Tuesday, December 20, 2005

Mengantar Ibu Mengenang Masa Kecil





[As posted in Jalansutra mailing list, msg# 45846]

"Wah, dulu ibu lebih banyak di kolam renang daripada di rumah, makanya jadi hitam begini", kata ibu suatu hari, sambil menunjukkan foto masa kecilnya. Di kali lain, "Orang itu dijuluki 'Pasfoto' oleh bude2mu, sebab dia suka memandang ke arah kami dari dalam rumah panggungnya, lewat jendela depan. Bingkai jendela itu bagai membingkai wajahnya, persis format pasfoto!" katanya sambil tergelak tertawa. Lalu sejarah keluarga, tentang wafatnya eyang kakung kami, atau ayahanda ibu, secara mendadak di meja kantornya, "Tidak ada pertanda apa2 hari itu, bapak tiba2 'pergi' saat sedang bekerja". Banyak sudah kisah2 yg kami dengar dari ibu, seputar masa kecilnya dan tempat tinggalnya yg berpindah2, sesuai daerah tempat ayahnya bertugas dan tempat2 sekolahnya. Rasa ingin tahu kami, anak2 ibu yg lahir dan besar di Jakarta, utk mengalami sendiri suasana tempat ibu tinggal semasa kecil akhirnya terpenuhi pada akhir tahun 2002 yang lalu.

Seluruh anggota keluarga, dari bapak-ibu, para anak dan menantu, hingga cucu2, sengaja mengatur waktu utk berkumpul dan bernapak tilas ke tempat2 masa kecil bapak dan ibu di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Pada hari kedua perjalanan, kami (total: 7 orang dewasa + 3 balita), dalam sebuah minibus sewaan (plus 2 supir), berangkat menuju Lumajang dari Tretes, melalui Malang.

TOKO OEN MALANG
Di Malang, tentu saja kami tidak melewatkan utk mampir di Toko Oen, dengan dalih untuk 'brunch' (padahal di guest house Tretes kami sudah sarapan roti bakar). Pesanan kami antara lain adalah kangkung hotplate, udang ham goreng tepung, cumi goreng tepung dan ko lo kai; di samping itu ibu masih membeli bermacam2 roti dan kue utk bekal di jalan. Rasa makanannya seperti yg kami harapkan, dan suasana di dalam rumah makan juga tenang dan sejuk, dibandingkan hawa di luar. Waktu saya kecil dulu, setiap tahun kami selalu melakukan perjalanan ke Jawa Tengah, dan saya selalu senang dengan bentuk toko atau restoran di 'Jawa', yg khas bergaya jaman kolonial. Berada di dalam Toko Oen ini menghasilkan kesan yang sama, dengan suasana dapurnya yg berlantai semen, besar dan terbuka, sebuah sudut tempat berjualan buku dan peta, dan 'vitrine' roti dan kue2 di sisi depan restoran. Lengkap semuanya, dengan bangku2 dan meja rendah yg tertata dalam ruangan dengan daun jendela kayu yang tinggi2, dan beberapa kipas angin di langit2 ruangan. Arsitektur masa itu sepertinya telah berhasil mewujudkan bangunan yg interiornya berhawa nyaman, tanpa perlu AC.

LUMAJANG
Kami beranjak melanjutkan perjalanan ke Lumajang. Seperti halnya di kota2 kecil lain, patokan kami mencari tempat tinggal jaman dulu adalah: alun-alun. Dari sana kami dapat berkiblat ke arah2 tertentu. Jadi setiba di Lumajang, kami langsung menuju alun2 dengan ibu sebagai navigatornya. Banyak yang sudah berubah, namun akhirnya ibu berhasil menemukan jalan menuju rumah dinas ayahnya dulu.
Dari luar, rumah itu tampak tak berpenghuni, namun terawat sangat baik. Minibus kami parkir di halaman depan sebuah kantor yang tepat bersebelahan dengan rumah tsb. Untungnya penjaga rumah tsb sedang ada di tempat, dan setelah dijelaskan oleh ibu bahwa ini adalah rumahnya semasa kecil dulu, kami diperbolehkan masuk ke halaman belakang (tapi tidak ke dalam rumah). Dengan wajah berbinar2, ibu menunjukkan bekas kamarnya dan kakak2nya dulu, tempatnya bermain di halaman belakang, pohon yg dulu dipanjatnya, dan apa saja yg telah berubah dari rumah itu. Teduh, sejuk dan tenang, adalah kesan2 yg kami peroleh dari rumah ini.

LUMAJANG-JATIROTO
Dari Lumajang, kami menuju Jatiroto. Sepanjang perjalanan, kami dapat meilhat hasil karya eyang kakung yang hingga sekarang masih berfungsi: sebuah jembatan tua yg menghubungkan dua buah jurang, dengan jalur bekas lava (pasir berwarna gelap) jauh di bawahnya. Di sisi jembatan tua ini, telah dibangun jembatan baru yang lebih kokoh dan lebar, untuk dapat menampung beban kendaraan, termasuk bis dan truk, yang lewat. Kini si jembatan tua hanya berfungsi sebagai jalur pejalan kaki (meskipun di jembatan yg baru juga terdapat jalur pejalan kaki), atau sekedar tempat bersantai.
Karya eyang yang lain, adalah saluran air yg dibuat sejajar dengan jalan raya, sementara memotong sungai utama yg arah alirannya menyiku dengan jalanan. Jadi kelihatannya si sungai utama itu punya 'jembatan' sendiri utk mengalirkan airnya.
Sepanjang perjalanan, ibu sibuk menceritakan kembali tentang masa lalunya, ketika ayahnya mengerjakan jembatan dan saluran air tsb., dan bagaimana ia mengayuh sepeda ontel yg terlalu besar baginya di sepanjang jalan tsb. Makin mendekati Jatiroto, ibu terlihat makin bersemangat, apalagi ketika rel dan lori tebu mulai tampak di sisi jalan, di tengah2 perkebunan tebu. "Ini tempat mainku dulu! Memunguti panen tebu yg jatuh, dan mengejar2 lori!", katanya.

JATIROTO
"Saat berkuasa Ratu Wilhelmina pernah berkunjung ke [Pabrik Gula Jatiroto] sebagai ungkapan syukur karena pabrik gula memberikan keuntungan yang sangat besar, sekitar 20 persen setiap tahunnya, sehingga mampu menyelamatkan perekonomian Negeri Kincir Angin." (Kompas, 14 Mei 2004)
Dari foto2 tua yg mengabadikan saat kunjungan ratu tersebut, terbayang betapa meriahnya masa itu. Namun ketika minibus perlahan memasuki kompleks permukiman pabrik gula, kami hanya menemukan kesan kusam, remang2 dan tak terawat. Rumah2 yang disangga kaki2 pondasi beton, dengan dinding kayu dan batu bata, terlihat kotor dan terbengkalai. Beberapa rumah malah dibiarkan kosong dan merapuh sendiri, di tengah2 alang2 yg tumbuh liar di sekelilingnya. Sambil menghela napas, ibu berkata, "Dulu, suasananya sama sekali berbeda. Pabrik gula ini sangat dihargai karena posisinya sbg industri penting. Sekarang? Tak dipandang sebelah mata."
Kami menuju rumah masa kecil ibu, yang ternyata masih ditinggali orang. Ibu tidak hendak mengganggu para penghuni rumah itu, hanya hendak berjalan2 melihat2 sekelilingnya. Ibu dan bapak turun, sementara kami tetap tinggal di dalam minibus. Membayangkan kala hewan2 peliharaan eyang kakung bersebaran di halaman rumah, saat ibu dan kakak2nya pulang sekolah, lalu langsung berlari keluar lagi utk bermain. Kami mengamati rumah di seberang rumah ibu, di mana si "Pasfoto" biasa menempatkan diri. Itu dia jendelanya, tepat mengarah ke rumah ibu!

Setelah ibu puas melihat sekeliling rumah, kami bermobil kembali menuju lokasi pabrik gula. Pabrik tersebut dari luar tampak memprihatinkan, dengan tangki2 raksasa dan gedung2 besar yang juga tampak kusam. Ibu menunjuk ke salah satu sisi gedung, "Itu ruang kantor eyangmu dulu, di mana beliau 'pergi' secara mendadak."
Kami juga melewati kolam renang tempat ibu melewatkan sebagian besar hari2nya sepulang sekolah. Kolam renang ini merupakan bagian dari gedung "societeit", atau tempat berkumpulnya warga Belanda di masa lampau. Ketika tiba di sana, hari telah menjelang maghrib, dan hampir tak ada penerangan di lahan tersebut. Gedung itu makin terlihat suram, apalagi dikelilingi oleh rumput liar dan ilalang. Kolam renang di samping gedung sudah tidak berfungsi lagi, bahkan sulit diakses karena lebatnya alang2.

Menjelang malam, kami meninggalkan Jatiroto, kembali ke Tretes utk kembali bermalam di sana. Ibu yang sedari pagi terlihat bersemangat, dan tak henti2nya bercerita sambil menunjuk ke berbagai tempat, kini agak terdiam di sepanjang perjalanan. Mungkin ada rasa puas telah melihat kembali tempat tinggalnya dulu; mungkin ada rasa haru mengenang masa2 kecil yang tak kembali; mungkin ada rasa prihatin akan terbengkalainya kondisi daerah2 tsb sekarang. Apapun yang ada di benak ibu saat itu, kami anak2nya senang telah dapat melihat sendiri lokasi cerita2 ibu, sambil mengantar ibu pulang sejenak ke masa lalu.


Gambar2: sketsa2 waktu bernapak tilas, menggambarkan jembatan dan jalur sungai karya eyang. Foto: foto keluarga di atas jembatan. Diabadikan oleh kakak, jadi dia tidak terlihat di dalam foto.


30 comments:

  1. hmmm...keluargaku nih yang belum ngelaksanain napak tilas seperti ini..
    selama ini kan cuma ke semarang, kudus, purworejo sama banjarnegara aja..
    usul ah, taun depan dibikin acara seperti ini

    ReplyDelete
  2. iya chic, sebelum ini kita juga paling kan cuma ke salatiga, yogya dsk. makanya sepertinya baru th 2002 ini aku liat sendiri pabrik gula-nya eyang itu. mudah2an taun depan kesampean ya mbake :)

    ReplyDelete
  3. Jatiroto saiki mesakke mbakyu. Terakhir aku kesana tidak sehingar bingar beberapa tahun yang lalu. Entah kenapa pamor Jatiroto semangkin (loga Pak Harto) meredup. Aku kemarin ke Jatiroto untuk mampir beli kue pastel di Soponyono, pas di depan jalan raya tuh. Pastelnya, nyamleng bin mantapppfff bow...;))

    ReplyDelete
  4. Kan skg sedang ada pameran khusus ttg industri gula di Amsterdam Historical Museum, sejak jaman Hindia-Belanda. Jatiroto jelas ada, malah dokumentasinya dalam bentuk video. Memang kalau dibandingkan dgn keadaan sekarang, haduh ngenes bangeettt. Selesai nonton pameran itu, ibu langsung nulis panjang2 di buku tamunya supaya Jatiroto dapet perhatian lagi :D

    (Pastel isi opo, Cak? Waduh tegele sampeyaaan..)

    ReplyDelete
  5. Susah mbak, susah tenan. Yang mau bener malah dibilang aneh. Yang oportunis malah dibilang pinter. Terakhir masukan dan blue print dari Bokap tentang revitalisasi industri gula di jawa timur khususnya jatiroto gak mendapat tanggapan dari petinggi negeri ini. Kalau sekarang sih ya gitu deh, hidup segan mati tak mau. Mana bokap udah gak mau pulang lagi ke lumajang, mutung ceritane..hahahaha.

    Pastelnya isi apa ya, ya gitu deh kentang yang basah basah dan berbumbu plus irisan telor. Guedee banget dan harganya yang bikin aku geleng geleng kepala. 3000 perak!!!!. 5 hari yang lalu kakak dateng dari Lumajang sambil bawa 50 buah pastel..hehehehe.

    ReplyDelete
  6. wah, asik banget nih bisa napak tilas kayak gini.. aku envy nihhhh... ada rencana untuk napak tilas lanjutan?
    keluargaku gimana ya.. kayaknya susah banget untuk napak tilas kayak gini.... mustahil kayaknya :(

    ReplyDelete
  7. dalam waktu dekat, jelas belum. dan paling adanya napak tilas "ulangan", karena semua tempat masa kecil bapak dan ibu sudah terjelajahi.. hehe.. (tempat ibu sebenernya ada lagi: banyuwangi tempatnya lahir, dan kudus tempatnya semasa kecil juga, tapi nggak aku masukin di sini, sebab nanti jadi panjang banget).

    kenapa mustahil mer? coba usulin, kali2 pada jadi kepingin :D

    ReplyDelete
  8. Halo ibunya tita, lain kali mampir di chat room ya... salam dari armand ;)

    ReplyDelete
  9. Halo Tante, Saya Arie temennya Tita, dan juga yang sering dikirimi Teh untuk koleksi, termasuk yg tante bawakan dr Chile, Makasih yaaa

    ReplyDelete
  10. Ibunya Tita pernah masuk chatroom Man ! Dan langsung diprospek sama Nunu =))=))=))

    ReplyDelete
  11. Hallo Tita dan ibunya Tita, saya baru membaca perjalanan nostalgia kalian ke Djatiroto dan Lumajang. Saya mungkin kenal dengan eyang/atau ibunya Tita karena dulu juga tinggal di Gunugsari/Semboro. Sekolah di Djatiroto dan Lumajang (Katolik) dan terachir di Djember. Achir tahun 1961 kami sekeluarga terpaksa berangkat ke Holland.
    Coba tanyakan kpd eyang atau ibu. Nama saya dahulu Cootje (Kootje)Meermans.
    Maafkan bahasa Indonesia saya sudah kaku setelah 45 tahun tinggal di Holland.
    Salam hangat (disini luar biasa panasnya) CM.

    ReplyDelete
  12. Halo Cootje,
    Kebetulan ibu sedang ada di sini (Amsterdam). Beliau ikut baca pesan ini dan katanya masih ingat Cootje. Tolong kalau ada alamat e-mail nya dikirim ke saya, akan saya beritahu ibu supaya ibu bisa langsung 'ngobrol' dengan Cootje (alamat e-mail saya: titalarasati@gmail.com)

    ReplyDelete
  13. Hallo Tita alamat email saya cem-sakura@planet.nl. Terimakasih ya, saya menunggu berita dari ibu Tita.

    ReplyDelete
  14. wah...mba' pernah ke lumajang y h? ane aslei lumajang loh! salut sama mba yg udah ngunjungi kota pisang:D

    ReplyDelete
  15. salam kenal. iya pernah ke lumajang, sekali2nya itu. sayang terbengkalai.

    ReplyDelete
  16. Hallo mbak , salam kenal dr kami, aku asli jatiroto lho mbak, seneng bgt ternyata banyak juga yg kenal jatiroto ( selain pabrik gula tentunya)...kirain desa kecil mana ada yg tahu tp barusan lagi tengak tengok internet ttg Jatiroto abis udah kangen berat ehhh aku salah besar....aku jadi sedih baca cerita diatas ttg ibu mbak yg menceritakan rumah2 peninggalan Belanda udah gak begitu terawat padahal dulunya wkt saya pergi sekolah itu rumah masih keren2 tp sekarang malah ada bebrapa rumah yg di biarkan kosong... oh yah mo nimpalin obrolan di atas ttg "becak rel (dikayuh orang tentu saja persis kayak becak biasa itu loh, cuman menggelinding di atas rel), juga ga bisa ketemu."....sebenarnya maseh ada cuma di pake di pagi hari tuk nganter anak2 sekolah yg dr Ranupakis atau pun Jatiroto tuk pergi ke sekolah di Rojopolo ( kalo gak salah) ...maaf udah lupa nama desanya......mbak bolehkah ini artikel saya masukkan di Multiply saya ??? abis bangga juga Jatirot maseh terkenal, Trima kasih sebelumnya...

    ReplyDelete
  17. Silakan, terima kasih atas apresiasinya :)

    ReplyDelete
  18. Hallo, salam kenal dari saya, nama saya trion juga asli jatiroto. rumah saya di depot Hang Tuah jalan raya jatiroto dekat gereja GKJW. leluhur dari ibu saya ( namanya Mook ) menikah dengan orang belanda namanya Theodoor Jan Helder. Dan kalau boleh tanya mungkin mbak Tita / Ibunya mbak tita tahu keturunan Tn Helder.
    alamt email saya trioncs@yahoo.com
    trim's sebelumnya

    ReplyDelete
  19. klo kamu memang wong jatiroto, ku juga pernah sekkolh di smpn1 waktu itu kepala sekolae pak Djafar gualllak baanget

    salam
    luther

    ReplyDelete
  20. Mbak aku wong Jatiroto asli (aduse nang kalibondoyudo) tahun 1978 aku lulus SMPN 1 kepala sekolah nya alm. Pak Jafar. seneng aku baca artikel itu. salam kenal dari Wahyudi Sukabumi Jabar. Adakah temen-temen lainya seangkatan yang masih inget saya. matur nuwun.

    ReplyDelete
  21. ehem...permisi...
    maap saya penghuni jatiroto juga...semangdh buat soponyono....jajane enag-enag... hehehehe
    tp yang paling penting djatiroto nyah...sekarang sih..udah lumayan menurut saya dari pada tahun-tahun khususnya PG nya.
    sekarang sih kalo tebu-tebu yang kotor udah g mau nrima.tu menurut saya udah lumayan baik lah,
    oh ya saya lum memperkenalken diri...^_^..
    saya arif saya junior juniornyah bapak yang diatas soale saya lulus SMPN1 taun 2003 hehehe.salam kenal y pak.

    oh ya bapak saya juga bekerja d PG lho dibagian lokomotif tapi bulan maret depan dah mau pensiun T_T.
    soal idenya buat karya wisata baik juga tuh..saya dukung seratus persen dah!!!

    umm.. oh ya buat mba' tita salam kenal yah.duh seneng banget saya,djatiroto bs didatengin ma mba' beserta ibu' nyah..^_^.jatiroto tambah terkenal aja hehehehe

    salam kenal ya mba' ma ibu'nyah..

    ReplyDelete
  22. waduhh..senangnya wong Jatiroto hitech jg.... soal pastelnya soponyono wuissss....... tak tertandingi.....

    ReplyDelete
  23. ikut nimbrung.... saya kelahiran Jatiroto ... banyak kenangan disana, SD di Kaliboto 5 dekat gedung bioskop, tapi kayaknya udah gak kepakai, SMP-nya SMP 1.
    Sukses untuk semua.

    ReplyDelete
  24. Bo abo,ini rang orang podo ngomongi Djatiroto ae,Nggarakno awake aku kepingin moleh rek.Ndisik iku ono sing jenenge Briyet,kereta sekolah soko lori trayeknya dari mana ya,pokoke teko Rowo kangkung sampai jatiroto kanggo arek arek sekolah iku,terus ono susiteit atau Kamar Bola.Zaman itu masih ada Pak Brasinga,Maramis,Tn Verboon pokoke akeh wis. Ada juga yang saya heran itu ada yang namanya Wessel Panggung,itu bener bener wesselnya lory diatas panggung lho,asyik ya wis mulih mulih

    ReplyDelete
  25. Aku jg orng jatiroto tepatnya di banyuputih kidul.Kebetulan aku pngen tau sejarah jatiroto.Slm knal bwt smuanya

    ReplyDelete
  26. Aq angkatan ibu DR Sri Hartiningsih, Ayah Bpk Rustomo di PG Jatiroto 1956-1962,terakhir Adm.di PG Asembagus,anda kaitannya dgn Kel.Bp Ibu Dihardjo ? di Jatiroto rumah kami sederet di ujung pertama. Bu Ningsih dulu jago renang dgn bentuk badan yg tahes & semok. Senang baca blog anda......acungan 2 jempol buat anda dan salam ke mBak Titiek,mbak Niniek,dan mBak Ning...aq dulu sohib dgn mas Beno (Alm)

    ReplyDelete
  27. Bapak & Ibu Dihardjo itu eyang2 kakung dan putri saya. Saya putra kedua Ibu Ning. Salamnya akan saya sampaikan.

    ReplyDelete
  28. ikut nimbrug ya .... adakah yang masa kecil sekolah di SD Pembangunan ??? saya lagi cari teman-teman SD yang lama tidak tau dimana rimba nya .....
    klu anaknya pemilik warung Soponyono adalah tetangga saya dahulu sekaligus teman SD hingga sekarang ..... Ada rencana sih Desember 2010 yad datang mau napak tilas ke Jatiroto dgn tmn2 SD Pembangunan tapi masih mencari teman2 yg ada. Makasih atas adanya artikel ini ...

    ReplyDelete