Sunday, July 3, 2005

Graphic Novel di VPRO, Minggu Malam




Barusan saya selesai nonton program dokumenter berjudul Graphic Novel di saluran Nederland 3 (pk. 19:20 - 20:27). Sayang mulai nontonnya agak telat, gara2 nonton Frasier dulu di channel 7, tapi untungnya masih sempat nangkep awalnya. Seorang sastrawan muda Belanda, Aaron Grunberg, membawakan acara ini dengan berbicara sedikit mengenai karya komikus yg disorot satu persatu di episode ini.

Pertama adalah Will Eisner (Amerika). Waktu saya pindah ke saluran ini, Will tengah diwawancarai, dan percakapan berikut ini yg paling saya ingat: "Apakah Anda menganggap diri anda seorang seniman, atau sastrawan?". Will menjawab, "Saya melihat diri saya sebagai sastrawan yang menulis dengan gambar-gambar. Inilah sebenarnya esensi seorang seniman, bahwa ia harus sanggup menyampaikan pesan: karyanya harus berbicara tentang sesuatu. Tanpa pesan-pesan, orang tersebut bukanlah seniman tapi hanya tukang. Ia tidak membuat lukisan, ia hanya membuat wallpaper". Pertanyaan "Kapan Anda akan berhenti berkarya?" dijawab Will dengan, "Saya mungkin hanya akan berhenti berkarya 2 minggu setelah saya masuk liang kubur - sebab banyak sekali hal2 yg masih harus diurus" (wawancara ini berlangsung beberapa bulan sebelum wafatnya Will Eisner).
Semangat Eisner untuk berkarya memang jarang mendapat tandingan. Saya jadi teringat sepotong cerita dalam in memoriam yang ditulis Diana Schulz (editornya) untuk Will Eisner: "Ketika itu saya mengantar Will melihat2 karya para komikus underground yang masih sangat muda. Para komikus muda ini mengagumi Will, namun Will juga menyatakan kekaguman tulus pada karya2 mereka. Segera setelah kami meninggalkan tempat pertemuan tersebut, Will mencengkeram erat2 lengan saya dan berkata, Saya harus segera ke bandara dan pulang, saya harus segera kembali ke meja gambar saya - saya merasa bahwa anak2 itu sebentar lagi akan menandingi saya!"

Komikus kedua yg disorot adalah Art Spiegelman (Amerika). Ia berbicara ttg karyanya In the Shadow of No Towers (ISNT), mengenai masa pasca musibah 9/11. Ini adalah novel grafisnya yang paling populer setelah Maus, yg merupakan maha-karyanya. Orang sering mengira bahwa ia tidak membuat komik sama sekali di antara produksi Maus dan ISNT, namun hal ini tidaklah benar.
Dalam ISNT, memang penggambaran 'hilang'nya dua gedung tinggi tsb tidak seperti visual komik/strip pada umumnya. Ia bukan merupakan sekuel atau gambar berseri, namun lebih merupakan terhentinya waktu. Spiegelman yang tinggalnya berjarak sekitar 10 blok dari Zero Ground menceritakan saat2 terjadinya musibah 9/11 tsb. Hal ini rupanya cukup mempengaruhi dirinya; ia segera berpikir, "Saya sebenarnya bisa tewas saat itu juga! Dan ternyata saya belum memproduksi komik sebanyak yg semestinya!". Sejak itu ia segera memacu produksinya, hingga keluarnya album ISNT ini.
"Are you still waiting for the other shoe to drop?" Ya, kata Spiegelman. Bagi banyak orang, bencana 9/11 ini sepertinya adalah hari kiamat, namun menurutnya ini adalah awal dari masa kehancuran bumi. 9/11 hanyalah satu dari sepasang sepatu yg dijatuhkan di lantai - kini ia sedang menunggu yg sebelah lagi untuk jatuh. Dan selama menunggu 'the other shoe to drop', ia hendak berkarya sebanyak mungkin.

Craig Thompson (Amerika), yg terkenal dengan komik autobiografinya berjudul Blanket. Album ini terbit pada th 2003, setebal 600 halaman, mengisahkan masa kecilnya sebagai anak baru di sebuah desa kecil di Wisconsin dan juga mengenai pengalaman religiusnya.

Dominique Goblet (Belgia) juga telah mengalbumkan autobiografinya dalam bentuk grafis, berjudul In Souvenir d'une journée parfaite. Ia selalu menggambar, namun bukanlah seorang pembaca komik. Sehingga dapat dimaklumi bahwa proses bekerjanya sangat berbeda dari komikus pada umumnya. Bila para komikus umumnya membuat semacam sketsa storyboard dari sebuah narasi, baru mematangkan gambar2 dan membubuhkan teks, Goblet memiliki gambar pada benaknya, lalu menuliskan teksnya sebelum menggoreskan tintanya. Sehingga gambar2nya pun merupakan gabungan antara teks dan gambar nan bernuansa puitis, dan lebih menyerupai lukisan.

Keempat seniman komikus di atas memang sangat mewakili era novel grafis yg sedang banyak disorot akhir2 ini. Will sendiri dalam wawancaranya mengatakan, medium ini mulai disorot sejak 2 tahun yang lalu, saat Maus mendapat anugerah Pulitzer. Acaranya asik, hanya sayang si Aaron Grunberg itu bicaranya nggak jelas, bahkan Sybrand yg Belanda asli aja kurang bisa nangkep kata2nya. Di samping itu, nggak ada subtitle.. jadi bener2 makan konsentrasi utk mengerti kata2nya (anak2 terpaksa dibungkam dulu pake buku). Tapi all in all, saya seneng nonton acara ini. Nah, sering2 aja deh ada acara apresiasi novel grafis dan komik di TV, jadi bisa belajar banyak!

[Foto2: Will Eisner di meja gambarnya, salah satu gambar Spiegelman dalam In the Shadow of No Towers dan sampul depan Blankets karya Craig Thompson]

No comments:

Post a Comment