Minggu, 13 April 2008
Banyak cara berbagi pengalaman hidup dengan orang lain. Tak selalu yang indah dan membahagiakan; yang menyedihkan bahkan memalukan juga menarik disimak. Banyak orang memilih media kata. Tita Larasati punya cara berbeda. Ia memilih berbagi kisah hidup lewat goresan pena tinta gel dalam bentuk sketsa dan gambar.
Tita mulai membuat sketsa hidupnya sedari 1995. Awal 1998, ketika ia melanjutkan belajar ke Belanda, kebiasaan ini jadi obat kangennya kepada keluarga dan teman-temannya. Dia biasa mengirimkan hasil sketsa gambar lewat faksimile.
"Semua saya buat secara spontan. Bahkan kalau ada goresan yang salah pun saya biarkan apa adanya. Inginnya, sih, berwarna, tapi saya nggak ada waktu," kata Tita. Oleh keluarga dan teman-temannya, gambar-gambar kiriman Tita dikumpulkan dan diperbanyak menjadi komik pendek. Hingga kini terkumpul lebih dari 100 lembar kertas A4 dan lebih dari tujuh buku sketsa berukuran A5. Gambar-gambar inilah yang kemudian diseleksi dan diterbitkan dalam Curhat Tita. Coretan-coretan yang dibuat Tita sangat bersahaja tapi tak mengurangi makna pesan yang hendak disampaikan ibu dua anak dan doktor lulusan Universitas Teknologi Delft ini. Untuk mengingat saat peristiwa berlangsung, Tita menyertakan tanggal dan lokasi peristiwa dalam goresannya, tidak ubahnya seperti buku harian pada umumnya.
Istilah membaca tampaknya tak terlalu tepat untuk menikmati buku ini. Sketsa Tita memang miskin kata. Lewat balon berisi kata-kata dengan bahasa campur sari, Indonesia, Inggris, dan Belanda, kita diajak melanglang buana menikmati potongan-potongan pengalaman Tita, seorang gadis Indonesia di Negeri Belanda, hingga kembalinya Tita sebagai ibu dua anak ke Tanah Air 10 tahun kemudian. "Ini memang ibarat potret kenangan saya. Saya buat langsung ketika ada ide," katanya.
Kehadiran tokoh Dhanu dan Lindri, dua anak Tita, berikut kebandelan khas anak-anak membuat kisah-kisah curahan hati (curhat) ini jadi lebih hidup. Simak, misalnya, gaya Lindri, putri kedua Tita, membangunkan ibunya di pagi hari dengan menempelkan sandal jepit di wajah sang ibu. "Anak-anak memang sumber inspirasi saya. Karena gambar saya, juga potret, buat mereka kelak ketika dewasa. Begini, lo, kenakalan kamu dulu," kata Tita tertawa.
Atau gaya Tita, si penggemar sepeda, menggambarkan keruwetan lalu lintas Bandung dari rumah ke kampusnya, Program Studi Desain Produk Institut Teknologi Bandung, tempatnya mengajar kini. Juga kegusaran Dhanu, putra pertamanya yang berayah Belanda, akan kulitnya yang lebih putih dari teman-teman sekolahnya di Bandung.
Tak semua kisah Tita berisi hal-hal ringan semata. Di penggalan kisah Upsetting Thoughts, Tita menampilkan sisi dirinya yang lebih serius, meski gambar yang disuguhkannya masih penggalan dari kegiatannya sehari-hari.
Di balik dunia cerah dan penuh warna yang digambarkan Tita, ia juga menggugah perasaan lewat coretan keresahannya akan kondisi Tanah Air. Misalnya kisah seorang guru di Tangerang yang terpaksa mengakui dirinya pekerja seks hanya karena pulang larut malam. Atau anak yang diadili karena "berhasil" menjatuhkan pemalak yang bertubuh lebih besar. Tita, dengan beragam aktivitas yang ia jalani, tetap saja seorang ibu yang resah.
- UTAMI WIDOWATI
Mantaaaaaaaaaaaaaaap!
ReplyDeleteUuuuuuuuuuh, kapan sempet ke ATM ya, huehehehe :-p
Eh, kalo mo beli dua, ongkos kirim ke Jogja piro Mba???
sama, 5rb juga, kan masih di bawah 1 kg.
ReplyDeletewahhh, meskipun sering baca sketsanya di blog ini, tapi aku ingin dapet bukunyaaa, tak sabar akuuuu @_@
ReplyDeletebulan udah punya tuh.. waktu launching di aksara itu dia dateng! akhirnya ketemuan lagi, senengnyaaa :)
ReplyDeleteaku baru beli di aksara citos.. tinggal ditandatanganin aja nih...
ReplyDeleteTa...aku masih pengen nerusin missing link dari yang lu kirim dulu dari belanda,....yang lu belum kawin hahaha....yang mana toh nduk? aku pusing nyari judulnya.....aku pengen berurutan gitu lho!
ReplyDeleteberarti tinggal ketemuan lagi :D wkt di ccf kemaren aku buru2 sih, jadi harus menyelinap di tengah2 sesi.. hiks..
ReplyDeleteitu berarti yang format A4, total ada sekitar 110 halaman. belom akan dibukuin vi, abis ngedit lay-out nya bakal lama bangeettt!
ReplyDeleteGue udah kepengen cepet-cepet baca bukunya...(ada ma chica)..hehehe.
ReplyDeletesiap ron ! masih ada di gue, lengkap dengan tanda tangan dan pin juga..
ReplyDeleteOh, dapat PIN pula ?? sekalian kartu ATM nya tita ya Chic ?
ReplyDeleteron...mudik deh...loe mulai garing... =))
ReplyDeleteiya, yang udah defisit. tombokin ya ron.
ReplyDeletegaring yah ? ;)) iye nih,..kudu cepet-cepet mudik.
ReplyDeletelu kasi nomor PIN nya dulu *tambah garing* ;))
ReplyDeletemantap mbakkk
ReplyDeletehoreeee, makin berkibar nih temen gue :D
ReplyDeletebungkuuusss riz
ReplyDeleteklepek klepek.. :">
ReplyDeletesama kok ron ama nomer PIN-lu.. *awas kalo diterusin garing*
ReplyDeletekalau udah ada waktu, jadi bisa dong diwarnain ? :-)
ReplyDelete... keren loh kalau diwarnain.
jadi buku selanjutnya berwarna dong .
tita..............
ReplyDeletenext-nya lebih tebel donk bukunya................
go dhanu and lindri! *teteuuupp*
ReplyDeleteSalut, Ta. Btw, yang terbitan baru ini beda ga sama yang versi "fofokopi-an" dulu itu?
ReplyDeleteKan gue juga sempat masuk ke diary *sembari senyum-senyum geer*
ReplyDeleteTa, malam-2 ibu minta Eko cari koran Temponya dan dapat. trus dibawa bapak ke kantor juga p-o web multiplynya, heleuh-2, bahagia juga beliau rupanya.
ReplyDeletemau ngewarnain, wahai manusia sabtu? boleh pake potosop kok :)
ReplyDeletesiaaap!
ReplyDeletehoreeee! *sorak dhanu lindri sambil lunjak2 di atas ibunya*
ReplyDeletemirip, hanya ada sedikit tambahan dan pengantar aja. trims jod :)
ReplyDeletehaha sempet bangeett... terutama di buku pertama, saat kita kencan di berlin!
ReplyDeletesmoga tidak lupa bahwa ada dendeng di kulkas... yang juga membuat bahagia.. hahaha
ReplyDeletePengen beli... hiks...
ReplyDeleteada yang bisa dititipin nggak di sini? :D
ReplyDelete