Saturday, April 12, 2008

Curhat di Galeri Soemardja, Bandung, 11 April 2008

Sayang saya nggak bikin catatan selama diskusi berlangsung. Tapi kurang lebih inilah yang saya ingat, tolong dikoreksi atau ditambahkan bila perlu, buat yang juga hadir di sana sore itu.

Acara dimulai agak terlambat (biasa deh), tapi Mas Toni Masdiono sudah datang sebelum jam tiga. Pak Priyanto S. datang jam tiga, tapi beliau harus pergi lagi jam 4 sore untuk rapat di tempat lain. Sedangkan Pak Yasraf A. Piliang baru bisa datang setelah jam 4. Jadi para pembicaranya seperti ‘gantian’ mengisi acara.

HATI-HATI PAKAI BINGKAI
Langsung aja ke masukan dari Pak Priyanto. Terutama kritiknya dulu, yang mau saya bahas, karena itu yang saya paling ingat… hehe… Beliau lebih suka format fotokopi yang berjudul A Taste of Tita yang saya buat waktu acara KONDE di Ancol tahun lalu, ketimbang Curhat Tita versi Curhat Anak Bangsa. Masalahnya adalah di bingkai hitam pada tiap halaman Curhat, yang menjadikan gambar-gambarnya tidak riang lagi, kurang ‘nakal’ dan berkurang kebebasannya. Pak Pri cerita tentang betapa Pak Suyadi (yg juga beken dengan julukan Pak Raden) sangat menentang pengurungan karya dalam kotak, apalagi kotak hitam. Mas Toni nambahin, ini juga seperti memasukkan karya ke dalam peti mati. Kaku dan sedih. Right, got the point. Memang saya tidak memasukkan banyak pertimbangan estetis dan tidak berpikir panjang untuk urusan lay out. Padahal jelas terlihat ya, kalau pasang foto di Multiply pun rasanya beda kalau pilih bingkai hitam, dan saya selalu pasang versi polos (tanpa bingkai sama sekali). Pembingkaian itu juga bukan hanya soal impresi, tapi juga merembet ke soal proporsi gambar, yang jadinya makin kecil. Tentunya makin tidak nyaman untuk dilihat, mengingat aslinya saja sudah lumayan kecil untuk bisa diamati.
Noted, dan semoga terbitan berikutnya lebih banyak pertimbangan ke arah ini.

'CEREWET'
Tambahan, baru ingat lagi hari ini: Pak Pri juga berkomentar bahwa kadang2 saya tidak percaya bahwa gambar saya sudah cukup bercerita tanpa harus diselingi teks. Jadi sepertinya di beberapa bagian jadi terlalu penuh oleh kata-kata, yang sebenarnya tidak perlu.

NANTINYA JADI JA'IM?

Pak Pri punya pertanyaan: setelah ‘buku harian’ ini menjadi milik publik, apakah Tita akan menggambarkan dirinya seperti yang sudah-sudah, atau jadi berubah? Dan kalau berubah, ke arah yang seperti apa? Jujurnya, saya sendiri nggak tau jawabannya, karena saya nggak bisa melihat ke masa depan (whatever will be, will be). Tapi soal perubahan, jelas sudah ada. Tadinya kan (yang berukuran A4 itu) memang tidak untuk disebar luas, jadi gambarnya pun cuek, kecil-kecil dan tanpa runutan cerita. Hanya ketika saya pindah ke buku A5 sajalah saya mulai mengakomodasi keinginan orang-orang yg ingin ikutan baca buku itu.
Pak Pri melihat buku aslinya (yang ke-8) dan bertanya, kenapa saya
membiarkan halaman di kiri itu kosong? Padahal sepertinya akan lebih seru lagi bila gambar2nya menerabas bebas saja ke kiri! Saya bilang, memang sengaja dibiarkan kosong untuk tempat menempel bon, tiket, karcis, dsb. Tapi bukan ide jelek untuk mencoba hal itu, seperti yang saya lakukan di buku-buku sebelumnya. Kira-kira itulah yang saya ingat, untuk pertimbangan dan perbaikan terbitan selanjutnya.

PERNIK KOMERSIAL?

Ada  juga masukan dari teman-teman, salah satunya (kalo nggak salah) dari Eric, yang berkomentar mengenai merchandise Curhat. Eric tolong luruskan ya kalau ada yang mencong-mencong di paragraf ini, tapi kalo saya nggak salah denger (akustik Galeri Soemardja termasuk parah), Eric menyayangkan komersialisasi semacam ini? Saya lupa tanggapan saya sendiri sore itu, tapi sepertinya saya belum punya pendapat soal ini.
Saya belum melihat ada yang salah di hal ini, meskipun memang saya tahu bahwa dalam beberapa kasus ada pembuat cergam yang tidak setuju akan ekspansi aplikasi karya mereka (misalkan, yang langsung teringat: Bill Waterson yang bikin Calvin & Hobbes). Sedangkan saya sendiri masih nyaman akan hal ini, selama jenis merchandise yang diproduksi masih ‘wajar’ (sejauh ini adalah kaos, pin, dan tas kantung kecil).

WITTY & FLOWIN
G
Remarks positif dari Pak Pri adalah tentang betapa mengalirnya cerita-gambar ini. Pesan beliau, jangan repot-repot memikirkan ini “komik” atau bukan. Cerita-gambar ini memang dibuat tanpa menghiraukan aturan-aturan baku cara pembuatan komik – yang berpanel-panel, yang berkewajiban memperkenalkan tokoh-tokohnya, dan seterusnya. Tapi ia dibuat berdasarkan adanya cerita yang harus disampaikan, ekspresi yang harus diungkapkan, dengan cara Tita sendiri. Ketiadaan panel di sini bukanlah masalah, bahkan makin menghidupkan ‘kenakalan’ dan kebebasan gambar.

S
atu hal lagi, gambar itu sebenarnya adalah cerminan atau persepsi si penggambar terhadap obyek yang ia gambarkan. Hal ini berlaku juga pada gambar yang paling naturalis sekalipun. Intinya, yang penting adalah nilai komunikatif karya tersebut; tersampaikannya pesan yang hendak diungkapkan si penggambar melalui karyanya. Dan hal ini dinilai berhasil dalam Curhat Tita.

BIKIN PARTAI
Sayang Pak Pri harus berada di tempat lain pada pukul 4 sore, jadi beliau terpaksa pamit terlebih dahulu. Kekosongan tempat di depan diisi oleh Mas Andi Yudha, yang mengarahkan pembahasan ke dunia pendidikan di Indonesia, kebiasaan menggambar, dan sikap guru-guru terhadap gambar karya para peserta didik mereka. Terus terang, ini sambil menunggu datangnya Pak Yasraf (yang siang itu juga jadi pembicara di tempat lain, di Buahbatu), jadi pembicaraan berkembang terus – bahkan sampai ke usul pembentukan sebuah partai yang mendukung gerakan menggambar! Memang saya punya teman-teman yang agak-agak nggak beres...

PARODI HALUS

Sekitar pukul setengah lima, Pak Yasraf datang. Kembali saya coba ingat-ingat komentar beliau, yang antara lain menegaskan tentang betapa Curhat Tita mengangkat kembali nilai-nilai keseharian – yang mungkin dianggap remeh atau terlewat saking biasanya, tapi dapat terlihat dan terasa signifikansinya ketika tertuang dalam bentuk cerita-gambar.

Ketika ada pertanyaan dari Pak Rizky (rekan dosen utk bidang HKI, yang juga pengacara), bahwa bagian cerita mengenai urusan di pengadilan dalam buku Curhat itu hanya mewakili sepersepuluh dari seluruh cerita yang saya ceritakan langsung ke dirinya, Pak Yasraf menjelaskan bahwa parodi yang saya gambarkan dalam Curhat adalah jenis yang halus. Bukan secara vulgar atau kasar atau datar, dan masih memasukkan unsur-unsur humor di dalamnya.  Saya sendiri menjawab bahwa sebenarnya masih banyak halaman-halaman lain yang berkaitan dengan urusan di pengadilan itu, tapi bila dikumpulkan bisa jadi satu buku sendiri. Dan mungkin akan terbit sebagai satu buku sendiri sebagai ‘pedoman’ untuk orang yang akan berurusan dengan hal-hal serupa dengan yang saya alami… hehe…

TERIMA KASIH!
Kira-kira itu inti dari acara sore tersebut. Silakan menambahkan bagi yang juga hadir di sana – saya masih ingat beberapa hal lagi, tapi nanti entry ini jadi kepanjangan. Saya berterima kasih sekali pada teman-teman yang datang, para mahasiswa dan rekan-rekan dosen, tim penerbit, dan tentu saja keluarga yang jauh-jauh datang dari Jakarta: ibu, bude (kakaknya ibu), sepupuku Chica dan Lunanya, dan Syb serta krucils Dhanu dan Lindri yang lari-lari seliweran di dalam galeri selama acara berlangsung. Sampai bertemu di acara berikutnya yaa!

Foto-foto adalah hasil jepretan Chica selama acara berlangsung, selengkapnya dapat dilihat di MP-nya (hanya utk network Chica).

============================================

Tambahan: KOMPAS 14 April 2008
[klipping] Buku Harian Grafis "Curhat Tita"

Curhat Tita, buku harian grafis, diluncurkan, Jumat (11/4) sore di Galeri Soemardja Institut Teknologi Bandung. Buku ini merupakan karya sastra-grafis yang berawal dari corat-coret tentang pengalaman harian penulisnya, Tita, alumnus Desain Produk ITB. Corat-coret gambar yang biasa ia kirimkan kepada keluarga ketika ia jauh dari Tanah Air itu kemudian dikumpulkan dan menjadi komik pendek. Hingga kini telah terkumpul 100 lembar kertas dan lebih dari tujuh buku sketsa hasil karyanya. (jon/*)

47 comments:

  1. selamat dan sukses kedepannya ya mbak atau Teh...

    ReplyDelete
  2. Menarik, bikin partai dengan gerakan menggambar. Hehehe. - Wow, jadi ingat, saya belum kirim uang bukunya. Duh. Maafkan, ya.

    ReplyDelete
  3. aih itu baju kebesarannya Tita...dari zaman kuliah yah? btw setuju juga soal border dan soal komersialisasi, nggak masalah kok buat gw...terus benar nggak usah jaim, toh jurnal lu memang sudah lu siapin buat umum walaupun masih buat inner circle awalnya...tinggal dipilih saja bukan ini untuk konsumsi siapanya...

    btw itu yang ama mas Andi difotomu siapa? pak Pri? kok asa lain...

    ReplyDelete
  4. Setuju. Gue juga lebih enjoy yang A Taste of Tita. Karena gambarnya gede jadi nyaman bacanya

    ReplyDelete
  5. Iya. Setuju. Seperti meredam kelucuan dan kebebasan berekspresi pada curhat-curhatmu.

    Sayang,yah.

    Ayo cetak lagi! Dengan desainer grafis yang baru! Hihii!

    ReplyDelete
  6. dur,
    karena saya pertama membaca diarymu itu dari web ini, maka aku [sebenarnya udah pernah didiskusikan ama motulz, red] , membandingkan apa yang terjadi kalau jadi buku ?

    1. apa yang menarik dari graphic diarymu sewaktu masih jadi webpage?

    dur,
    coba kamu tanya dirimu, dan kita bertanya kepada diri kita masing masing. apakah ada yang hilang kehebatannya kalau membandingkan graphic diary webpage versus buku ?

    gambarnya tetap sama.
    dan aku ngga peduli ama bingkai hitam, tinggal dihapus. walau emang harusnya mungkin gak usah di bingkai, tapi kalau ngga dibingkai, silakan lihat gambar tita yang di majalah sparx. juga jadi jelek. kebesaran kedodoran. area halaman jadi kelihatan banyak yang kosong melompong.

    oh iya jadi apa yang hilang dari webpage versus buku?

    aku suka melihat gambarmu, membaca graphic diarymu.
    tapi aku juga senang dan suka membaca komentar kawan kawan contactmu yang mengomentari setiap gambar barumu di aplod.

    itulah kelebihan comic online dibandingkan buku.

    ada environment interaktif yang tidak bisa didapatkan di dalam bentuk buku.

    itulah mungkin sebabnya aku kok kehilangan gregetnya ketika membaca bukumu ini, dibandingkan ketika membaca di webpage.

    aku kehilangan nuansa interaktifnya. suasana interaktif yang melibatkan sejibun kawan kawanmu dalam ceritamu. kadang komentarnya lucu lucu.
    interaktif sekali dan menghibur.

    bener ngga, dur ?
    makanya kemudian aku bilang, aku lebih suka curhat esduren dibandingkan dengan curhat tita.
    karena esduren itu interaktif, kita jadi terlibat dalam ceritamu.
    sedangkan curhat tita itu naratif. kamu hanya menceritakan diarymu dan kita hanya heeuh heeuh saja.

    stay on the web !

    ReplyDelete
  7. seru banget Tita, congrats ya untuk suksesnya acara ini!
    .... belum lihat kayak apa bukunya, tapi bisa dibayangkan soal bingkai hitam, aku juga berpendapat sama.... agak menganggu rasa liar dan bebas, selain memperkecil ruang si gambar...
    .... soal genre, aku sih pikir karyamu ini unik dan original.. mau komik, mau cergam, mau koran gambar, buku gambar, novel gambar, atau apapun... tak masalah. sebuah karya yang bagus tak butuh nama! :) dan tak butuh memenuhi aturan! walaupun nanti kalau jadi super ngetop banget dan jadi mainstream/trend akhirnya malah menentukan 'nama' dan 'aturan' -- you wouldn't want that i know but you cannot help when it happens...
    ....soal bikin partai.... hayuk bikin...hahaha..

    ReplyDelete
  8. langsung dapat oposisi, yaitu si pidi, yang mau bikin partai anti menggambar. karena dengan dilarang, "menggambar" itu bahkan akan dicari dan dilakukan orang!

    ReplyDelete
  9. itu mas toni masdiono.
    iya itu baju dari taun '94.. masih berjaya sampe sekarang.

    ReplyDelete
  10. trims atas laporan panjangnya dari sisi imajiner, memang begitu adanya :)

    heuhh.. bechdel jauh lebih literate ketimbang diriku, dan dia bikin fun home itu memang sengaja, sebagai karya yang diformat menjadi buku 'matang'.

    nggak ada sensor di graphic diary-ku, semuanya plek apa adanya seperti yg di sketchbook-ku. kalau yang dimaksud dengan sensor adalah ketika kesadaran saya utk memilah2 jenis cerita dan gambar ketika menggambar di sketchbook itu, rasanya tidak juga. tapi memang gaya saya untuk tidak berekspresi dengan vulgar, atau dramatis, atau dilebih2kan utk cari sensasi - meskipun sedang berimajinasi sekalipun.

    ReplyDelete
  11. untuk yang berikut, memang desainernya beda lagi :D

    ReplyDelete
  12. Kereeeeeeeeeeen, I wish I were there :-p
    Mba adain di Jogja dung, aku mau loh jadi seksi repot2, insyaAllah :-)
    *pegang2 tangan Mba Tita, ngajakin rapat virtual* :-p

    ReplyDelete
  13. ini juga yang pernah diucapkan oleh seorang reviewer (berbahasa perancis) terhadap buku 40075km-comics yang diterbitkan di belgia. buku ini adalah kompilasi karya berbagai penggambar di seluruh dunia yang bertema traveling atau journey, yang pada awalnya berupa tayangan gambar2 (yang di-upload oleh masing2 penggambar) di sebuah situs. kritiknya sama: hilangnya interactivity.

    apa yang dilakukan penerbit ketika mencetak curhat kira2 mirip dengan yang dilakukan ibu saya ketika menggandakan dan membagikan fotokopian sketchbook saya dulu: hendak menjangkau pembaca yang tidak mudah mengakses komputer dan internet. ternyata itu juga alasan penerbit 40075km-comics - hendak membuat sesuatu yang intangible menjadi tangible, dan hendak mencoba exposure-nya dengan sensasi yang berbeda.

    sementara ini segitu dulu, nanti2 lanjut lagi..

    ReplyDelete
  14. aku mau banget ke jogja lagiiii.... apalagi berarti bisa ketemuan sama ima! :)

    ReplyDelete
  15. thanks mer :D

    hal ini yang bikin aku 'berguru' pada campbell. dia kukuh pada posisinya terhadap apa yang disebut graphic novel. dan meskipun kata2nya kasar (setidaknya buat ukuranku.. hehe), aku kagum pada penjagaan prinsipnya, kecerdasan dan referensinya utk mempertahankan pendapatnya itu.

    iya nih, jarang2 ada partai yg tujuannya bukan ke puncak kekuasaan, tapi ke kepentingan nilai2 yang didukungnya.. (ada nggak ya? :P)

    ReplyDelete
  16. hihihi..gara-gara fotoin kamu, sempet dikira wartawan.. :p
    kalo aku jadi wartawan, pasti dimarahin sama bossnya : ini kenapa foto launching buku isinya malah banyakan foto anak2nya heh ?!

    ReplyDelete
  17. hahaha iya, jadinya wartawan gak fokus :P
    btw, setelah tau cara yang paling cepat dan aman, akan segera kubalikin memory card-mu.. makasih yaa *muah*

    ReplyDelete
  18. gampang..nunggu kamu ke jakarta aja lah..aku masih ada 2 memory card lagi kok..

    ReplyDelete
  19. Tita, sekali lagi congrats ya! Pagi ini, sy ngopi sambil baca Koran Tempo, eh ada resensi "Curhat" di rubrik 'buku' dgn judul "Tita dan Goresan Lugunya". Semoga semua ini lebih mendorong Tita utk terus berkarya...salam

    ReplyDelete
  20. selamat buat acaranya, mbak. punten ga bisa hadir, ada hal mendadak yang membuat harus keluar kota pas acaranya..

    ReplyDelete
  21. mbak Tita, selamat!
    kalu sampe cetak ulang revisi lay out bisa kan, mbak?
    ----------------------------
    :-)

    ReplyDelete
  22. Terlepas dari semua pro kontra akan konsep graphic diary ini... Gua rasa ini sebuah bentuk penawaran "rasa baru" dari dunia sastra / komik kita. Kalau pun akhirnya ada kekurangan itu pasti, namanya juga produk / genre baru. Kalau pun punya keunggulan pun jadi maklum karena belum ada saingan.

    Bagi gua releasenya "curhat" Tita ini lebih kepada sebuah dorongan buat anak komik dan sastra bahwa ekespresi dalam belum barang cetakan bisa dibuat seperti ini.

    ReplyDelete
  23. trimakasih pak tonny! makin menyemangati utk menghasilkan lebih baik :)

    ReplyDelete
  24. trims! waah.. cetak ulang, nyampe nggak ya ;))

    ReplyDelete
  25. Setuju. Ini juga jawabanku untuk pertanyaan, kenapa akhirnya diterbitkan? Antara lain adalah untuk memberikan alternatif di antara bacaan2 yang ada di toko2 buku di sini, dan memperkaya ragam karya cergam.

    ReplyDelete
  26. @PERNIK KOMERSIAL?
    Sebenernya poin saya juga masih aga abu-abu waktu kemaren itu, mbak. Intinya sih saya hanya kuatir aja kalau merchandise-nya lebih dikenal dari isi komiknya sendiri.

    Mungkin engga ada efek buruk yang benar-benar jelas, mungkin malah bisa jadi ajang promosi, karena semua orang yang lihat/beli pernak-pernik itu jadi penasaran dengan komiknya Mbak Tita. Tapi kalau mau seidealis Bill Waterson, itu juga pilihan. Sepertinya dia melihat kalau line production merchandise itu udah ga ngejalanin visi misi dari komik stripnya, jadi lebih baik tidak.

    Untuk saya sendiri, mungkin saya juga akan memilih untuk bikin merchandise kalau ada di posisi mbak. Tapi khawatir mah tetep ada, takut dikuasai pasar dsb...

    ReplyDelete
  27. Oh gitu. OK, jelas sekarang, makasih :)

    Sejauh ini saya belum berkeberatan karena mengacu ke pengalamannya buzzworks, sebuah perusahaan kecil di Belanda yang khusus membuat merchandise dari karya2 komik dan graffiti. Ternyata pengembangan ke arah ini masih positif, menurut pengamatan saya.

    Kita lihat aja yang untuk Curhat ini gimana nantinya :D

    ReplyDelete
  28. sama......gw juga setuju........ *salah satu penggemar kaos gambarnya tita*

    ReplyDelete
  29. ayo dibikin......gw bakal nungguin....
    btw, buku ini masih sama dengan yang kemaren, atau baru sama sekali ?

    ReplyDelete
  30. "buku ini" maksudnya yg Curhat Tita ini? Isinya mirip, hanya ada sedikit tambahan, dan formatnya juga beda (dulu fotokopian, sekarang cetak, plus pengantar2).

    ReplyDelete
  31. Congrats, mb Tita! Barusan baca wawancara dg media - bagus & positif juga ya (walaupun ada yg salah ngeja nama... heheh...). :)

    ReplyDelete
  32. kebetulan sejauh ini penerimaannya positi :D selain media cetak, minggu lalu ini aku wawancara juga dengan radio delta (jkt), female (bdg) dan deutchewelle (wkt acara di bdg). trims! :)

    (hehe iya, gelap kali, jadi salah eja..)

    ReplyDelete
  33. huks.. masih menyesal ga bisa di sana sampe abis..

    ga bisa minta tanda tangan dhanu lindri X(

    ReplyDelete
  34. Asik banget dibahas gini ya...semoga di masa yang akan datang lebih banyak lagi menghasilkan komik-komiknya. Ttd, penggemar dari jaman Eindhoven ;)

    ReplyDelete
  35. Iya bm, selanjutnya kirim berbagai buku yang isinya bertema, agak2 seperti shopaholic sih... tapi kan lucu :D

    ReplyDelete
  36. Salut, Pak Pri sampe mendetail gitu ya Ta, hebat-hebat...

    maksudnya hebat yg gambar dan yg kasih masukannya juga :p

    ReplyDelete
  37. amiiinn. ttd, yg sudah mendemplon sejak eindhoven ;)

    ReplyDelete
  38. iyaa.. sayang aku nggak bikin catetan, padahal masukannya masih banyak lagi. trimsss :">

    ReplyDelete
  39. kok kirim sih... maksudnya bikin... :D hehe

    ReplyDelete
  40. emang ta, biasanya kl karya yg masih original itu paling polnya, tp begitu ada pertimbangan2 pasar deelel, biasanya secara ngak langsung ada batesan2 yang mempengaruhi karya.. tapi ya diambil positifnya aja hihi! kl guwe masih nunggu lanjutannya tetap semangaat!

    ReplyDelete