Wednesday, March 14, 2007

[klipping] DI:Y, Apresiasi Eksplorasi Komikus Lokal








Dari http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/budaya/di-y-apresiasi-eksplorasi-komikus-lokal-3.html


DI:Y, Apresiasi Eksplorasi Komikus Lokal

Minggu, 11/03/2007





SEBELAS komikus – Sapto Raharjo (Anthok), Bambang Witjaksono, Bambang ‘Beng’ Tri Rahardian, Didi Purnomo (Didoth),Eko Nugroho, Erwan Hersi Susanto (Iwank), Ahmad Ismail (Ma’il),Siti Fitriyah (Iput),Golkas Teguh Sujiwo (Oyas), Prasajadi, dan Dinita Larasati (Tita)— menampilkan karya mereka dalam pameran bertajuk


”Eksposisi Komik DI:Y (Daerah Istimewa: Yourself)”di Galeri Cipta II Taman Ismail Marzuki (TIM) dari 3-17 Maret 2007. Setiap komikus memperlihatkan keistimewaan atau kekhasan masing-masing. Anthok misalnya, tampil sebagai komikus yang menawarkan tema–tema realisme.Dalam karya berseri Oldskull and Friends tentang kisahkisah dari penjara yang merupakan pengalaman pribadinya, kecenderungan menawarkan realisme itu tampak kuat.Di sisi lain,Anthok kelihatan tidak membiarkan ruang kosong mengisi panel-panel komiknya.


Maka,panel-panel itu pun disi dengan corat-coret garis dan kata-kata seperti living on a prayer, bontex floresta, punk, bastard,God help me,derita tiada akhir,dan hidup di bui lagi. Obrolan singkat dan anekdot yang dibangun Anthok tampak spontan dan ekspresif. Sedangkan Beng Rahardian tampil lebih surealis, walaupun sedikit juga tertarik ke realis. Dalam komik bertajuk Lapar dan Tidur Panjang, komik korban gempa Yogyakarta, kekhasan surealis Beng sangat menonjol.


Lantas mengapa dia lebih suka gaya surealis? ”Saya tidak bisa lagi tanpa realis ketika menghadapi bencana seperti tsunami Aceh atau gempa Yogya, sebab tidak ada lagi yang riil untuk digambarkan dengan kata-kata,” ungkap Beng. Dalam menggarap karya-karya, dia mengaku, dirinya lebih mengedepankan ekspresi kekebasan kendati tetap dalam format konvensional. Penampilan ke-11 komikus, yang mempertontonkan kekhasan daerah istimewa mereka, sebenarnya sebuah upaya memetakan pertualangan komikus di jagad komik Indonesia.Upaya tersebut, kata Ketua Komite Seni Rupa Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) Ade Darmawan, penting untuk mengetahui perkembangan karya komik di Tanah Air. Bagaimana tidak,sejak 1990 komik di Tanah Air mengalami perkembangan cukup pesat. Kendati pasar komik lebih didominasi kekuatan industri komik dari Jepang dan Amerika,namun geliat eksplorasi komikus Indonesia cukup fantastik.


”Sejumlah komikus kita melakukan eksplorasi bahasa visual dan literatur,menjajaki segala kemungkinan.Mereka juga berupaya menciptakan modus produksi dan estetika yang lebih mandiri di luar modus produksi dan estetika industri komik utama,”tutur Ade.Maka tujuan pameran ini, jelasnya, untuk membuka kesempatan komik Indonesia bertemu dengan khalayak komik,menghidupkan apresiasi,kajian, dan kritik.”Karena perkembangan,kendati kecil, akan menjadi penting ketika dicatat, dikaji, dan dikritik,”imbuh dia.


Sementara kurator komik Hikmat Darmawan menilai,ke-11 komikus yang tampil dalam pameran ini merupakan wakil-wakil yang boleh dibilang sangat berhasil memunculkan keunikan jati diri mereka dalam karya-karyanya.Keberhasilan tersebut karena aktivitas mereka dengan etos DIY (Do It Yourself). Keistimewaan komikus lokal era DIY ialah mereka tidak lagi mengutamakan ketrampilan teknis menggambar sebagaimana lazimnya. Mereka lebih mementingkan ekspresi, tidak terikat pada proses penerbitan tradisional atau tidak membutuhkan penerbit.Modus penerbitan melalui fotokopi dan distribusi dari tangan ke tangan,tanpa melalui jaringan distribusi resmi adalah ciri khas etos DIY. Menurut Hikmat,etos DIY ini membuka peluang seluas-luasnya bagi kemerdekaan estetik dan spontanitas ekspresi seni akan tumbuh. (donatus nador) K

No comments:

Post a Comment