebersih. Si Syb nyatet timing kontraksinya, dan jadi makin sering sekitar jam 9 malem, jadi kita telpon midwife-nya.

Midwife dateng jam setengah sepuluh, pas Mas Tiyok juga udah hampir pergi ke hotelnya Mas Tata (Mas Tata udah nyampe hotel dan nelpon). Pertama2 si bidan ngecek temp, tekanan darah, pulsa, sama mengamati datangnya kontraksi. Katanya, ini mungkin masih kontraksi semu, makanya dia nggak periksa 'ke dalem' dulu (menghindari resiko infeksi). Tapi dia masih nunggu sampai beberapa kontraksi berikutnya.. yang ternyata emang makin kenceng dan jaraknya makin rapet aja. Baru dia bilang, ini sepertinya beneran.. terus dia langsung telpon asisten bidan supaya dateng. Lalu dia periksa 'ke dalem'.. ternyata bukaannya udah 6 cm, dan segera jadi 8 cm. Lalu mulai deh 'action'. Si midwife ama asistennya nyiap2in air panas, gelar2in tatakan, dsb.

Aku disuruh mulai 'push' sekitar jam setengah dua belas. Sementara itu Syb juga ada di bed, di sebelahku, nontonin semuanya. Pas setengah jalan (batok kepala udah nyembul) aku disuruh ikutan pegang.. he he slimy banget.. Beberapa menit kemudian, pas push yang terakhir, disuruh 'stop' sebab kecepetan! (antara push pertama dan push terakhir cuma berselang 15 menit). Mana si asistennya lagi ngganti air panas, padahal si midwife masih musti buru2 pake gloves sebab si bayi emang udah mau brojol!
Akhirnya lahir! Posisi lengan kirinya di samping kepala, jadi kayak lagi 'stretch' - ampe sekarang kalo lagi tidurpun kadang2 si Dhanu ini lengan kirinya naik sendiri. Dhanu langsung ditidurin di dadaku (sambil diselubungi selimut dan dipakein 'cap'/topi kain biar anget), talinya belum dipotong. Terus kira2 5 menit kemudian plasentanya mbrojol juga. Si midwife-nya langsung nunjukin, ini lho rumahnya dia (sambil menjeberkan kulit ari) dan ini makanannya (sambil nunjuk ke plasenta di bawahnya). Abis itu dia nawarin syb nggunting tali pusat (ama dia dijepit dulu ujung2nya), terus Syb dengan senang hati nggunting.
Abis itu si bidan ngecek2, dia bilang robek sedikit, nggak masalah. Tapi ada bagian yang susah dia liat, soalnya nggak cukup terang di rumah (meskipun udah dibantu lampu sorot). Dia bilang, ke RS aja biar yakin (dia takut bisa infeksi juga). Jadi, kita beberes untuk langsung pergi, sambil si Syb nelpon2 juga (ke moeder, sama ke Mas Tiyok - yang katanya mau nelponin ibu, soalnya kita musti ke RS).

Asisten midwife-nya tinggal di rumah, ngeberesin dan bersih2. Si dhanu dipakein baju, terus kita nunggu si midwife-nya ngambil mobil. Aku jalan dipapah asisten midwife, turun tangga dari lantai 2 ke lantai dasar, sementara Dhanu yg udah dibungkus baju tebal digendong sama Syb. Di RS, pas dokternya periksa, ternyata nggak apa2, tapi tetep aja ada yang dia jait (3 jaitan). Pas di RS ini Dhanu dimandiin, aku juga mandi sebentar.
Habis itu kita disuguhin biskuit pake 'muisjes' (bukan hagelslag) biru-putih, selayaknya adat londo kalo dapet anak laki2 (kalo anaknya cewek, muisjes-nya pink-putih). Terus kita pulang (naik taxi), nyampe rumah jam 3-an. Si asistennya udah pulang, rumah beres dan bersih, jadi kita tinggal istirahat aja. Nggak terlalu bisa tidur, abis keasikan nontonin si bayi tidur di tengah2 kita..

Jam 09.15 besoknya 'nursery helper'nya dateng. Aku tiduran terus, ama Dhanu, sementara Syb udah sibuk2 lagi. Breastfeeding dicobain pagi ini, tapi belum sukses. mungkin juga Dhanu belom laper. Terus yang ada aku tiduuuur aja, cuman diselingi ke WC (katanya disuruh buang air dua jam sekali) dan minum dan snack (crackers + selai, andalan banget). Si Dhanu juga tidur melulu, sama aku, diselingi ganti popok ama mandi (Syb sambil diajarin ngurus bayi juga sama si nursery helper). Pagi itu ada Pakde Tiyok-nya Dhanu juga di rumah, yang ngerekam semuanya di video supaya bisa dibawa pulang buat laporan.

Siangnya Syb harus ke kantor sebentar, sekalian belanja sedikit, jadi aku tinggal di rumah bareng si nursery helper itu. Mas Tiyok udah pergi lagi, ke Den Haag. Pas baru bangun tidur siang itu (sekitar jam setengah satu), Hester, boss-nya Syb, dateng dan ngasih bunga + kado, terus langsung pergi lagi. Si helpernya terus ngukur suhu badanku.. yang ternyata jadi panas banget! Akunya juga ngerasa demam. Lalu dia nelpon si midwife, yang katanya akan dateng segera sorenya. Syb pulang pas jam tugas si helper abis (14.15).

Agak sorean, si midwife yang ngebantuin delivery dateng lagi, ngecek demamku. terus dia langsung telpon2 RS, cari2 kamar kosong.. kuatirnya demamnya gara2 infeksi. RS yang deket rumah (Onze Lieve Vrouw Gasthuis) ternyata penuh, jadi kita terpaksa ke RS Vrije Universiteit, yang jauh banget (di selatan Amsterdam - udah deket Amstelveen). Sesudah si midwife ngurus semuanya (booking kamar, ngomong ke dokter, bikin surat pengantar, dsb) kita langsung berangkat ke sana naik taksi. Sampai RS sekitar jam 4 sore.. tapi udah gelap banget di luar. Bed-nya baru disiapin di kamar itu, lalu aku langsung nggeletak. Si Dhanu ditaro' di box bayi sebelah bedku. Sore itu isinya aku ditanya2 sejarah kesehatan, sama cek2 temperatur, tekanan darah dan pulsa. Abis itu ada yang ngambil sampel darah dan urine. Di-USG lagi untuk ngecek jeroan, ternyata baik2 aja semuanya. Terus aku dikasih paracetamol supaya panasnya turun, dan kata dokternya aku harus diinfus antibiotika buat membunuh kuman nakal.

Pas ng'infus ini lho.. udah tiga orang nyobain nyari pembuluh darahku, tapi gagal terus.. udah nemu sih, tapi begitu ditusuk jarum, jarumnya bengkok! Uh sebel.. jadi aku punya empat titik sia-sia di tangan. Dokter yang terakhir akhirnya berhasil! Jadi aku diinfus di tangan kiri. Malem itu panasku udah turun, dan paginya udah normal lagi. Dhanu baik2 aja.. dicobain breastfeeding, tapi masih bingung, jadi pake fingerfeeding dulu (susunya tetep ASI, dipompa) sementara aku (dan Dhanu) ngumpulin energi buat nyoba lagi. Masalahnya, antara lain, produksi susunya banyak banget sampe Dhanu kesulitan menangkap 'sedotan'nya.

Di RS ini kamarku buat bertiga, aku dapet sisi jendela. Temen2 sekamarku yang satu karena operasi cesar (bayinya sungsang) dan satu lagi karena infeksi kandung kemih. WC dan kamar mandi kolektif, kalo mau ke sana harus jalan sepanjang lorong. Enggak apa2 sih, kan malah bagus, jadi bisa ngelatih bagian2 yang 'turun mesin'. Di sebelah kamar ada kamar buat mandiin & ganti popok bayi, ama buat mompa ASI (tapi aku mompanya di tempat tidur, mesinnya yang dibawain ke aku). Makanan RS nggak enak.. pagi dan malem dapet roti (kalo malem ditambah sup), makan siang yang makan hangat dan agak 'berisi'. Selama di RS ini aku pakai lho guritanya, juga jamunya aku minum terus.

Perawatnya baik2 semua. Ada satu yang khusus menangani masalah breastfeeding, jadi dia juga dateng untuk bantuin aku & Dhanu. Si Dhanu boleh sama aku sepanjang hari, hanya pas tengah malam dia ditaro' bareng2 bayi lain sampai waktunya makan pagi(nya si bayi). Ganti popok dan mandiin Dhanu juga ama perawat, tapi biasanya Syb yang ngerjain kalo dia pas lagi ada. Pas aku udah lebih mobile, aku juga bisa ngerjain sendiri. Selasa pagi moeder dateng, nengok cucu baru, sambil bawa kado antik ('biting ring' yang dipake turun-temurun, sama semacam 'talisman'/gambar Yesus yang dulu dipake Syb waktu bayi). Rabu ada Mas Tiyok dan Mas Tata ikutan bezoek sebelum mereka ke airport.
Akhirnya infusku dilepas malam ini, antibiotikanya diganti dalam bentuk tablet. kata perawatnya, aku segera boleh pulang! Kamis pagi aku disamperin dokter dan para asistennya, bilang kalo aku boleh pulang kalo hari ini dan besoknya suhu tubuhku normal terus. Ha, senangnya!

Kamis siang ada salah seorang dari asisten dokter itu yang konfirmasi bahwa aku boleh pulang. Aku tanya penyebab demamku, mereka bilang nggak tau.. tapi treatment yang aku dapet adalah treatment untuk orang yang kena infeksi di uterusnya. Aku tanya apa mungkin demamnya ada hubungannya dengan kunjunganku ke RS selagi hamil (sempat beberapa kali menjenguk keluarga di RS), kata dia enggak.

Jumat, akhirnya pulang! Di rumah sudah ada kado menunggu (dari Syb) buat Dhanu: sisir & sikat rambut bayi (si Dhanu suka rambutnya disisir, nggak kayak bapaknya) dan buat aku: koleksi CD Madness yang "The Lot" (ternyata beberapa lagu ada video-nya juga!)

Jadi gitulah cerita terbitnya Dhanu + balada RS. Panjang juga ya. Sekarang aku udah baik2 aja. Jaitannya juga udah diambil ama midwife tadi malem. Aku udah bisa ngerjain beberapa kerjaan RT, dan nggak ada masalah konstipasi dan sebangsanya. Sekarang tinggal mbiasain breastfeeding-nya si Dhanu, dan istirahat. Kemaren2 ini si Dhanu dapet kram perut terus (normal untuk bayi umur seminggu), tapi sekarang udah diobatin (termasuk dengan breastfeeding teratur), jadi semoga nggak terlalu mengganggu dia lagi. Syb manis sekali, dia yang banyak ngerjain kerjaan2 RT (termasuk masak) dan juga ngurusin Dhanu (soal ngganti popok dan mandiin dia lebih fasih daripada aku).
Selamat kumpul2 ya semuanya, buat natalan dan lebaran.. aku tunggu ya cerita2nya (foto keluarga!)

(Catatan dalam bentuk gambar utk cerita ini ada di sini)