Dimulai dari membaca sebuah artikel berjudul
Mempertanyakan Kepedulian Seniman di
Kompas, yg ternyata membahas ttg
RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi yg sedang digodog oleh DPR. Dilanjutkan dengan membaca tanggapan seseorang dari
Komnas Perempuan di sebuah mailing list (intinya saya kopikan di bawah), yg juga menyertakan lampiran RUU tsb.
Langsung pikiran saya tertuju ke sebuah bab di
Persepolis, di mana
Satrapi dan teman2nya (yg belajar di sebuah sekolah seni di Iran) terpaksa
menggambar model perempuan yg mengenakan cadar lengkap. Dengan cara ini, tidak mungkin mereka melatih ketrampilan menggambarkan anatomi manusia dengan baik. Juga ketika Satrapi sedang menggambar seorang model pria; ia
ditegur seorang pengawas karena memandangi laki2 tsb., dengan alasan 'melanggar kode moral'. Satrapi harus menggambar model tsb sambil menatap pintu! Ini kan lucu, sekaligus ironis.
Satrapi juga menyatakan, saking harus selalu sibuk memperhatikan penampilannya - bukan utk menarik perhatian, tapi demi menghindari hukuman - ia (dan sesama perempuan) tak sempat lagi memikirkan hak2, apalagi penyuaraan pendapat mereka!
Yah, kasus Satrapi ini memang dari sisi ekstrim, karena situasi di negaranya yang memang represif terhadap kaum perempuan. Tapi, dengan RUU semacam ini, apa berarti kita di Indonesia mau menuju ke arah sana?! Kalau tujuannya melindungi kaum perempuan dan anak2, mestinya lebih ditekankan ke pasal2 mengenai, misalkan:
- Pelecehan seksual: dari lingkungan tempat kerja hingga di lingkungan rumah tangga. Hukum tuh preman2 jalanan yg suit-suit atau menyerukan kata2 nggak sopan saben ada cewek lewat! Hukum berat majikan yg suka 'ngerjain' pembantunya!
- Kesejahteraan WTS: pengontrolan kesehatan, pelatihan ketrampilan (supaya yg terjebak di dunia itu bisa keluar dgn kemampuannya sendiri), perlindungan terhadap kekerasan (baik oleh pelanggan, germo, maupun aparat yg juga memeras).
- Penindakan spamming porno di Internet.
- Pengkondisian jalan2 umum di daerah manapun dan jam berapapun, utk menjadi aman bagi perempuan yg bepergian sendiri (= menghindari resiko kekerasan seksual/ pemerkosaan), spt menambah penerangan jalan dan petugas keamanan.
- Pengkondisian tempat2 umum (kantor, pusat perbelanjaan, dsb), supaya menyediakan tempat yg nyaman bagi ibu2 utk menyusui dan mengurus bayinya. Jangan2 menyusui di tempat umum bisa dianggap tindak pidana juga karena mengeluarkan payudara dari balik baju!
Okelah bila perundang2an ini bertujuan utk mengatasi persoalan pesta seks dan video porno anak2 sekolah, misalkan. Tapi apakah semua masalah itu selesai dengan cara pengekangan (terutama terhadap kebebasan berekspresi)?
Yang harus 'dipegang ekornya', menurut saya, adalah asal muasal stigma terhadap "tubuh telanjang". Saya lihat dari pengalaman di Belanda, di mana anak2 mudah ter-expose terhadap program dan iklan televisi dan majalah yg menampilkan (bagian) tubuh telanjang, bahkan sex shop (meskipun yg terbanyak terdapat di daerah lampu merah, tidak tertutup kemungkinan adanya sex shop di lingkungan permukiman biasa). Tapi apakah anak2 Belanda ini semuanya tumbuh jadi maniak sex? Justru tidak. Peran orang tua, lingkungan dan pendidikan memang sangat penting dalam memberikan pengertian kepada anak2, dan hal inilah yg sangat kurang di Indonesia.
Akhir kata, pornografi adalah isu moral. Dengan membatasi dan mengekang segala hal, RUU ini menganggap dan mempermalukan masyarakat Indonesia sebagai orang2 tanpa moral yg tidak becus menentukan pandangan dan sikap mereka sendiri. Bila RUU ini disahkan, bisa2 orang2 Indonesia jadi benar2 bodoh, miskin moral dan makin kekanak2an.
gambar: dari
Persepolis 2, bab berjudul
The Socks. Klik
ini utk melihat versi besarnya.
*Tambahan*: kutipan dari
tulisan Jim Supangkat di
Kompas, Minggu 18 Des 2005, yg 'terbit' beberapa jam setelah saya membuat entry ini (saya tebalkan bbrp bagian teks):
[...]
Salah acuan itu membuat RUU Tindak Pidana Kesusilaan yang sebenarnya disusun untuk kepentingan (melindungi) masyarakat jadinya malah (mohon dicatat) menghina masyarakat. Persepsi di balik RUU ini melihat seksualitas, sensualitas, ketelanjangan, dan bahkan aktivitas ciuman dalam kehidupan punya cuma satu dasar: pornografi.
RUU itu jadinya menuduh setiap orang yang mengangkat persoalan seksual, masalah sensualitas dan ketelanjangan punya tujuan mengeksploitasi kesenangan seks seperti pada pornografi. Semua bahan persoalan-persoalan ini materi kuliah anatomi, karya-karya seni, makalah seminar perkawinan dan pendidikan seks bisa dilihat mencerminkan akhlak rendah karena mencari keuntungan dengan menjual kesenangan seksual (Pasal 469). Kesalahan acuan membuat Pasal 469 ini bukan melindungi masyarakat dari penyebaran produk pornografi, tapi malah mem-pornografi-kan masyarakat.
[...]
(lampiran: dari sebuah mailing list)
====================================
Pasal2 yang menurut saya harus dikritisi adalah:
I. "Larangan MEMPERTONTONKAN bagian tubuh tertentu yang sensual.." (Pasal 25) ..pidana penjara 2 - 10 tahun (Pasal 79),
dalam Penjelasan Pasal 4: Bagian tubuh tertentu yang sensual ANTARA LAIN adalah alat kelamin, PAHA, PINGGUL, pantat, PUSAR, dan PAYUDARA PEREMPUAN, baik terlihat SEBAGIAN maupun seluruhnya.
##Catatan sementara: artinya pihak yang berwenang menafsirkan RUU ini dapat menafsirkan bagian tubuh tertentu yang sensual di luar (lagi!) dari yang diatur RUU ini. Tentang mempertontonkan, apakah berarti “langsung” terlihat? bagaimana bila tidak langsung terlihat, tertutup kain, tapi ketat, sehingga membentuk bagian itu misalnya? ini akan menjadi bergantung kepada pihak yang berwenang menafsirkan RUU ini.
##Contoh Kasus:
--coba kita ingat, Celana yang sekarang menjadi Trend & “begitu banyak” dipakai perempuan berbagai usia, Celana yang memperlihatkan pinggul, dan ketat membalut kaki, dan biasanya dipakai bersama baju yang pendek = akan terlihat pusar??
--atau coba kita ingat Pakaian yang dipakai Artis perempuan ketika mereka tampil menyanyi, menari (atau tidak harus Artis, bisa Pakaian Pesta kita juga), yang mungkin memperlihatkan itu??
--atau contoh lagi, Peragawati yang memakai Baju2 yang dirancang oleh Perancang Busana, yang mungkin memperlihatkan Bagian2 tubuh yang dinyatakan sensual oleh RUU ini??
--bagaimana dengan Budaya berbagai Daerah di Indonesia, yang punya berbagai kebiasaan berpakaian??
apakah berarti PEREMPUAN DALAM JUMLAH YANG BEGITU BANYAK itu DAPAT DIPIDANA PENJARA??
II. "larangan menari erotis ATAU bergoyang erotis di depan umum.." (Pasal 28) ..pidana penjara 18 bulan - 7 tahun (Pasal 82),
dalam Penjelasan Pasal 28:
“Menari” erotis adalah melakukan gerakan-gerakan tubuh secara berirama dan mengikuti prinsip-prinsip seni tari sedemikian rupa sehingga gerakan-gerakan tersebut dapat dikategorikan sebagai suatu karya seni koreografi.
“Bergoyang” erotis adalah melakukan gerakan-gerakan tubuh secara berirama, “tidak” mengikuti prinsip-prinsip seni tari,dan lebih menonjolkan sifat seksual sedemikian rupa sehingga gerakan-gerakan tersebut dapat “diduga bertujuan merangsang nafsu birahi”.
##Catatan sementara: “= KEDUANYA DILARANG”
--lalu bagaimana dengan Tarian2 Daerah?? Tari Jaipongan dari Jawa Barat misalnya??
--bagaimana dengan Perempuan yang profesinya memang menjadi Penari??
--kalau alasannya: merangsang nafsu birahi, kalau yang bermasalah adalah birahi laki2 yang mungkin timbul setelah melihat Tarian itu, kenapa Perempuan yang harus dilarang menari?? hingga harus dibuat RUU ini?? seharusnya laki2 yang harus berpikir bagaimana mengontrol birahinya, dan bertanggungjawab atas birahinya itu??
III. “Larangan membuat (diantaranya) Tulisan, Film, yang MENGEKSPLOITASI daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan SEJENIS..” [PASAL 9 ayat (2)] ..pidana penjara 2 – 10 tahun [Pasal 63 ayat (2)],
*Pasal 1 angka 14:
“mengeksploitasi” adalah kegiatan memanfaatkan perbuatan pornoaksi untuk tujuan mendapatkan keuntungan materi atau non materi bagi diri sendiri dan/atau orang lain.
*Pasal 34 ayat (1):
Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi sebagaimana dimaksud dalam PASAL 4 SAMPAI dengan PASAL 23 DIKECUALIKAN untuk tujuan PENDIDIKAN dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dalam BATAS YANG DIPERLUKAN.
Penjelasan Pasal 34 ayat (1)
"dalam batas yang diperlukan" adalah sesuai dengan tingkat pendidikan dan bidang studi PIHAK YANG MENJADI SASARAN pendidikan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan.
*Pasal 34 ayat (2):
Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan materi pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) TERBATAS PADA LEMBAGA RISET ATAU LEMBAGA PENDIDIKAN YANG BIDANG KEILMUANNYA BERTUJUAN UNTUK PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.
##Catatan sementara:
Homoseksual adalah salah satu bentuk orientasi seksual, yang menjadi bagian dari Hak Asasi Manusia.
Untuk menginformasikan hal tersebut diantaranya dapat dilakukan melalui Tulisan dan Film, dan itu adalah bagian dari perjuangan Hak2 Lesbian, Gay, Transeksual di Indonesia.
MENGEKSPLOITASI dalam Pasal 9, akan sulit ditafsirkan dalam Tulisan dan Film, Contoh: Film Arisan - untuk Gay, Film Detik Terakhir – untuk Lesbian, pihak yang berwenang menafsirkan RUU ini dapat saja mengatakan bahwa Film2 itu MENGEKSPLOITASI DAYA TARIK HUBUNGAN SEKS PASANGAN SEJENIS??
IV. BADAN ANTI PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI NASIONAL
Kalau kita baca RUU ini, Badan ini adalah pihak yang paling mungkin berwenang menafsirkan RUU ini.
*Pasal 42 BAPPN mempunyai fungsi: huruf (b): pengkoordinasian instansi pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;
*Pasal 42: ayat (g): pelaksanaan kerjasama nasional, regional, dan internasional dalam rangka pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;
**Pasal 43: ayat (7): Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf g, BAPPN mempunyai tugas : Huruf (b) menjadi SAKSI AHLI pada proses pemeriksaan tersangka/terdakwa dalam penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan;
**Pasal 44: Ayat (1): BAPPN terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat.
Penjelasan Pasal 44: Ayat (1): Unsur Pemerintah adalah instansi dan badan lain terkait yang tugas dan wewenangnya mencegah dan menanggulangi pornograifi dan atau pornoaksi yang antara lain terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Kementerian atau Departemen.
MASYARAKAT adalah lembaga swadaya masyarakat yang MEMILIKI KEPEDULIAN terhadap masalah pornografi.
*Pasal 46: Persyaratan keanggotaan BAPPN adalah : Huruf (d): memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang pornografi dan pornoaksi; dan
Penjelasan Pasal 46: Persyaratan ini lebih ditekankan bagi unsur masyarakat yang antara lain terdiri dari Pakar komunikasi, Pakar teknologi informasi, Pakar hukum pidana, Pakar seni, Pakar Budaya, dan Tokoh AGAMA.
*Pasal 50: Ketentuan lebih lanjut mengenai BAPPN diatur dengan Peraturan Presiden.
##Catatan sementara:
Hal terpenting adalah bagaimana mekanisme pemilihan orang2 yang akan berada dalam Badan ini? supaya dapat mewakili nilai2 dalam masyarakat Indonesia yang sangat beragam?
Contoh: untuk menentukan bagian tubuh yang sensual – yang mungkin akan berbeda – bagi setiap orang??
atau tentang Homoseksual adalah salah satu bentuk orientasi seksual, yang menjadi bagian dari Hak Asasi Manusia?? apakah bisa dijamin bahwa dalam Badan ini ada orang yang mendukung perjuangan Hak2 Lesbian, Gay, Transeksual di Indonesia – sehingga bila menjadi SAKSI AHLI tidak sewenang2 mempidana orang??
V.
Pasal 36 Ayat (1)
Pelarangan pornoaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, atau Pasal 32, DIKECUALIKAN untuk:
a.cara berbusana dan/atau tingkah laku yang menjadi kebiasaan menurut adat‑istiadat dan/atau budaya kesukuan, SEPANJANG BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN RITUS KEAGAMAAN ATAU KEPERCAYAAN;
b.kegiatan seni;
c.kegiatan olahraga; atau
d.tujuan pendidikan dalam bidang kesehatan.
Ayat (2): Kegiatan seni HANYA DAPAT DILAKSANAKAN DI TEMPAT KHUSUS PERTUNJUKAN SENI.
Ayat (3): Kegiatan olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c hanya dapat dilaksanakan di tempat khusus olahraga.
Pasal 37
(1) Tempat khusus pertunjukan seni HARUS MENDAPATKAN IZIN DARI PEMERINTAH.
(2) Tempat khusus olahraga harus mendapatkan izin dari Pemerintah.
##Catatan sementara:
mengapa HANYA SEPANJANG berkaitan dengan pelaksanaan ritus keagamaan atau kepercayaan?
Bagaimana kalau pakaian SEHARI-HARI perempuan di suatu daerah di Indonesia – memang mempertontonkan bagian tubuh yang sensual?
Sudah cukup saya mendengar penderitaan Teman2 saya di Aceh – yang ketakutan sejak diberlakukannya Syariat Islam di Aceh, karena harus berbusana muslimah, termasuk tidak boleh memakai celana panjang, sehingga mereka harus membawa sarung – takut tiba2 ada Polisi Syariah??
ada yang sekali tertangkap – dan diarak keliling Kota oleh Polisi Syariah karena tidak memakai Kerudung?
Sudah cukup TUBUH PEREMPUAN menjadi OBYEK POLITIK!!
VI. “Larangan berciuman bibir di muka umum..” (Pasal 27) ..dipidana 1 – 5 tahun penjara (Pasal 81),
menurut saya, dengan alasan apapun - ini tidak boleh menjadi tindak pidana, kalau ada pihak2 yang merasa itu tidak boleh - harusnya disampaikan lewat pendidikan - tapi tidak dengan menjadikannya sebagai tindak pidana,
Teman2, menurut saya, PEREMPUAN ADALAH PIHAK YANG PALING RENTAN DIPIDANA oleh Rancangan Undang-Undang ini.
Saya mengikuti perjalanan Rancangan Undang-Undang ini selama sekitar 2 tahun.. dari Draftnya belum ada tentang Pornoaksi.. & saya lihat tidak ada perubahan substansi dalam Rancangan Undang-Undang ini, tapi melihat perkembangan di DPR dan Pemerintah, Rancangan Undang-Undang ini tidak mungkin ditolak - kalaupun ditolak tetap akan berjalan, sehingga saya mengambil sikap untuk mengikuti proses pembahasan di DPR dan Pemerintah, dan berusaha terus memperjuangkan Pasal2 yang menurut saya harus diubah,
Saya benar2 takut - Kekerasan terhadap Perempuan akan meningkat dengan Undang-Undang ini.. dari mulai pilihan berpakaian.. pilihan berekspresi (misalnya: para Penari perempuan..) ..pilihan pekerjaan (misalnya: Peragawati)
Komnas Perempuan berencana mengundang pihak2 yang rentan dipidana oleh UU ini - bila RUU ini disahkan, perempuan berbagai usia, Penulis, Pekerja Seni (Pembuat Film, Penyanyi, Penari, Artis, Perancang Busana, Peragawati, dan lain2), Lesbian, Gay, Transeksual.. dan perwakilan2 masyarakat lainnya,