Saturday, March 10, 2007

[klipping} Pameran Komik DI:Y

Dari http://www.suarapembaruan.com/News/2007/03/09/index.html

Pameran Komik DI:Y


Merangsang Kebangkitan Produksi dan Distribusi




Pameran Eksposisi Komik DI : Y (Do It Yourself) di Galeri Cipta II
Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Di pameran yang berlangsung hingga 17
Maret. [Pembaruan/Posman Sianturi]


Komik
lokal hampir tak berdaya menahan gempuran komik impor. Selain lemah
dari sisi produksi, komik lokal tak mampu bersaing dalam distribusi.
Namun di sisi lain, potensi komik lokal sesungguhnya cukup besar.


Sejumlah komikus membuktikan komik lokal masih eksis lewat pameran
Eksposisi Komik DI:Y (Do It Yourself) di Galeri Cipta II Taman Ismail
Marzuki, Jakarta. Di pameran yang berlangsung hingga 17 Maret ini
sekaligus upaya komikus asal Yogyakarta, Jakarta, dan Bandung untuk
menjajaki sejumlah kemungkinan.


Menurut Komite Seni Rupa Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) Ade Darmawan,
sesungguhnya Indonesia mempunyai banyak komikus. Di sisi lain,
keberadaan sumber daya manusia itu tidak didukung oleh percetakan dan
distributor. Hal itu diperburuk lagi dengan kesenjangan antara komik
lokal dengan pembaca.


Saat ini, pasar Indonesia dipenuhi oleh komik Jepang dan Amerika.
Kondisi itu disebabkan keberpihakan para penerbit besar dengan jalur
distribusinya. Secara langsung atau tidak, ketidakberagaman komik di
pasar Indonesia mendikte pembaca komik atau konsumen untuk memilih
komik Jepang atau Amerika.


Ditambahkan, pameran komik DI:Y ini merupakan usaha awal untuk membaca
perkembangan karya komik lokal saat ini. Di balik pasar yang didominasi
komik Jepang dan Amerika, sejumlah komikus melakukan eksplorasi bahasa
visual dan literatur.


Para komikus yang berpameran, kata Ade, berupaya menciptakan modus
produksi dan estetika yang lebih mandiri di luar mainstream. Pameran
ini sebuah upaya untuk lebih membuka kesempatan komik Indonesia bertemu
dengan khalayak komik, menghidupkan apresiasi, kajian dan kritik.


Sementara itu, Kurator Komik, Hikmat Dermawan mengatakan secara
kultural, sejak awal sejarahnya, komik Indonesia modern mengalami
pasang surut cercaan yang lumayan keras. Secara industrial, sejak awal
tahun 1990-an, komik lokal mengalami keruntuhan. Komik Indonesia
kehilangan pembaca dan sempat melahirkan ilusi kematian komik Indonesia.


Dikatakan, sebelas komikus lokal yang ditampilkan dalam eksposisi
pameran komik DI:Y adalah wakil-wakil yang bisa disebut sangat berhasil
memunculkan keunikan jati diri pribadi dalam karya-karyanya.
Keberhasilan tersebut sebagian karena afinitas mereka dengan etos DI:Y
(Do It Yourself, Red). Di samping itu, mereka juga adalah
pribadi-pribadi yang terus mencari berproses dalam berkarya.


Keunikan identitas mereka, kata Hikmat, akhirnya menawarkan daerah
kemungkinan yang lebih luas lagi bagi medium komik. Mereka telah
mentransformasikan etos dan modus DI:Y menjadi penciptaan sebuah Daerah
Istimewa, tempat berbagai kemungkinan narasi-visual terbuka ke segala
arah. Akhirnya, komik lokal tidak lagi pasif menunggu.


Para komikus tersebut antara lain Oyas dan Iput, ada Athonk, Bambang
Toko, Beng Rahardian, Didoth, Eko Nugroho, Iwank, Mail, Pras dan Tita.
Bambang Toko lebih suka memarodikan konvensi visual komik. Tidak heran
banyak persoalan sosial tak luput diparodikannya.


Hasil karya Bambang Toko dengan komik berjudul Abdul Toyib
..., begitu jelas menyindir fundamentalisme salah satu ajaran agama.
Dia memparodikan perkongsian politik-militer-bisnis dalam komik
Reformasi pada tahun 1998. [AHS/U-5]




6 comments:

  1. Menurut elo, ini beneran ato emang cuma alasan klise?

    ReplyDelete
  2. menurut gua ini alasan naif.. hahahaha.. Dalam konteks semua produk budaya.. ya lagu.. ya tarian (moderen), film, sinetron, bahkan budaya pop.. semua terjadi persaingan antara produk lokal dan international.

    Kalau sampai bersaing yaaa.. itu mah resiko bisnis :)) Tapi kalo atas nama DY:I (indie) harusnya gak perlu menjadikan alasan persaingan distribusi.. apalagi melawan komik asing

    ReplyDelete
  3. Heh iya itu Tul, ada pertanyaan di forum kemaren, apakah DI:Y ini berarti menentang mainstream? Kata gue sih nggak usah gitu, wong gini2 juga gue kan masih bela-beli Hellboy, Batman dan lain2.

    Logisnya emang yg lebih mapan dan bermodal besar yg mampu memasarkan (distribusi, promosi, dsb) produk2 mereka - lebih dari yang 'industri rumahan' macem DI:Y ini. Tapi masing2 tetap punya 'pasar'nya sendiri2. BYKS.

    ReplyDelete
  4. ini sih kosakata pencari iba yang sudah basi n bermental "inlander tempo doeloe"

    Udah, kalo komikus indonesia mentok di penerbitan hardcopy, bikin penerbitan softcopy ala webcomic aja !

    ReplyDelete
  5. wah, tanggal 17 masih sempet,ya ?usahain deh mampir

    ReplyDelete
  6. "menentang" bukan kali ya, tapi menawarkan hal yang lain.
    Maaf nggak bisa dateng kemaren *berdoa semoga ada lagi*

    ReplyDelete