Wednesday, March 14, 2007

[klipping] Komik Unik

Dari Tempo Interaktif http://www.tempointeraktif.com/hg/budaya/2007/03/13/brk,20070313-95384,id.html


Komik Unik
Selasa, 13 Maret 2007 | 15:08 WIB


TEMPO Interaktif, Jakarta: Bencana yang merenggut ribuan nyawa di darat sudah jamak. Dari dalam air, bencana juga membuat ribuan nyawa melayang tinggi. Ketakutan pun muncul, jangan-jangan bencana dari udara segera datang.

Tiba-tiba terdengar suara gemuruh di atap langit. "Bencana dari udara," kata seorang ayah. Ia pun mengajak istri dan anaknya berlari ke luar ruang. Namun, sang istri lega lantaran sumber suara gemuruh di atas atap itu ternyata hanya seekor kucing.

Sindiran itu digarap di sepenggal komik yang dipamerkan dalam pameran komik bertajuk Eksposisi Komik DI:Y alias Daerah Istimewa: Yourself. Acara yang berlangsung di Galeri Cipta II, Taman Ismail Marzuki, pada 3-17 Maret itu menampilkan karya sebelas komikus lokal, seperti Athonk, Bambang Toko, Beng Rahardian, Didoth, Eko Nugroho, Iwank, Oyas & Iput, Mail, Pras, dan Tita.

Para komikus telah memiliki sederet pengalaman. Athonk, yang bernama asli Sapto Raharjo, misalnya, telah melahirkan karya, seperti dua jilid Bad Times Story, Old Skull Comics Strips, Old Skull in the Garden, dan Strip Jams. Sebagian besar karya komikus kelahiran Kendal, 15 Agustus 1971, ini diterbitkan oleh penerbit asing dari Melbourne, Hawaii, dan New Orleans.

Bambang Toko, yang lahir di Yogyakarta dengan nama Bambang Witjaksono pada 27 Maret 1973, juga banyak berpameran di dalam dan luar negeri. Sedangkan Eko Nugroho, yang tahun lalu terpilih sebagai manusia cemerlang versi majalah Tempo, adalah komikus yang dikenal sebagai Presiden The Daging Tumbuh, sebuah jurnal sekaligus gerakan seni fotokopi yang banyak memuat komik di Yogyakarta.

Karya yang ditampilkan dalam pameran memang bukan komik mainstream layaknya Tintin, Asterix, Superman, atau bahkan komik Jepang yang bejibun jumlahnya di pasar. "Kesebelas komikus ini adalah wakil yang boleh dibilang sangat berhasil memunculkan keunikan jati diri mereka dalam karya mereka," kata kurator komik Hikmat Darmawan.

Keunikan karya itu tak cuma tampil dalam bentuk kaya garis milik Beng Rahadian. Namun, cara bertutur yang begitu unik juga ditunjukkan Tita, yang banyak menampilkan karyanya lewat blog.

Keunikan tersebut, kata Hikmat, menawarkan daerah kemungkinan yang lebih luas lagi bagi medium komik. Sikap inilah yang mampu mengubah posisi sebelumnya.

Maklum, sebelumnya komik adalah bentuk seni yang menunggu di antara peradaban Guttenberg dan McLuhan. Peradaban Guttenberg adalah peradaban teks yang statis. Sedangkan peradaban McLuhan adalah peradaban visual, yakni membaca dan menonton. "Sebuah tangan gaib menempatkannya di sana karena sifat alaminya sebagai medium hibrida," kata Hikmat.

Maka komik pun pasif menunggu di ruang tunggu. Gerakan kesebelas komikus ini, kata Hikmat, membuat komik tak lagi pasif menunggu. Tak penting lagi, Godot akan datang atau tidak. Komik malah asyik sendiri. Ruang tunggu telah diubahnya menjadi ruang miliknya sendiri. Bahkan, kata Hikmat, "Ruang itu semakin besar saja kini."

nur hidayat

3 comments:

  1. Buset, kaya gini nih kualitas jurnalisme TEMPO? Mengecewakan! Dua paragraf terakhirnya cuma nyomot dari tulisan pengantar pameran komik doang. Nggak ada penjelasan siapa McLuhan itu (Guttenberg pun belum tentu dikenal semua pembaca TEMPO).

    ReplyDelete
  2. Tapi Sop, tempo punya versi manusia cemerlang lhooo *wink wink*

    PS: kok jadi gosipin tempo. Maaap Tita :(.

    ReplyDelete
  3. wakakaka.. nggapapaa.. (psst.. fill me in.. hehe)

    gue sendiri malah belom sempet baca2 isi beritanya, cuma copy paste doang dari kemaren2 ini. huuhh sibuuuk berbirokrasi *eneg*

    ReplyDelete