Saturday, October 11, 2008

[klipping] Generasi Komik Semau Gue

Kompas 11 Oktober 2008

Generasi Komik Semau Gue
Sabtu, 11 Oktober 2008 | 11:15 WIB

Oleh Herlambang Jaluardi

"Komik saya, ya terserah saya." Kira-kira begitulah ujaran yang pantas disematkan kepada komunitas pembuat komik di Bandung saat ini. Pakem baku komik dibenturkan dengan semangat "semau gue" itu.

Garis kaku panel untuk membatasi suatu adegan tidak lagi menjadi suatu keharusan. Susunan adegan dibiarkan berserak di setiap lembar. Gaya ini tampak di dua komik karya Tita Larasati: Curhat Tita dan Transition. Komiknya tidak tebal sampai ratusan halaman. Gambarnya pun masih menyisakan arsiran-arsiran bolpoin dan tidak diwarnai, seperti sketsa yang belum selesai. Hanya sampulnya yang penuh warna.

Cerita kedua komik ini sederhana dan tidak bermaksud melucu ataupun menggurui. Benar-benar hanya menceritakan kehidupan sehari-hari Tita dan keluarga serta lingkungan tempat mereka tinggal.

Kalaupun ternyata ada kegetiran dan kelucuan, memang kedua unsur itu lazim ada di setiap fragmen hidup, termasuk Tita. Karena itu, ada tulisan "graphic diary" di setiap sampul komik yang diterbitkan CV Curhat Anak Bangsa tahun 2008 ini.

Dalam kata pengantar komik Curhat Tita, Tita menuliskan, pada mulanya ia menjadikan gambar sebagai "bentuk laporan" kegiatan sehari-hari di sebuah keluarga saat magang di Jerman tahun 1995. Ia mengirim gambar itu kepada orangtua di Jakarta melalui faksimile. Lembaran faksimile ini kemudian difotokopi untuk dibagikan kepada sanak saudara.

Kebiasaan berkirim gambar ini terus berlangsung hingga ia beralih menggunakan buku sketsa. Hal ini membuat pengarsipan gambarnya lebih terjamin. Gambar-gambar itulah yang terangkum di Curhat Tita.

Ayam goreng kampung

Kejadian yang ditemui sehari-hari juga menjadi sumber ide bagi Erick Sulaiman. Sebagian kecil karyanya terangkum dalam Perpustakaan Sketsa: Kumpulan Komik Strip Gila terbitan PT Kumata Indonesia (Desember, 2007).

Pengajar di Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Nasional ini menjadikan hal biasa menjadi lebih komikal. Di jalan-jalan Kota Bandung, Erick kerap melihat menu makanan ayam goreng kampung. Frasa itu memberi rangsangan untuk membayangkan seekor ayam yang sedang menggoreng sebuah perkampungan. Itulah yang ia gambar menjadi komik strip.

Naif dan bermuatan lokal seakan menjadi ciri karyanya. Salah satu komik stripnya menceritakan keluarga Bodo (keluarga kelinci) sedang berwisata di Lembang. Dalam perjalanan mereka berhenti mengisi perut. Setelah menemukan warung, mereka makan dengan lahap, dan bahkan akan menambah. Niat dibatalkan setelah mereka tahu bahwa yang mereka makan adalah daging kelinci. Era internet

Komikus bernama pena Ivy Black mengambil tema keseharian yang lebih ekstrem daripada dua komikus tadi. Ia menerbitkan komik tentang hubungan cinta sesama laki-laki dengan judul Sunset Glow.

"Seru aja melihat hubungan sesama laki-laki itu," kata perempuan kelahiran Bandung ini. Ivy melabeli komiknya dengan batasan umur 18 tahun ke atas. Ia mengaku terinspirasi dari film kartun tentang homoseksual yang banyak beredar di internet. Internet pula yang dipilih Ivy sebagai salah satu media berpromosi.

"Aku enggak mungkin menjual komik terang-terangan. Lewat internet dan jaringannya, orang bisa menghubungi kalau ingin mendapatkan komik aku," kata Ivy yang punya beberapa alamat situs web ini.

Dunia maya

Dunia maya juga menjadi ruang bagi Tita dan Erick memublikasikan karya mereka dengan segera. Halaman web Tita menampilkan beberapa karyanya yang belum dipublikasikan dan mempromosikan dua komik yang sudah terbit. Begitu juga dengan web milik Erick.

Bahkan, komik strip yang sudah dicetak awalnya sudah ia pajang di web-nya. Setelah versi cetaknya terbit, ia menghapus komik itu. Kini, beberapa komik baru pun sudah ia unggah dan bisa dibaca pengunjung web. "Nantinya, komik baru itu juga akan dihapus kalau sudah dicetak," kata Erick.

Memajang karya di internet bagi Erick adalah upaya "memasarkan" namanya sebagai komikus. Pembajakan karya yang rawan terjadi di jagat maya pun tidak ia hiraukan. "Semakin banyak orang men-download komik saya dari internet, semakin banyak orang yang mengakui karya saya," katanya.

Begitulah, jagat per-komik-an di Bandung terus bergulir dengan menerbitkan "komik-komik" baru di setiap generasi.


 

15 comments:

  1. Knapa ya mba..gw kurang sreg dengan istilah "komik semau gue" ini

    ReplyDelete
  2. Saya sejak tadi mencari2 apa yg dimaksud dengan "semau gue" di dalam artikel, tapi cuma nemu di baris pertama aja. Terus nggak dijelaskan lagi di isinya. Kalo ini makalah tugas kuliah, pasti udah saya suruh revisi :P

    Thanks all! :">

    ReplyDelete
  3. Mungkin maksudnya Pe De aja kali...

    ReplyDelete
  4. hm ya, PeDe konotasinya lebih positif. kalo 'semau gue' kesannya nyolot :P

    ReplyDelete
  5. mungkin lebih pas kalo "komik generasi baru" kali ya..
    jadi nya
    "......Komik generasi baru dimana ciri khas Garis kaku panel untuk membatasi suatu adegan tidak lagi menjadi suatu keharusan. Susunan adegan dibiarkan berserak di setiap lembar...."

    ReplyDelete
  6. alias semau gue..nggak ngikutin "pakem" dimana komik harus dikotak-kotakin...gak pernah baca manga kali ya? kalo model Tintin , iya, rapih su rapih ...

    ReplyDelete