Wednesday, March 29, 2006

[old joke] John Cleese's Letter to America



Here's a letter that has been
circulated in e-mails for several months; I just want to store it here.
Wheter it was really written by John Cleese or not, I don't know, but
it's surely hilarious. Just imagine John's voice and tone as Basil
Fawlty when reading this letter!






To the citizens of the United States of America:

In light of your
failure to elect a competent President of the USA and thus to govern yourselves, we hereby give notice of the revocation of your
independence, effective immediately. Her Sovereign Majesty, Queen
Elizabeth II, will resume monarchical duties over all states,
commonwealths and other territories (excepting Kansas, which she does
not fancy).



Your new prime minister, Tony Blair, will appoint
a governor for America without the need for further elections. Congress
and the Senate will be disbanded. A questionnaire may be circulated
next year to determine whether any of you noticed.



To aid in the transition to a British Crown Dependency, the following rules are introduced with immediate effect:



1.
You should look up "revocation" in the Oxford English Dictionary. Then
look up "aluminium," and check the pronunciation guide. You will be
amazed at just how wrongly you have been pronouncing it. The letter 'U'
will be reinstated in words such as 'colour', 'favour' and 'neighbour.'
Likewise, you will learn to spell 'doughnut' without skipping half the
letters, and the suffix "ize" will be replaced by the suffix "ise."



You
will learn that the suffix 'burgh' is pronounced 'burra'; you may elect
to respell Pittsburgh as 'Pittsberg' if you find you simply can't cope
with correct pronunciation.



Generally, you will be expected to
raise your vocabulary to acceptable levels (look up "vocabulary").
Using the same twenty-seven words interspersed with filler noises such
as "like" and "you know" is an unacceptable and inefficient form of
communication.



2. There is no such thing as "US English." We
will let Microsoft know on your behalf. The Microsoft spell-checker
will be adjusted to take account of the reinstated letter 'u' and the elimination of "-ize."



3. You will relearn your original national anthem, "God Save The Queen", but only after fully carrying out Task #1 (see above).



4.
July 4th will no longer be celebrated as a holiday. November 2nd will
be a new national holiday, but to be celebrated only in England. It
will be called "Come-Uppance Day."



5. You will learn to
resolve personal issues without using guns, lawyers or therapists. The
fact that you need so many lawyers and therapists shows that you're not
adult enough to be independent. Guns should only be handled by adults.
If you're not adult enough to sort things out without suing someone or
speaking to a therapist then you're not grown up enough to handle a
gun.



6. Therefore, you will no longer be allowed to own or
carry anything more dangerous than a vegetable peeler. A permit will be
required if you wish to carry a vegetable peeler in public.



7.
All American cars are hereby banned. They are crap and this is for your
own good. When we show you German cars, you will understand what we
mean.



All intersections will be replaced with roundabouts, and you will start driving on the left with immediate effect.



At
the same time, you will go metric immediately and without the benefit
of conversion tables. Both roundabouts and metrication will help you understand the British sense of humour.



8.
The Former USA will adopt UK prices on petrol (which you have been
calling "gasoline") -roughly $6/US gallon. Get used to it.



9.
You will learn to make real chips. Those things you call French fries
are not real chips, and those things you insist on calling potato chips
are properly called "crisps." Real chips are thick cut, fried in animal
fat, and dressed not with mayonnaise but with vinegar.



10. Waiters and waitresses will be trained to be more aggressive with customers.



11.
The cold tasteless stuff you insist on calling beer is not actually
beer at all. Henceforth, only proper British Bitter will be referred to
as "beer," and European brews of known and accepted provenance will be
referred to as "Lager." American brands will be referred to as
"Near-Frozen Gnat's Urine," so that all can be sold without risk of further confusion.



12.
Hollywood will be required occasionally to cast English actors as good
guys. Hollywood will also be required to cast English actors to play
English characters. Watching Andie MacDowell attempt English dialogue
in "Four Weddings and a Funeral" was an experience akin to having one's
ears removed with a cheese grater.



13. You will cease playing
American "football." There is only one kind of proper football; you
call it "soccer." Those of you brave enough will, in time, will be
allowed to play rugby (which has some similarities to American
"football", but does not involve stopping for a rest every twenty
seconds or wearing full kevlar body armour like a bunch of nancies).



Further,
you will stop playing baseball. It is not reasonable to host an event
called the "World Series" for a game which is not played outside of
America. Since only 2.1% of you are aware that there is a world beyond
your borders, your error is understandable.



14. You must tell us who killed JFK. It's been driving us mad.



15.
An internal revenue agent (i.e. tax collector) from Her Majesty's
government will be with you shortly to ensure the acquisition of all
monies due backdated to 1776.



Thank you for your co-operation.




Monday, March 27, 2006

Jalan-jalan di Barcelona (2)



As posted in Jalansutra mailing list, msg #48250

Lanjutan dari Jalan-jalan di Barcelona (1): #48235

Makan-makan di Barcelona: #48233





JANGAN NIKAH DULU SEBELUM...

Jumat malam (17 Maret). Di sebuah bagian kota (saya lupa namanya),
terdapat sebuah lapangan yg dipenuhi mobil2 polisi, juga petugas polisi
yg berjaga2 di sekitarnya. Ada apa ini, pikir saya. Gordi menjelaskan,
bahwa tiap Jumat malam anak2 muda Barcelona diijinkan mengkonsumsi
minuman keras beramai2 dengan teman2nya sampai pagi, hanya di tempat
ini. Tapi makin lama sistem lokalisasi ini makin tidak nyaman (utk para
pemuda tsb), karena makin banyaknya polisi yg dikerahkan utk
mengamankan daerah sekitarnya. Mereka merasa seperti anak2 yg terus
menerus diawasi, sehingga keramaian tempat ini pun menjadi berkurang.
Entah ini berarti mereka mengurangi pesta minum2, atau berarti mereka
diam2 minum di tempat lain..



Setelah makan malam (sekitar pk. 23:00), kami menelusuri Barri Gothic (gothic quarter), bagian tertua kota Barcelona. Di samping gedung2 megah dengan iluminasi mengagumkan pada malam hari, spt Palau de la Generalitat (istana gubernur) yg berseberangan dengan Casa de la Ciutat (town hall),
Cathedral, dan istana2 yg lebih kecil lainnya, di daerah ini tersebar
pula restoran dan cafe2 mentereng, yg terlihat dipenuhi orang.



Uniknya, beberapa kelompok pengunjung cafe mengenakan atribut serupa.
Sekelompok perempuan mengenakan telinga kelinci, tertawa2 ceria di
sebuah teras cafe; sekelompok laki2 mengenakan topi2 plastik, ribut
berseru2 dengan gelas bir di tangan masing2. Gordi menjelaskan bahwa
kelompok2 ini biasanya adalah mereka yg merayakan bachelor(ette) party,
atau pesta melepaskan masa lajang sebelum menikah, dan biasanya mereka
berasal dari daratan Britania Raya. Kenapa? Mungkin karena di sana
terdengar pepatah, "Jangan menikah dulu sebelum mencoba Spanyol"(?),
dan mungkin juga karena akhir2 ini banyak sekali penawaran penerbangan
murah dari London ke Barcelona.



Malam itu makin diramaikan oleh orang2 Irlandia yg merayakan St.
Patrick's Day; terlihat dari atribut yg mereka kenakan, baik berupa
topi (berbentuk bundar), hiasan kepala berbentuk daun semanggi, hingga
hiasan muka dan aksen pada baju, rompi dan dasi, yg semuanya berwarna
hijau. Sorakan, nyanyian, tawa, terdengar dari berbagai sudut, di
celah2 bayangan dan profil bangunan2 gothic, adalah campuran unik dari
energi hidup masa kini dengan saksi2 bisu masa lampau, yg berlangsung
hingga dini hari.





HIBURAN RAKYAT

Sabtu malam, keitka hari menjelang gelap, kami berjalan menuju Palau Nacional dari arah Placa d'Espanya.
Sekali lagi saya menemukan eskalator utk pejalan kaki, tanpa atap
pelindung, yg tersambung ke sebuah jembatan penyeberangan ke arah Montjuic. Di ujung jembatan, terdapat Placa del Marques de la Foronda, di mana terdapat sebuah air mancur raksasa, Font Magica,
yg akan memulai aksinya pada pukul 7 malam. Kami memanfaatkan satu2nya
WC otomatis yg perlu dioperasikan dengan koin seharga 0,30 Euro (ini
satu2nya "WC bayar" yg kami temui - sebelum ini, semua WC di tempat2
umum itu gratis dan lumayan terawat bersih).



Kami mampir sebentar ke Pavello Mies van de Rohe,
yg didesain pada th 1929 dengan bahan2 baja, kaca, batu dan onyx. Ciri2
desain Bauhaus yg simpel, tegas namun elegan segera terlihat pada
paviliun ini. Sayangnya kami tidak sempat masuk, dan hanya berjalan
sepanjang bagian teras paviliun, dengan sebuah kolam berbentuk persegi
terbentang di sisi kirinya. Kami lanjutkan mendaki, ke arah Palau
Nacional yg berfungsi sebagai Museum Nasional. Terdapat beberapa
eskalator lagi di antara anak tangga menuju gedung ini, hingga
perpotongan dengan Passeig de la Cascade.



Terlihat banyak sekali orang yg berjalan searah dengan kami, menuju
puncak Montjuic. Mereka pun hendak menyaksikan Font Magica beraksi.
Sampai di depan Palau Nacional, kami duduk di salah satu anak tangga di
depan istana tersebut, bersama dengan orang2 yg bahkan sambil berpiknik
dengan anak2 mereka. Dari titik tersebut, kami dapat melihat jauh ke
bawah, hingga ke Placa d'Espanya. Orang2 mulai ramai mengerubuti Font
Magica, juga mencari tempat duduk di anak2 tangga. Hari belum gelap
benar, tapi sekitar jam tujuh malam beberapa 'air terjun' pada
telundakan dari Palau Nacional menuju ke bawah mulai mengalir deras
secara serentak. Lampu2 pun mulai dinyalakan, termasuk juga yg
menerangi jajaran air terjun tersebut.



Font Magica juga terlihat mulai menyemburkan airnya, dengan lampu
berwarna-warni pada dasar kolam. Pertunjukan pertama dimulai! Musik
mulai terdengar dari arah air mancur. Kami dan beberapa orang lain yg
memutuskan utk melihat lebih dekat supaya dapat juga merasakan gelora
musik di sekitar kolam, bergegas menuruni anak2 tangga, menuju Font
Magica. Kami lalu duduk di salah satu anak tangga terdekat dengan kolam
air mancur tsb, dan mulai menikmati kombinasi dan variasi
tinggi-rendahnya, kuat-lemahnya semburan air dan pergantian warna yang
bersinkronisasi dengan alunan musik (medley lagu2 klasik yg bernada
energik dan dinamis, sebagian besar merupakan karya2 Tchaikovsky).



Bertambah gelapnya malam menambah pula kesan megah penampilan Font
Magica. Jejeran air mancur di sepanjang telundakan menuju Palau
Nacional turut memeriahkan suasana. Apalagi dari belakang gedung tampak
garis2 cahaya yg kuat menuju langit, dari lampu sorot yg diletakkan di
belakang gedung. Lengkap sudah kanvas alam Montjuic ini dilukisi dengan
cahaya, air, dan musik yg anggun.



Aksi air mancur ini berlangsung sekitar 15-20 menit, tapi dimulai
setiap setengah jam mulai pk. 19:00. Pada musim dingin (spt malam itu,
meskipun sudah hampir masuk musim semi), berlangsung hanya hingga pk.
20:00. Tidak hanya wisatawan asing dan domestik, para penduduk lokal
pun terlihat memenuhi lapangan luas di sekitar air mancur. Anak-anak
kecil tidak dapat menahan diri, menari2, melompat dan berlari di
sekitar air mancur, mengikuti irama musik.

Kami sangat terpesona hingga betah tinggal sampai tarian terakhir Font Magica malam ini, yg kali ini menampilkan lagu Barcelona yg dinyanyikan oleh (alm.) Freddie Mercury dan Monserrat Caballe,
seorang diva opera Spanyol (lagu ini batal dipentaskan pada Olimpiade
1992, karena Mercury meninggal pada akhir 1991, dan Caballe menolak utk
mementaskannya dengan orang lain). Saat "Barcelona" berkumandang, kami
telah berdiri tepat di salah satu sisi Font Magica, terdiam mengagumi
dan menikmati suasana yg sedikit mencekam ini. Ah, benar2 momen yg
tepat utk melewatkan malam terakhir di Barcelona.





Ada beberapa gambar di http://esduren.multiply.com/photos/album/39


















Saturday, March 25, 2006

Jalan-jalan di Barcelona (1)



As posted in Jalansutra mailing list, msg #48235



[Bagian lain dari msg. #48233 di milis Jalansutra]




Dalam waktu yg singkat, Miren berniat membawa saya ke beberapa tempat
wajib-kunjung di Barcelona, sebab tidak mungkin saya dapat menghampiri
semuanya. Ini pun sebagian besar hanya melewati gedung atau venue-nya
saja, tanpa sempat mampir masuk menikmati isi museum, dsb.





NYASAR TAPI ASIK

Karena 'ketlisiban' e-mail antara saya dan Miren, dari airport saya harus cari jalan sendiri ke tempat menginap: Residencia d'Investigadors (= Residence for Researchers), sebuah guest house
yg berafiliasi dengan universitas yg mengundang saya, di Carrer
Hospital 64. Begitu mendarat dan keluar di ruang kedatangan, segera
saya hampiri kios informasi, di mana personelnya dengan jelas
menunjukkan letak jalan Hospital tsb di peta.

Dari airport saya naik bis biru nomer A1 yg sengaja disediakan utk
mengangkut penumpang dari bandara ke pusat kota, dan sebaliknya. Tiket
satu jalan seharga 3,75 Euro. Sesuai instruksi dari petugas informasi,
saya turun di Plaza Catalunya, utk selanjutnya berjalan kaki menuju jalan Hospital.



Bis berhenti di sisi sebuah gedung pusat perbelanjaan yg sangat besar.
Meskipun udara agak dingin (sekitar 15C) dan matahari malu2 bersinar,
jalanan ramai sekali baik oleh orang lokal maupun wisatawan asing. Saya
menyeberang ke arah plaza, lalu mencari bangku utk duduk mempelajari
peta, mencari orientasi supaya bisa tahu harus berjalan ke arah mana.
Rupanya agak susah berkonsentrasi pada peta, sebab saya ingin melihat
sebanyak mungkin keadaan sekeliling. Lapangan di tengah sibuknya kota
ini begitu besar, penuh tanaman segar dan elemen penyejuk mata lainnya
(seperti patung dan air mancur). Di berbagai sudut terlihat orang
duduk2 bersantai, anak2 bermain, kios2 kecil penjual mainan atau
makanan kecil, dan sebuah kios informasi utk wisatawan. Di mana-mana
tersebar polisi yg mengenakan rompi berwarna lime green
dengan "Guardia Urbana" tercetak besar pada punggungnya. Ah, tanya
jalan ke mereka saja, pasti lebih yakin. Saya bertanya dalam bahasa
Inggris pada seorang polisi yg menjawab dengan bahasa Spanyol, tapi
bahasa tubuhnya demikian jelas: saya harus berjalan melintas plaza,
menyeberang ke La Rambla, terus menelusuri hingga ... (selebihnya hanya
saya anggukkan sopan, yg penting saya ke La Rambla dulu).



La Rambla, sebuah pedestrian strip
yg saya pandangi dari arah Plaza Catalunya, terlihat makin jauh makin
rendah elevasinya, sebab memang jalan ini menuju ke arah pantai di
selatan Barcelona. Di sisi kiri-kanan La Rambla adalah jalanan mobil
(masing2 satu jalur). Saat itu sekitar jam satu siang, jalanan sudah
dipenuhi orang, dan La Rambla sedang berada dalam kondisi 'full
action'. Terdapat deretan kios di sisi2 La Rambla, menjual berbagai
macam benda, dari cendera mata, bunga dan tanaman, hingga (makin ke
arah pantai) lukisan dan pengamen foto & karikatur. Banyak juga
street performer yg mendandani diri sebagai patung hidup dengan
berbagai tema yg sangat kreatif. Beberapa restoran juga memasang
sebagian bangku2nya di La Rambla, sementara restorannya sendiri
terletak di seberang jalur mobil.



Sebagai daerah padat wisatawan, banyak peringatan utk berhati2 pada
pencopet atau penjambret, dan terlihat pula sebaran polisi guardia
urbana yg cukup merata di jalanan ini. Kesempatan saya utk bertanya
lagi pada mereka, dan dijawab lagi dengan bahasa Spanyol, yg pesannya
kira2 begini: belok kanan setelah stasiun Metro "Liceu". Metro Liceu
pertama yg saya hampiri adalah sebuah exit kecil, tapi saya tetap belok
menyeberang ke kanan, sebab tertarik dengan sebuah tempat yg
kelihatannya seperti pasar tradisional, dengan atap tinggi di atas
ruang terbuka yg dipadati berbagai macam kios. Tergantung di antara
atap dan tanah, terdapat signage bertuliskan "La Boqueria". Dan benar, La Boqueria ini adalah pasar, dan mata saya bagai pesta begitu memasuki daerah pasar ini.



Kios2 terdepan dari arah masuk adalah bagian permen dan berbagai jenis
manisan, yg sangat berwarna-warni. Masuk lebih ke dalam lagi, terdapat
banyak kios buah2an yg bahkan menjual dragon fruit, manggis, pepaya,
rambutan dan jambu klutuk, di samping buah2an yg umumnya ada di pasar2
Eropa (spt berries, kiwi, anggur, dll). Di sini terdapat banyak juga
kios daging, dari yg mentah (baik daging maupun berbagai organ) hingga
berbagai hasil olahannya (cured ham, berbagai jenis susis, dll) .
Tidaklah heran, sebab daging memang lumayan banyak dikonsumsi oleh
penduduk daerah Katalan ini. Di pasar ini pula lah, pada keesokan
harinya, saya sempat membeli oleh2 dari kios khusus coklat, berupa
coklat tradisional khas Katalan: butiran kacang almond, dilapis gula,
diselubung coklat, lalu digulirkan pada coklat bubuk. Memang agak mahal
(10 butir dihargai 3 Euro), tapi benar2 enak dan pantas dicoba. Di sini
tersebar pula kios2 ikan dan produk2 laut lainnya, yg benar2 membuat
betah karena segarnya pemandangan dan hidupnya suasana sekitar. Mungkin
orang2 memang betah di sini, sebab tersedia pula beberapa tapas bar di
antara kios2 ini, sehingga pengunjung dapat melepas penat sambil masih
menikmati suasana pasar. Belakangan, saya dengar dari Miren bahwa pasar
La Boqueria ini memang yg paling terkenal se-Spanyol; bahkan orang2
luar Barcelona pun datang kemari utk mencari sesuatu yg eksotik atau
sekedar cuci mata.



Saya berkeliling pasar, hingga tembus ke bagian belakang pasar (tempat
parkir, umumnya utk un/loading bahan2 dagangan). Dari sana saya
berjalan ke arah selatan pasar, mengecek nama jalan, dan gembira
akhirnya menemukan jalan Hospital (hore! tempat menginap dekat sekali
dengan pasar!). Sempat menyasar2 sedikit jadi tak terasa, karena jalan2
yg saya lalui sangat penuh aksi!





ESKALATOR BISA DIHUJAN2KAN?

Sekitar 10:30, kami (saya, Miren, Deepa dan Jinisj) bertemu di stasiun Metro Vallcarca, utk kemudian berjalan ke Parc Guell/Casa-Museu Gaudi.
Dari arah ini berarti memasuki Parc Guell bukan dari gerbang utamanya,
tapi dari entrance yg tertinggi dari seluruh wilayah Parc Guell tsb.
Utk menuju ke sana, kami harus berjalan menanjak di antara rumah2
penduduk (umumnya berbentuk apartemen), yg makin lama makin curam. Di
sisi2 jalan terlihat deretan mobil yg diparkir seperti menukik ke
bawah. Di beberapa ruas jalan, saking curamnya, tidak dibuat jalan
beraspal, melainkan dibuat anak2 tangga. Di sini lah ada hal yg membuat
saya heran sekali: terdapat eskalator di antara anak2 tangga ini. Baru
kali ini saya lihat eskalator dioperasikan di luar ruang, tanpa
pelindung. Apakah memang ia bisa tahan terhadap hujan? Di samping itu,
kelihatannya aneh saja, ada eskalator di depan rumah orang, di tengah
jalan. Terlepas dari keanehannya, saya menyambut baik ide ini, sebab
pendakian masih harus terus dilakukan. Adanya eskalator ini sangat
membantu ("Terutama untuk saya", kata Miren, si perokok
berat).



Memasuki Parc Guell, terdapat jalan setapak menuju ke semua bagian
taman. Kami pilih utk naik ke titik tertinggi dulu, dari mana kami bisa
memandang ke seluruh kota Barcelona. Di kejauhan tampak beberapa
landmark yg mudah dikenali, dan dari sini pula tampak bahwa Barcelona,
meskipun padat permukiman, selalu menyediakan tempat lapang (plaza atau
wilayah pedestrian yg cukup luas) bagi penduduknya.

Dari titik tertinggi ini kami lalu berjalan menuju museum Gaudi; bagian
dari Parc Guell di mana Gaudi mulai membangun kota dengan konsep urban
yg ada dalam benaknya. Terdapat sebuah restoran di salah satu sisi
tebing, memandang ke arah lapangan luas berbentuk hampir bundar.
'Pagar' di sekeliling lapangan ini adalah juga bangku2 dengan dekorasi
mozaik, memandang ke arah pintu masuk utama Parc Guell. Lapangan ini
sendiri letaknya 'melayang' dari tanah, disangga beberapa pilar kokoh
yg juga berfungsi sebagai drainase air hujan. Air ini lalu diteruskan
ke bawah, dalam bentuk air terjun yg keluar dari patung2 mozaik karya
Gaudi yg lain, termasuk patung kadal yg terkenal tsb.



Meskipun padat pengunjung, kami dapat merasakan kekayaan ruang
tersebut. Luasnya tempat bernapas, ditambah dengan elemen2 buatan yg
sangat unik, tentu saja membuat betah. Di sisi kanan (dari arah
restoran) terdapat koridor buatan, yg dinding dan tiang2 penyangganya
terbuat dari batu. Meskipun buatan, setelah sekian lama koridor ini
sudah menyatu dengan alam, terlihat dari berbagai tanaman yg tumbuh di
sekitarnya, dan sarang2 burung yg dibangun di celah2 antara pilar dan
'atap' koridor tsb.



Kami berjalan di sekitar museum/rumah Gaudi, di jalanan utama di mana
terdapat beberapa penjual lukisan, lalu menuju gerbang utama utk keluar
dari Parc Guell. Sebelum itu, kami menyempatkan berdiri di antara
pilar2 penyangga lapangan, utk membuktikan kualitas akustik dari ruang
tsb (ada seorang pengamen memainkan musik di salah satu sudut
ruangan).

Di dekat gerbang, terdapat sebuah poster sebesar spanduk yg bergambar
lucu & berwarna cerah, seperti ditujukan utk anak2. Terjemahan
bebas dari tulisan poster tsb adalah: Mari nikmati dan pelihara alam
dan lingkungan.





MENGUKUR JALAN

Dari Parc Guell, kami berjalan menuju Sagrada Familia.
Tidak ada yg istimewa di sepanjang jalan, sebab sebagian besar hanya
daerah permukiman yg cukup padat. Sambil berjalan, Miren bercerita
bahwa Barcelona terbentuk dari gabungan kota2 kecil yg makin lama makin
berkembang. Kadang2 kita dapat melihat batas antara kota2 kecil tsb, yg
sekarang sudah berfungsi sebagai jalan besar atau jalur utama antar
kota.

Kami melewati pula sebuah gereja tua, yg di pelatarannya terlihat
kesibukan istimewa. Rupanya mereka hendak mengadakan acara tahunan
mereka, yaitu menghidangkan calzot bagi siapapun yg ingin mampir. Dengan membayar sekian euro, orang dapat menikmati calzot
dan minuman sepuasnya. Saat kami lewat itu acara belum dimulai.
Beberapa orang muda terlihat sedang menyiapkan api dari kayu2 bakar,
membuat saus, menata meja panjang dan piring2. Di berbagai tempat
terlihat untaian daun bawang (yg akan dibakar menjadi calzot) dan tumpukan kayu bakar. Beruntung malamnya kami sempat juga mengicipi calzot di sebuah restoran.



Ternyata cukup jauh juga berjalan kaki dari Parc Guell ke Sagrada
Familia. Kali ini saya bisa mengamati dan merasakan langsung betapa
perlunya ruang terbuka bagi permukiman padat semacam ini. Sangat terasa
betapa leganya setiap kali kami menjumpai lapangan atau taman, meskipun
kecil saja, atau jalur pedestrian di tengah jalan, lengkap dengan
patung, air mancur dan tanaman hijau. Di beberapa pedestrian (yg
terletak di antara jalur mobil) bahkan terdapat petak2 khusus utk anak2
(playground, lengkap dengan mainan2nya) atau utk anjing, dan bangku2
utk beristirahat. Semua ini dapat diakses dengan mudah dan gratis oleh
penduduk sekitar, yg tentunya sumpek bila harus melewatkan setiap
hari2nya dalam apartemen sempit.





BERCERMIN DI DANAU

Kami mendekat Sagrada Familia dari arah Passion Facade,
di mana terdapat pintu masuk utama. Meskipun tersedia lebih dari satu
loket, antrian orang yg hendak masuk sangat panjang, hingga berbelok ke
jalan sebelah gereja yg masih terus dibangun ini. Gaudi merancang
gereja ini atas kehendaknya sendiri, dimaksudkan sebagai persembahannya
pada Barcelona, namun tak sempat diselesaikannya. Ia meninggalkan maket
lengkap, sehingga setelah puluhan tahun, gereja tsb dapat terus
dilanjutkan (dan diproyeksikan utk selesai sekitar th 2030), dengan
biaya berasal dari keuntungan tiket masuk para pengunjung (sama sekali
tidak ada sponsor).



Mengingat singkatnya waktu dan padatnya pengunjung saat itu, kami tidak
mungkin ikut mengantri dan masuk ke dalam Sagrada Familia. Kami hanya
berjalan di sekelilingnya. Miren menunjuk ke sebuah gedung apartemen di
salah satu sisi jalan, "Apartemen ini harus dirubuhkan dalam waktu 10
tahun ke depan, karena termasuk dalam desain Sagrada Familia, sebagai
bagian pintu masuk utama." Di sisi lain, melihat ke dalam sebuah danau
di sebuah taman, "Gaudi sengaja membuat danau ini sedemikian rupa,
sehingga seluruh bangunan gereja dapat terefleksikan seluruhnya dalam
danau ini." Sayang hari terlalu berangin, sehingga permukaan danau
bergerak2 terus, sehingga hari itu kami tidak dapat menyaksikan
cerminan Sagrada Familia dalam danau.



Di beberapa titik gereja, terdapat pintu2 masuk lain, termasuk juga
pintu ke info center di mana orang dapat memperoleh info mengenai
rencana2 pembangunan Sagrada Familia. Ini sebuah proyek yg sangat
mengagumkan, benar2 memerlukan komitmen dari pengurus kota dan penduduk
Barcelona. Tak terbayangkan besarnya biaya yg dibutuhkan, namun melihat
padatnya pengunjung (meskipun bukan musim turis), kelihatannya semua
orang optimis akan keberlanjutan proyek ini.



(lanjut ke bagian 2)


Image source: Travel Channel community

Ada beberapa gambar di album foto
Barcelona









Makan-makan di Barcelona



As posted in Jalansutra mailing list, #48233



Minggu lalu, saya diundang untuk memberikan satu kuliah umum di
Universitat Polytecnica de Catalunya (UPC) di Barcelona, Spanyol. Saya
tiba pada hari Jumat siang di Barcelona, dan kembali terbang ke
Amsterdam pada hari Minggu. Dalam waktu yg sangat singkat itu, ternyata
cukup banyak makan-makan dan jalan-jalan yg saya alami, sehingga
artikel ini harus dibagi dua: utk makan-makan, dan utk jalan-jalan.




PIRING-PIRING KECIL

Jumat malam, setelah selesai memberikan kuliah, saya bersama nona
rumah, Miren, dan pacarnya, Gordi, berangkat dari kampus UPC menuju
Plaza Catalunya. Kami membuat janji utk bertemu dengan dua rekan lain,
Deepa dan Jinesh (yg berasal dari India) utk bertemu di depan Cafe
Zurich pk. 20:00, utk makan malam bersama.

Kami berdiri di depan cafe tua tsb., memandang ke arah La Rambla
(sebuah pedestrian strip yg membentang dari Plaza Catalunya hingga
garis pantai di bagian selatan kota Barcelona) dan ke arah dua-tiga
pintu keluar dari Metro, arah dari mana Deepa dan Jinisj diperkirakan
datang. Mendekati pk. 20:30, belum tampak juga dua orang yg kami tunggu
itu. Hari makin larut, namun jalanan makin penuh orang, tak peduli
dinginnya hembusan angin. Saya yg terbiasa makan malam pk. 18:00 sudah
sangat lapar, sementara perut terakhir terisi (dengan 2 tangkap roti)
sekitar jam dua siang, sebelum memberi kuliah.



Saya: Miren, apakah orang2 Spanyol makan malamnya memang telat sekali?

Miren (sambil meringis):
Iya! Biasanya restoran mulai ramai di atas pk. 21:30, apalagi weekend
begini, puncak ramainya pk. 22:00 hingga tengah malam.

Saya: Apa nggak kelaparan?

Miren: Nggak, karena sore2 biasanya kita makan makanan kecil yg disajikan dalam piring-piring kecil, atau "tapa" (= cover)
- yg sekarang umumnya dikenal sebagai "tapas". Asalnya adalah dari
daerah Andalusia, di mana piring kecil tsb digunakan utk menutup gelas
minuman supaya tidak dihinggapi lalat. Dalam piring2 kecil tsb
dihidangkan berbagai cemilan. Kebiasaan tsb berkembang hingga akhirnya
populer seperti sekarang ini.



Ah, rupanya itu asal mula tapas, yg mulai menjamur dan jadi gaya hidup
tersendiri di tempat saya tinggal sementara ini (Amsterdam). Pembahasan
tapas terpaksa berhenti, sebab Deepa dan Jinesh akhirnya terlihat
keluar dari salah satu kolong Metro. Kami segera beranjak mencari
tempat makan malam.





WARUNG KATALAN

Saat itu sudah lewat pk. 21:00, dan semua tempat makan sudah nyaris dipenuhi pelanggan. Bila tidak memesan tempat sebelumnya (and we didn't), adalah kecil kemungkinannya kita dapat tempat di restoran yg baik (= makanan enak, harga terjangkau).

Kami berjalan menelusuri La Rambla, dipandu oleh Gordi, yg mengumumkan,
"Karena semua tempat terbaik pastinya sudah penuh, yg kita tuju
sekarang ini adalah tempat 'teraman', artinya di mana kita pasti dapat
tempat duduk, dan dapat makanan enak". Tempat tersebut bernama L'Avia, sebuah kantin kecil yg menghidangkan makanan khas Katalan dan Amerika Latin.



Di sisi kiri ruangan, terdapat vitrine (meja display) yg berisi
berbagai jenis makanan yg mereka hidangkan dan dapur/ tempat menyiapkan
makanan. Di sisi kanan, deretan meja-kursi yg sudah dipenuhi orang. Di
tengah2nya, nyaris tak ada tempat utk berjalan, saking kecilnya kantin
ini. Gordi berbicara dengan pemilik kantin, meminta supaya kami boleh
duduk di lantai atas (yg saat itu belum dibuka). Setelah menunggu
beberapa menit, akhirnya kami dipersilakan naik.

Ruangan di atas ini mengingatkan pada restoran2 sederhana di Jawa
Tengah, dengan meja2 dan bangku2 plastik berwarna menor dan kipas angin
besar di langit2. Lukisan2 dan hiasan2 yg dipajang pun sangat khas,
berekspresi lugas, tanpa basa-basi, namun sangat bermain.



Tak lama setelah kami menempatkan diri di sebuah meja, ruangan itu pun
segera penuh terisi. Gordi memesankan makanan, dan menjelaskan bahwa
makanan tsb adalah utk dimakan bersama2. Tidak ada seorang pun dari
kami yg keberatan. Hidangan pun datang satu demi satu, beberapa hadir
dalam bak aluminium ukuran sedang, masing2 beralaskan piring keramik.



Terdapat dua piring yg masing2 berisi irisan kentang berbumbu (dengan
rasa terkuat dari tomat & paprika), ditemani berbagai daging
panggang (iga, susis hitam, dan sekerat daging babi). Satu bak berisi
irisan cumi-cumi dan kacang polong, bergelimang saus berwarna merah
(dengan rasa dominan tomat, namun agak pedas). Bak lain lagi berisi
ikan (cod) dan kentang dengan
saus serupa. Ada pula dua bak kerang (mussels) dengan saus yg rasanya
mirip, namun jauh lebih encer. Satu bak besar berisi seonggok
domba, bawang bombay dan kentang yg dipanggang bersama. Bak terakhir
berisi artichoke panggang, yg harus dimakan selapis demi selapis. Semua
lauk-pauk ini masih ditemani oleh beberapa potong roti berwarna
keputihan yg teksturnya agak padat dan berasa agak asin. Untuk menemani
makanan ini, Gordi memesankan anggur yg kualitasnya inferior (karena di
antara kami tidak ada peminum anggur sejati), yang hanya enak diminum
bila dicampur dulu dengan air soda.



Dari semua hidangan ini, yang tersisa hanya separuh dari susis hitam
(susis darah, tidak ada yg terlalu doyan) dan sebutir artichoke.
Sisanya licin tandas, termasuk roti asin yg kami gunakan utk menyapu
saus yg tersisa di piring. Sudah jelas saya senang ketemu makanan yg
bumbu2nya cukup 'nyambung' dengan lidah saya (demikian juga yg diaku
para rekan dari India). Satu jenis hidangan berharga sekitar 3-4 Euro,
jadi untuk 8 porsi yg kami pesan (dan dapat membuat kenyang 5 orang)
plus minuman, kira2 habis di bawah 40 Euro.



L'AVIA

Carrer La Cera 33

08001 Barcelona

T (93) 442 0097





RESTORAN TERSEMBUNYI

Sekitar jam dua siang keesokan harinya, saat kami berjalan menuju
tempat makan siang, Miren menjelaskan bahwa antara jam dua hingga jam
empat sore, toko2 tutup utk beristirahat, dan setelahnya buka kembali
hingga pk. 21:00 atau pk. 22:00. Jam2 istirahat itu dimanfaatkan utk
menikmati makan siang, bersantai dan (tentu saja) beristirahat.

Dari arah Plaza Catalunya, kami berjalan menuju ke arah
Cathedral. Ketika hampir tiba di lapangan depan katedral, Gordi membuka
pintu pada sebuah gedung tua di sisi kiri jalan. Terutama karena kaca2
gelapnya, gedung ini sama sekali tidak menarik dilihat dari luar. Di
dalam pun, ruangan berlantai keramik hitam-putih dan berdinding hijau
tua tsb. terlihat kosong. Yang paling menonjol adalah sebuah tangga
masif yg dicat putih, menuju ke lantai atas. Di ujung atas anak tangga
terdapat pintu kaca berbingkai kayu.



Saat memasuki pintu ini baru terasa bahwa ruangan ini adalah tempat
makan. Terdapat bar membentuk L di pojok kanan ruangan. Di tengah2
ruangan terdapat 'panggung' rendah berisi empat meja panjang yg maisng2
dikelilingi bangku2 kayu. 'Panggung' ini dikelilingi oleh pilar2 yg
menopang sebuah lengkungan pada langit2, di mana terdapat sebuah lampu
gantung (chandelier) di tengah2nya.



Pada dinding di sisi bar terdapat tumpukan kotak2 minuman dan sebuah
kotak pendingin. Dinding di sisi kiri juga dipenuhi berbagai kotak dan
kemasan bahan minuman dan makanan, yg ditumpuk di bawah sebuah lukisan
yg bingkainya memenuhi sisa permukaan dinding. Di sisi yg berseberangan
dengan bar, terdapat sederet lemari kayu berpintu kaca, yg
memperlihatkan isinya: berbagai barang 'rumahan' seperti koleksi buku,
piala dan plakat, berbagai jenis baju dan kain, dan cendera mata.




Saat kami masuk, baru ada satu meja yg terisi, sehingga dengan mudah
kami dapat memilih meja yg kami sukai. Gordi segera memesankan berbagai
jenis makanan utk bersama2, setelah kami masing2 memesan minuman.
Suasana tempat makan ini seperti rumahan, 'homey' sekali. Si bartender,
seorang pria setengah baya bertubuh besar dan berkumis-jenggot putih
terlihat berdiri santai di belakang bar, sedang mengobrol dengan
seorang pelanggan seumurannya (belakangan, mereka main kartu di meja
sebelah kami). Si pelayan, seorang muda yg ramah dan cekatan, menyapa
sana-sini sambil mondar-mandir membawa pesanan.



Pesanan kami sbb:

2 porsi cumi goreng tepung: irisan cumi berbentuk cincin diolah dengan
tepat; sehingga ketika digigit, sedikit melawan namun segera menjinak.
Tekstur tepung yg renyah sangat mengimbangi kekenyalan cumi.

1 porsi kentang goreng dengan saus sambal & mayonaise: kentang
dipotong2 persegi (dengan kulitnya), lalu digoreng. Di atasnya dituang
saus berwarna merah (agak pedas) dan mayonaise.

1 porsi kroket ikan: ragout ikan campur kentang tumbuk, dibentuk
bulat-lonjong, digulir tepung panir, lalu digoreng. Luarnya renyah,
dalamnya sangat lembut, rasanya cenderung agak asin.

1 porsi daging goreng (bite size): daging babi dipotong kotak2 lalu digoreng dengan bumbu khas.

1 porsi irisan baguette yg dioles tomat segar: salah satu hidangan khas daerah ini.

1 porsi yg terdiri dari irisan cured ham, kotak2 keju dan stick crackers: 'finger food' yg juga khas, terutama cured ham-nya
yg cukup enak, meskipun bukan dari kualitas terbaik (yg terbilang
mahal, belakangan saya cek harganya di pasar setempat, bisa mencapai 38
Euro/kg). Termasuk minuman, total kami habiskan 37,75 Euro. Lagi2 bukan
harga yg mahal, mengingat kami berlima ternyata cukup kenyang dengan
hidangan model 'cemilan' yg mantap ini.



Karena letaknya yg agak tersembunyi ini, jarang ada wisatawan yg dapat
menemukan tempat ini, meskipun letaknya di tengah2 kota. Miren pun
mengetahui tempat ini dari seorang temannya yg adalah seorang petualang
kuliner di Barcelona (yg sesekali ia telpon utk mengecek ulang, saat
kami berjalan mencari2 tempat makan), dan kami beruntung mendapatkan
pengalaman "go where the locals go".



HOGAR ESTREMENO

sekitar Plaza Nova (depan Cathedral)





UNTUNG DAPAT TEMPAT

Kami tidak juga memesan tempat utk makan malam ini, dan tadinya mengira
bila pergi awal (sekitar pk. 20:00), pasti akan ada tempat utk kami
berempat (Gordi tidak ikut). Ternyata dugaan kami salah: tempat2 makan
yg kami hampiri, yg terlihat sepi, ternyata sudah penuh dipesan. Ketika
hampir putus asa karena sepertinya dihadapkan pada dua pilihan: makan
enak (khas Spanyol/Katalan) tapi mahal, atau makan murah tapi hanya
semacam pizza dan shoarma, kami tiba di depan sebuah restoran. Miren
bilang ia belum pernah ke sini, tapi menilik dari daftar menu dan harga
yg dipajang di pintu, tempat ini cukup menjanjikan. Kami segera masuk
dan meminta meja utk 4 orang, dan siap2 mendengar penolakan utk
kesekian kalinya. Tapi ternyata, meskipun jawaban awalnya adalah, "Agak
susah", kami akhirnya dipersilakan masuk di ruangan belakang.



Miren memesankan makanan pembuka utk kami makan bersama, lalu kami
memilih hidangan utama dan hidangan penutup utk masing2. Kami beruntung
lagi, ternyata restoran ini menyediakan calzot, hidangan pembuka musiman (hanya tersedia di awal musim semi). Di samping calzot, kami juga memesan escalivada, yg juga tipikal daerah ini.

Calzot, yg disajikan di atas
lempengan genting (yg berprofil setengah lingkaran) ini, adalah daun
bawang yg dipanggang hingga lapisan luarnya menghitam, dan dalamnya
matang. Cara memakannya, pegang ujung atas (bagian hijau daun)nya, lalu
kupas lapisan kulit terluarnya seperti mengupas pisang, lalu singkirkan
(buang). Celup bagian yg putih pada saus khusus utk calzot
(rasanya mirip saus otak-otak, dengan bahan dasar kacang, cuka, tomat,
dan bumbu2 lain), lalu *hap!* langsung masuk ke mulut. Makan bagian yg
putih, dan sisakan bagian daun yg hijau (terlalu 'alot' utk ikut
ditelan begitu saja).

Escalivada, yg dihidangkan
dalam pinggan keramik, berupa irisan terong panggang, paprika panggang,
dan anchovies yg diberi dressing olive oil. Sederhana, namun rasanya
khas sekali. Kami juga memesan sangria
sekedar utk mengicipi buatan restoran ini. Tapi ternyata rasanya tidak
terlalu 'fruity', sebaliknya, lebih seperti 'watered-down wine'.



Saya dan Miren masing2 memilih iga panggang sebagai hidangan utama, Deepa memilih separuh ayam, dan Jinesh pork medallion.
Masing2 hidangan datang dengan separuh kentang yg dipanggang dalam
kulitnya, dan pada permukaannya ditabur berbagai bumbu segar, sedikit white beans,
dan sekeping roti panggang yg lumayan lebar, beserta separuh tomat
segar dan sesiung bawang putih. Miren segera menunjukkan cara unik
memakan roti "pa amb tomaquet" ini: belah bawang putih, dan gosokkan
pada permukaan roti sesuai selera. Lalu gosokkan tomat segar pada
permukaan yg sama, sebanyak mungkin hingga permukaan roti basah
memerah. Tuangkan olive oil dengan royal, lalu taburkan sedikit garam.
Roti siap dimakan.

Hidangan pendamping yg lain tak kalah enak; kentang panggangnya gurih, terutama karena kulit dan bumbu2 di atasnya, lembutnya white beans
pun berhasil mengimbangi rasa dan tekstur iga panggang. Penggunaan
bumbu2 di sini memang cenderung berani, benar2 terserap dalam bahan
makanan yg segar.



Sebagai hidangan penutup, saya pilih crema catalana, yg juga khas dari daerah ini. Crema catalana ini dihidangkan dalam bak keramik bundar, dalam keadaan dingin. Isinya adalah egg/cream custard yg sangat lembut (teksturnya spt vla), dengan selapis caramelized sugar menutupi permukaannya, yg 'pecah' saat sendok mulai beraksi.

Sebenarnya crema catalana ini mirip dengan creme brulee, hanya saja bedanya custard pada catalana ini tidak semanis pada creme brulee
(setidaknya yg pernah saya icipi selama ini). Namun tetap saja, ini
adalah hidangan penutup dengan rasa dan porsi yg sangat pantas.
Termasuk minuman dan kopi, kami berempat menghabiskan 57.19 Euro untuk
makan malam kali ini. Semua terlihat puas (terbukti dari kosongnya
piring2 yg disingkirkan), dan kami pun beranjak keluar sekitar pukul 11
malam, saat sebuah pesta di meja sebelah baru akan dimulai.



LA LLAR DE FOC

Ramon i Cajal, 13

T (93) 284 1025




Ada beberapa gambar di sini






Thursday, March 23, 2006

[sketch & photos] Barcelona, March 2006




Here are some sketches about my trip to Barcelona (17-19 March 2006). I was invited to be a guest lecturer, along with Deepa (my Indian colleague) by Miren, a colleague who teaches at the Universitat Polytecnica de Catalunya. I departed on Friday morning, arrived in the afternoon, had the class until about 18:00. Afterwards, it's going around town with Miren, her boyfriend Gordi, Deepa and her friend Jinesh.
Saturday was filled with field trips and good food. Sunday morning I flew back home. It was really too short, but I had great fun. The photos here are from Deepa and Miren; mine are still being developed (yes, people, I still use prints!)

ps. I'm not done here. The contents of this album and their captions might be added/updated one day.

Wednesday, March 22, 2006

[buat iseng] MyHeritage Face Recognition

http://www.myheritage.com/
Distraction, anyone? Wanna see who you're (most likely) related to?
Not that it matters, it's just a fun way to pass your time..
My first try was hilarious (look at the photo :D)

62% Robert Penrose
58% Park Chung-hee
50% Beyonce Knowles


2nd try:
62% Emily Browning
57% Cuba Gooding Jr.
53% Zhang Ziyi
(bwahahaha.. please..
I really need to go to bed now..)

Image hosting by Photobucket

Sunday, March 12, 2006

Strips in Stereo: Musik dalam Cergam



Sabtu malam, 11 Maret 2006, sekitar pk. 21:00, tampak antrian panjang di luar Paradiso
(sebuah gereja tua yg kini berfungsi sbg gedung pertunjukan). Hawa
dingin dan turunnya butiran salju lembut tidak mengurungkan niat para
pengunjung malam itu, yang telah menghabiskan seluruh tiket yang
terjual.



Sekitar jam itu pula saya tiba di Paradiso, tapi tidak sempat berlama2
memandangi panjangnya antrian di luar sebab harus segera mencari tempat
parkir utk sepeda saya, supaya bisa segera ikutan mengantri. Ini tidak
mudah, sebab semua tempat parkir sepeda dan ruang yg ada di sisi jalan
juga sudah penuh dengan sepeda. Untung akhirnya dapat juga tempat
nyempil di seberang Paradiso, di pelataran sebuah sekolah tingkat
menengah, meskipun harus dengan menarik dan menyingkirkan sebuah sepeda
yg diparkir miring.

Mungkin sekitar 10 menit waktu yg dihabiskan para pengunjung untuk
mengantri di luar. Saya hanya bersyukur hawa dingin malam itu tidak
ditingkahi angin. Begitu antrian bersendat maju, saya termasuk yg bisa
langsung masuk ke pintu, sebab selain tiket masuk Strips in Stereo (15 Euro), saya juga sudah punya tiket Paradiso (2,50 Euro,
yg berlaku bulanan), sementara banyak orang yg masih harus mengantri
utk ini. Sampai dalam ruangan, langsung terasa hangat, jadi saya
titipkan dulu jaket tebal di ruang mantel (1 Euro per jaket) sebelum masuk ke ruang pertunjukan.



Lantai dasar Paradiso waktu itu sudah penuh orang yg sibuk berbincang,
merokok, dan minum (ada bar di salah satu pojok ruangan). Di depan,
terlihat berbagai instrumen musik sudah tertata di panggung. Di latar
panggung, terdapat layar raksasa. Balkon lantai satu dan dua juga
tampak sudah terisi penuh, sementara orang2 terus mengalir masuk.
Terjual habisnya tiket masuk ini pasti juga karena adanya ulasan ttg
acara ini di De Volkskrant
(sebuah koran nasional) sehari sebelumnya. Suasana ramai karena ada
alunan musik yg dikontrol oleh seorang DJ di pojok ruang yg
berseberangan dengan bar.

Para pengunjung malam ini terlihat sangat beragam. Bukan saja dapat
dikelompokkan antara yg datang utk musik atau datang utk komik atau
dua2nya, tetapi juga dapat dikelompokkan antara penggemar suatu jenis
musik. Maklum saja, sebab lagu2 yg dipilih oleh para komikus ini adalah
dari bermacam2 jenis (ballads, rock, country, rap, dsb). Selain itu,
orang2 ini antusias utk datang juga karena lagu2 yg terpilih akan
dibawakan oleh musisi dan penyanyi aslinya.



Lagu pertama, Kinderballade, dibawakan oleh Boudewijn de Groot, yg di-cergam-kan oleh Maaike Hartjes. Sementara lagu dinyanyikan, pada layar terpampang animasi dari karya Maaike. Berbeda dengan gambar sehari2nya yg mirip stick figures,
ilustrasi Maaike kali ini cukup memikat, bergaya dekoratif kejepang2an
dengan aksen warna2 yg kuat. Balada si anak ini pun terasa mencekam,
berkat visualisasi Maaike.

Boudewijn de Groot kemudian membawakan lagu keduanya, Malle Babbe, yg grafisnya digarap oleh Erik Kriek (pencipta seri Gutsman).
Jenis lagunya pun balada, dengan lirik yg menggugah rasa, dan
digambarkan dengan tepat oleh Erik. Gaya gambar Erik yg biasanya
berjiwa American pop art, kali ini diberi aksen kekasaran tertentu,
sesuai dengan setting waktu yg dipilihnya.



Berikutnya tampil Guido Belcanto dengan De Verpleegster, dengan visual karya Mark Retera (terkenal dengan tokoh Dirk Jan-nya).
Sesuai kisah dalam lagu tsb, Mark menggambarkan Guido yg terpikat oleh
seorang perawat yg mengambil contoh darahnya, yg terlihat resah waktu
bertemu dokter, dan reaksinya saat ia mengetahui hasil tes darahnya. Di
sini pacing dan komposisi panel (pada animasi komik) dengan tepat mengekspresikan tone dan lirik pada lagu.



Frans van Schaik membawakan Ketelbinkie yg divisualisasikan oleh Dick Matena, seorang komikus kawakan yg kali ini memilih menggunakan duo tone pada komiknya, dan menampilkan sosok2 karikatural.



Jeroen Zijlstra yg sedang tur berhalangan hadir utk membawakan lagunya, Je bent zo lelijk, dan digantikan oleh seorang rekannya. Lagu yg, bila diterjemahkan bebas, kira2 berarti "kamu jelek sekali" ini digambar oleh Hein de Kort,
yang keunikan gayanya memang sangat cocok untuk lagu tsb. Gambarnya
bergaris dan berbentuk seenaknya, dan sengaja dibuat berantakan,
seolah2 hendak menekankan arti kata "jelek".



Spinvis dengan lagunya Voor ik vergeet tampil di panggung dengan Hanco Kolk,
komikus yg malam itu kebetulan berulang tahun (ya, penonton sempat
menyanyi lagu ulang tahun utknya). Keunikan Hanco adalah gaya garis2
minim namun efektif. Utk Strips in Stereo, Hanco banyak menyertakan kolase foto di antara goresan kuasnya.

Malam itu, Hanco adalah satu2nya komikus yg melakukan live performance.
Sebuah kanvas dipasang di panggung sebelum lagu dimulai. Saat Spinvis
mulai memainkan lagu (yg terjemahan judulnya adalah "karena saya
lupa"), Hanco pun turut beraksi dengan kanvasnya. Kanvas tsb sebelumnya
telah digambar oleh Hanco: fokus pada tokoh utama lagu, dikelilingi
oleh elemen2 memori yg ada pada benaknya. Selama lagu berlangsung,
Hanco menyapukan kuas (dengan cat), sedikit demi sedikit, ke memori2
tsb, hingga perlahan2 hanya tinggal si tokoh utama yg terlihat pada
kanvas. Menjelang lagu berakhir, si tokoh pun tersapu kuas, dan setelah
semuanya 'terhapus' oleh cat, Hanco menggambarkan jantung hati tepat di
mana si tokoh berada.



Peter Pontiac memilih lagu Meisjes (= perempuan muda) karya Raymond van 't Groenewoud
utk divisualkan. Ini bukanlah pilihan sembarangan, sebab gambar2
perempuan karya Peter dinilai sebagai yg terseksi di seluruh Belanda.
Raymond malam ini tampil mengenakan rok mini hitam (terlihat spt
lingerie), wig brunette pendek dan memakai lipstick (bukan hal yg baru
baginya utk tampil berkostum).

'Komik' Peter kali ini lebih berupa clip arts, yg memperlihatkan beberapa versi perempuan: dari tipe girl-next-door yg membuat jumpalitan para pria, hingga tipe alien
yg membuat jiper laki2. Hal yg paling menarik adalah interpretasi Peter
yg tak terduga terhadap lirik2 Raymond, yg lebih dari sekedar
berorientasi seksual.



Getty Kaspers, eks penyanyi dari grup Teach-In (sebuah band pop di th 70an) menampilkan Ding-edong, yg divisualisasikan oleh Jean-Marc van Tol.
Keras-pelannya nada di bagian2 tertentu pada lagu terasa pada gambar
melalui besar-kecilnya huruf pada komik, terutama pada bagian 'sound
effect' (bunyi detak jam, atau bunyi lonceng gereja).



Henny Vrienten dari grup Doe Maar membawakan Is dit alles?, yg liriknya digambarkan oleh Barbara Stok
dalam suasana sehari2. Selingan "wouu wouu" yg sering terdengar dalam
suatu lagu dimasukkan dalam panel2 komik melalui berbagai adegan (bayi
menangis, anjing melolong, dsb). Sehingga, meskipun di luar alur cerita
utama, "wouu wouu" itu tetap tampil pada komik.



Karya Thé Tjong-Khing
termasuk yg paling ditunggu2 kali ini, mengingat kiprahnya terakhir
dalam dunia komik profesional adalah lebih dari 20 tahun yang lalu
(beliau kini lebih terkenal sebagai ilustrator buku anak2). Haar sneeuwwitte boezem dari Johnny Hoes
yg dipilihnya mengisahkan ttg seorang gadis yg meninggalkan orang
tuanya di desa kelahirannya utk pergi ke kota demi masa depannya. Ia
lalu mengabari orang tuanya bahwa ia telah berhasil hidup di bawah
gemerlapnya lampu kota besar. Interpretasi Khing sangat menarik:
"gemerlap lampu", yg biasanya dianggap sebagai mewahnya kehidupan kota
besar, digambarkannya sebagai gemerlap lampu berwarna merah muda, yang
membingkai sebuah kaca, di mana si gadis duduk menunggu pelanggan.



Leon Giesen (Mondo Leone) tampil dengan lagunya, Naakt en Kaal, yg divisualisasikan oleh Joost Swarte,
komikus yg lebih dikenal sbg seorang desainer grafis termahal
se-Belanda. Komposisi dan panel pada karya Joost sudah bisa diduga,
dengan teknik garis bersih yg dianutnya itu. Kekuatannya dalam
memainkan obyek2nya pun muncul melalui beberapa adegan surreal,
yg juga merupakan spesialisasinya.



Def P (dengan grup rap-nya Osdorp Posse) membawakan Moordenaar, dengan visualisasi oleh Typex
(baik lirik lagu maupun komik yang satu ini sangat tidak layak utk
anak2). Typex membuat komik tanpa kata2: seluruh lirik dituliskan pada
sebuah 'piringan' di tengah2 halaman.



Bennie Jolink (dari grup Normaal) membawakan D'n poot op het gas, digambarkan oleh Henk Kuijpers (yg terkenal dengan karya serinya, Franka). Komik yg satu ini tampil mantap, hingga hampir tak terasa bahwa teksnya adalah lirik lagu.



Peter Koelewijn dengan lagunya Kom van dat dak af, yg saking terkenalnya sampai dibilang 'lagu nasional' Belanda, tampil sebagai penutup. Gerrit de Jager, yg mencergamkan lagu ini, juga sangat terkenal berkat karyanya De Familie Doorzon
(ia, dan Jean-Marc van Tol, adalah pemrakarsa acara Strips in Stereo
ini). Tentu saja nomor ini mendapat sambutan sangat meriah. Sekali
lagi, kerasnya nada dapat terlihat pada besarnya font, dan kecepatan
lirik juga terlihat pada deretan kata2 yg bersambungan tanpa
jeda.



Saya yg sebelumnya belum pernah mendengar lagu2 yg ditampilkan malam
ini dapat dengan mudah menikmati musiknya. Mungkin juga karena terbawa
suasana, di mana kelihatannya semua orang di Paradiso (kecuali saya)
hafal lirik2 lagu tsb dan ikut bernyanyi.

Mengenai visualisasi lagunya sendiri (saya baru menduga, sebab belum
melihat bukunya dengan lengkap, juga tidak hafal lirik lagu2 tsb), saya
lihat para komikus tsb umumnya mengambil lirik dan menerjemahkannya ke
dalam gambar, dengan interpretasi masing2 - bagai mengambil naskah utk
dikomikkan. Ada juga di antara mereka yg bermain dengan
tinggi/rendahnya nada atau kecepatan lagu, dan berusaha
mengekspresikannya dalam gambar.

Baru ini yg dapat saya tangkap dari live performance malam itu, plus tampilan animasi komik pada latar panggung. (Review buku & CD Strips in Stereo akan saya susulkan begitu barangnya sudah ada di tangan)



Di penghujung acara, kedua pemrakarsa acara ini tampil ke panggung dan
memperkenalkan para komikus yg terlibat, satu demi satu (semua hadir,
kecuali Thé Tjong-Khing) dan menghadirkan kembali para musisi yg telah
tampil malam itu. Namun ada berita mengecewakan bagi penonton: malam
itu buku & CD Strips in Stereo tidak dapat dijual, sebab persediaan
sudah habis sama sekali, dan kita semua harus menunggu cetakan
keduanya! (atau mungkin stok habis karena distribusi besar2an sebelum
malam itu?). Tentu banyak yg kecewa, termasuk saya, yg berniat
memintakan tanda tangan pada buku tsb ke semua komikus yg hadir pada
malam itu (sesuai yg dijanjikan pada program Strips in Stereo).



Untuk (agak) mengobati rasa kesal, sebelum pulang saya beli satu kopi versi Bootleg yg dijual di lantai atas (di mana berlangsung pula penjualan berbagai komik dan merchandise spt bros, stiker, dll). Bootleg ini berisi karya2 para komikus Belanda yg tidak termasuk dalam Strips in Stereo,
namun juga menggambarkan lagu2 yg mereka pilih masing2. Fotokopian
kualitas bagus, bersampul kertas warna perak, berharga 5
Euro.



Saat saya meninggalkan Paradiso (sekitar pk. 23:30), acara masih terus
berlangsung: DJ, strips jam session, strips club, dsb. Berhubung bukan
penggemar hura2 malam (sambil masih agak sebel perihal
buku), dan ingat ada yg menunggu di rumah, saya memilih utk pulang.



Images: dari situs Strips in Stereo: sampul buku dan halaman2 dari Peter Pontiac dan Gerrit de Jager.






























Friday, March 10, 2006

Upsetting Thoughts (my home country, nowadays..)




Drawing sometimes functions as a therapy to me: I have the urge to pour my emotions on a piece of paper, to relieve my mind from disturbing thoughts. These drawings are done spontaneously, also the texts, therefore they're a bit messy, but at least it calms me down.

ps. I thought these series end today. But I just read on the news that our parliament members are raising their income again(!). *speechless*

Wednesday, March 8, 2006

Rahasia Apa?



Seperti tersebut di jurnal gue sebelumnya, kali ini gue hendak meladeni jebakan si Ipan
- sebelum dikutuk jadi asbak ama dia - untuk menyebutkan 5 rahasia
kecil yg nggak diketahui orang lain. Untuk di jurnal sendiri nggapapa,
lah..



1. Sebenernya yg ini udah tertulis di Friendster: gue nggak bisa niup balon, nggak bisa siul, dan nggak bisa nelen pil/kapsul. Nah, udah tiga tuh ya! Hahahaa!



2. Gue nggak bisa nyetir mobil. Terakhir nyetir adalah pas SMA (sekitar
th 1988), itu juga sepertinya pas belajar nyetir di Senayan. Selain
itu, ampir nggak pernah, sebab baik sekolah maupun ngelencer, naik bis
terus. Pas kuliah di Bandung, ngangkot atau nyepeda melulu (atau nebeng
temen, tentunya). Lalu sekolah di Belanda, sampai sekarang, full
nyepeda dan pakai kendaraan umum. SIM punya sih, bikin di Bali bareng2 Chica dulu, tapi nggak kepake sama sekali.. hehe..



3. Kalo si Ipan dijuluki "Ndoro Croboh" jaman kuliah dulu, gue dapet
julukan "Ratu Dempul". Habis, saben bikin model pasti finishing-nya
ngedempul melulu, berhubung modelnya pasti berantakan! Hahaha! Inget
komentar Andry Masri yg wkt itu ngasisteni workshop teknik presentasi,
"Elu cewek sendiri tapi kerjanya paling jorok!". Duh, asli gue nggak
bangga. Makanya selanjutnya, saben bikin model, gue pake teknik
stiker-nya Ozziatski, dijamin mulus!



4. Gue waktu SMP dulu punya geng juga dong. Anggotanya delapan: gue,
Rina, Tiur, Laura, Riska, Sandra, Herni, Imelda (sesuai nomor urut
anggota.. hihihihi). Nama gengnya? Dolphin (jangan ketawa!)



5. Masih jaman SMP dan awal2 SMA, gue sempet kesuwat2 sama Dolph
Lundgren gara2 film The Punisher (nista nista deh), sampe gue bikin
gambar potretnya, gue laminasi buat pembatas agenda sekolah (Masih ada
lho sampe sekarang! Mau liat? Berhenti ketawa dulu!)

BTW, menggambar potret selebriti adalah mata pencaharian gue yg pertama
kali (habis kita emang nggak pernah dikasih uang jajan), sejak jaman
SMP.. hehe.. Permintaan terbanyak: NKOTB dan Kirk Cameron (ini juga
arsip2nya semoga masih kesimpen rapih di rumah bapak/ibu di Jakarta).



Image hosting by Photobucket



Udah ya Pan. Sekarang gue ikutan elu, nunggu yg Motul dan Yaya.

Eh bentar.. kalo udah nyebut 5 rahasia ringan-dan-lucu ini, boleh nodong yang lain ya? Asik, kalo gitu gue pengen liat punya:

1. Chicaluna

2. Bookshop

3. Uprit

4. Nuragni29

5. Bataviarose

..dan yg lain-lain! :D







Gambar: kartun Calvin & Hobbes dari situs Jaired's Heroes









A Jumble of Distraction



These recent couple of weeks are (supposedly) very hectic for me. I've
got one important deadline (my dissertation manuscript!) and, shortly
after, another deadline (materials for Barcelona!). But somehow I
managed to make myself more busy with other things..



First of all, it's not easy to concentrate when your head is filled
with many upsetting news (the Raju case, the RUU AP/P conflicts, and
such). Secondly, it's very easy to get distracted by lighter activities
(which I easily agreed upon), such as helping Dhanu's class preparing
their "Pirate" theme for this month. I ended up making cardboard short
swords and binoculars, painted and decorated them with crépe paper and
(self-made) pirate stickers. I drew a seriously challenging treasure
map. I made a ship's steer wheel out of a real car steer wheel, added
with cardboard pieces and more crépe papers. And today, I volunteered
to paint a scenery of a pirate ship, heading to a volcanic island
(where a treasure chest is kept), next to a skull-shaped rock - on a
2x2 sqm cloth.



On Saturday evening, I plan to go to a Strips in Stereo
event at Paradiso, and the Sunday afterwards, we'll go to a birthday
party (a colleague of my husband) in Vijzelstraat. I'm just glad that
the venues are nearby our place.



I might have missed the board meeting of Stichting ZieZo
(where I am a
member) last Monday, but I voted for The Netherlands and Amsterdam
councils (for the first time, as an immigrant!) last Tuesday. I
rarely go to the chatting line anymore (miss you, people!), at least
until I come back from Barcelona, next week.

I should be reading books that are relevant to my research, but I oftenly picked up my new The Hitchhikers' Guide to The Galaxy or the new MAD magazine (that keeps coming, despite the fact that my subscription should already be expired about half a year ago).



Well, I should really get on with my work now. But before that, I think I'll take up the challenge from my friend www5 about revealing my little secrets (see? It's too easy to tempt me nowadays! Haha!)



Image: "Distraction", John Leech Sketch from 1847. Source: John Leech Archive, UK.





Thursday, March 2, 2006

Concerning Childbirth



I've been meaning to write this down for a long time. My motivation?
Perhaps to have a reminder, or a self-note, should I happen to be with
a baby again. I hope this writing can be of use, too, for others.
During both times of my pregnancy (in 2000 and 2003), I joined a class
called Safe Natural Birth, or Active Birth.
The term 'active' is used since Lillith Türk, our instructor, believes
that mothers should actively be involved in a birthing process. I agree
with this, especially considering unpleasant experiences of my friends
and acquaintances: how doctors preferred to give them a c-section (no
working on odd hours), how doctors and nurses bossed them around during
the delivery ("You should lay flat on your back so the doctor can see better!" - the doctor?! who is giving birth here?!), and other stories
where mothers-to-be were treated like cattle.



Women have been losing control over their own delivery since long ago, and
I agree that we should rediscover the natural way of giving birth;
women should gain their confidence back in this matter. I'm not against
improvement in medical technology and treatment, of course, since they
indeed save lives and are very useful in complicated conditions. So if
you are healthy, you live clean (no smoke, no drugs), your pregnancy
goes well and your baby-in-tummy is also healthy, you can actually
enjoy the most-dreaded delivery moments very much.



I'm glad that I gave birth in a country where 'home delivery' is
encouraged (although available, hospital delivery is optional). Here
are some points that I summarized from the Active Birth class, which
have helped me through the delivery:



1. Delivery pains are perhaps
the most dreadful thing any woman can expect. But this fear of pain can
be reduced if we know why the pain is there, and what it's good for.

Contraction pain: to open the passage way and to push the baby out

Delivery pain: it's the climax, and will be over before you know it.
Nothing beats the feeling of holding your new-born in your
arms.

Post-natal pain: similar to contraction pain, but this time its
purpose is to shrink the womb. Everytime the pain came, I thought, "Ah - another step towards my normal-size belly!". By the way, I felt this post-natal pain at the 2nd birth; didn't feel it at the first, but it's different for everybody.



Contraction pain causes discomfort not only to the mother, but to the
baby as well. The discomfort makes the baby push itself out of the womb (did
you know that babies also actively take part in their own birthings?),
and signals the mother of when to help pushing the baby out. The tips
are:


  • Everytime the pain comes, don't think about how painful it is, or
    how long it has been. Instead, think about how far you've gone, or how
    good and brave you've been.

  • When the pain comes, don't panic. Being panic only tightens your
    (already-stretched) muscles, therefore causing more pain. Relaxing (not
    easy, I know) will loosen up your muscle and might help reducing the
    pain. So: don't fight it, but work with it. It would be easier for
    those who has a composure, therefore can fully control their breathing.



Image hosting by Photobucket

The 'frog' position, to relax.



2. Be strong on the legs,
because you should be able to support
yourself. During contractions, it helps to walk around, or urinate
(bend as far as you can, to squeeze the bladder empty), or (my
favourite position) be on all four (or supported by pillows, called the
'frog' position). During
delivery, when you choose not to lay on your back, you'll need your
legs
to squat, or support you on all four, if you wish. Make yourself round
(bend a bit, or 'sit' a bit upright); in this shape, the baby would
slip out easier. Afterwards, and this is important, you'll need to
urinate often, right away, in order to shrink your womb. I'll never
forget how my midwives (and later, maternity nurses) liked to 'nag' me
a lot to go empty my bladder.



Image hosting by Photobucket

An exercise to strengthen your legs



3. Mind your posture. Most back
aches are caused by our own habit of sitting, walking and standing
sloppily. Keep the upper part of your body erect, don't hunch or lean
to the sides when sitting. You don't have to walk like a model, but
walk gracefully by placing the ball of your foot first before the rest,
one after another, pull your shoulder back, point your chin forward. This is useful especially when your gravity point
has changed, due to your growing belly: you'll learn to balance
yourself nicely. It also helps reducing back pain, especially at the
lower back, whose muscles also support the growing tummy. If you are
concious of your posture during pregnancy, believe me, after giving
birth you'll look better than ever!



Image hosting by Photobucket



Each person has different body and characteristics, of course, so don't
be afraid to find ways that are most convenient for yourself. The most important thing is learning to listen to your body. I've
written my birthing experience for our first and second babies (in Indonesian), and made graphic 'reports' for both: a 9-month diary and another 9-month diary



Images: website illustrations for Active Health Center and from my sketchbook-diary (a couple of pregnancy exercises)
























Wednesday, March 1, 2006

Tita's Johari Window


http://kevan.org/johari?name=larasati
A Johari Window is a metaphorical tool intended to help people better understand their interpersonal communication and relationships. It is used primarily in self-help groups and corporate settings as a heuristic
[Source: Wikipedia]


Umm. Thanks beforehand if you participate; although I don't know what to do with the result - yet.

Oh, and while we're at it, I found also the Nohari Window; for negative behaviours: here's mine.

(Thanks to Porca for directing me to this site :D)