Thursday, May 8, 2008

[klipping] Pidi Baiq, "Drunken Monster" yang Jahil

http://www.pikiran-rakyat.com/index.php?mib=beritadetail&id=21715


Pidi Baiq, "Drunken Monster" yang Jahil

Sikap serius itu penting. Namun, terlalu serius bisa membuat manusia tidak bisa melihat indah dan berharganya hidup. Pidi Baiq meyakini bahwa "kegilaan" merupakan terapi menjaga kewarasan dalam hidup.

Pidi Baiq bisa dikenal sebagai eks vokalis band The Panas Dalam, mantan dekan FSRD kampus ARS International Bandung, anggota tim kreatif Project-P, staf ahli di Bimbel Villa Merah, konsultan di galeri seni dan budaya Space 59, juga ilustrator di penerbit Mizan. Akan tetapi, jika membaca kumpulan kisahnya dalam buku Drunken Monster: Kumpulan Kisah tidak Teladan" yang belum lama ini diluncurkannya, sebuah buku berisi 18 kisah keseharian Pidi yang sebagian dimuat di blog-nya (www.pidibaiq.multiply.com), ia boleh jadi bisa juga dikenal sebagai orang "gila".

Kisah kejadian nyata sehari-hari kesannya biasa saja, namun dengan keisengan luar biasa, ditambah gaya bertutur yang jumpalitan seenaknya sendiri melanggar kaidah bahasa yang baik dan benar, kisah-kisah Pidi menjadi kocak untuk dibaca. Siapa pun bisa jadi objek kejahilannya, dari mulai istrinya sendiri hingga tukang parkir, tukang becak, satpam, penjual rokok, dsb.

Pidi yang jahil namun juga dermawan, sebab ia kerap pula memberikan sejumlah uang kepada orang kecil yang ditemuinya atau menjadi korban kejahilannya. "Saya tidak mempermainkan mereka, justru mereka yang suka mempermainkan hati saya sehingga saya selalu ingin memberi mereka," kata Pidi, lulusan Kriya Tekstil FSRD ITB ini, dalam bincang bukunya di pameran buku di Braga, Minggu (4/5), yang langsung disambut tawa pengunjung.

Berbincang dengan lelaki kelahiran 8 Agustus 1972 ini, seperti disuguhi jawaban-jawaban asal, ngawur, dan ganjil. Semua tampak ringan dan bersenang-senang di matanya, meski itu bukan juga jadi meminggirkan substansi penting yang menjadi maksudnya. Ia punya banyak rencana tak terduga, kerap berpikir dengan logika terbalik, singkatnya menjadi orang yang "berbeda". "Mudah-mudahan berbeda tapi jadi melahirkan karya, bukan berbeda hanya cari sensasi," kata Pidi yang juga aktif membuat komik, menulis lagu, puisi, dan cerpen.

Pidi mengaku tak berniat melucu, meski hasilnya membuat orang terpingkal-pingkal. Ia tidak bermaksud berhumor karena kehidupan baginya memang merupakan humor. Maka, kendurkan kerut dahi dan munculkan wajah ceria. Mari simak obrolan penuh tawa Kampus dengan ayah dua anak ini, yang dilakukan di Villa Merah Jln. Ciliwung No. 23 Bandung, Senin (5/5).

Kisah di buku Drunken Monster, nyata terjadi semua?

Itu cerita nyata, memang ada proses adonan. Ada satu inti cerita yang kemudian menjadi kendaraan saya untuk menyampaikan pesan-pesan saya. Pastilah ada bumbu juga ya. Sebenarnya itu masih terlalu sopan karena saya masih lebih kacau lagi. Masih direm karena perkenalan dululah (tertawa).

Ada yang lebih jahil yang belum diceritakan?

Banyak juga sih. Misalnya, menjurus ke keagamaan. Saya juga pernah memberi uang Rp 10.000,00 ke anak kecil untuk jadi mata-mata saya, mengambil album keluarganya. Saya iseng aja mau lihat-lihat (tertawa).

Bisa jelaskan tentang gaya bahasa yang dipakai? Kenapa suka membolak-balik kata atau menjelaskan yang tidak perlu?

Saya ini sok nyastra sebenarnya (tertawa). Sebetulnya sastra atau apa pun kesenian dan kebudayaan, kan tidak pernah berhenti pada suatu masa. Jika menurut J.S. Badudu bahasa itu begitu, tetapi itu kan dulu zamannya dia. Kemudian zaman berubah dan sekarang dia di mana? Ketika kebudayaan lahir dari kebiasaan bersama, saya pikir saya juga bisa membuat kebiasaan baru untuk membuat kebudayaan baru. Saya tidak mau hanya sebagai penerima.

Lagi pula, selama ini kita sering pakai bahasa sebagai image. Yang penting tulisan saya dimengerti, walaupun bahasanya ngaco. Kenapa ngaco? Karena tidak umum. Saya sendiri tidak merasa ngaco, hanya berbeda. Padahal, umum itu belum tentu benar. Mungkin buku saya ada geregetnya karena bahasanya yang ngaco (tertawa). Saya menganjurkan setiap orang untuk punya rasanya sendiri. Apa karakter itu disukai atau tidak, ya itulah karakter. Kalau kamu bangau, jangan kamu kursus menggongong, hanya karena anjing sedang ngetren. Bangsa kita kan latah. Kalau negara kita negara pembantu, ya jadilah negara pembantu yang baik (tertawa).

Ada yang menyebut Kang Pidi "gila" sebab kelakuan jahil itu, bagaimana?

Kalau saya disebut gila, saya malah bahagia. Orang jenius pada masanya juga disebut gila, misalnya Archimides, Wright bersaudara, Galileo, James Watt, Edisson, semuanya disebut gila toh? Coba dulu mereka berhenti, sekarang tidak ada lampu, kereta api, dsb. Intinya, saya mah merasanya baik-baik saja (tertawa).

Menurut Kang Pidi, bagaimana porsi ideal antara serius dan kegilaan dalam hidup?

Hidup tidak ada yang ideal, semua relatif. Akan tetapi, saya selalu bilang ke kawan-kawan The Panas Dalam bahwa hidup itu menyembuhkan luka. Setiap hari kamu selalu berusaha ingin lebih baik kan? Berarti sekarang masih kurang baik kan? Jadi, hidup itu bagaimana menyeimbangkan diri. Hidup ini kan permainan. Makanya jangan marah kalau ada orang mempermaikan kita, wong kita lagi bermain-main kan (tertawa). Sikap diri serius itu penting, tetapi substansi saja. Metodenya bisa bermacam-macam.

Kang Pidi pernah jadi dekan atau berlatar belakang akademisi, tertarik bikin buku teoretis? Rencana selanjutnya bikin apa lagi?

Saya berencana bikin buku anak-anak, 17 cara menundukkan orang tua. Lalu saya mau bikin balasannya untuk orang tua, 18 cara menangkal siasat anak. Jadi, saya bikin virus dan antivirusnya (tertawa). Kalau sesuai disiplin ilmu saya yaitu seni, tentang hidup, filosofi, dan banyak hal lain, nanti ada di "Kitab Dabrul". Itu awalnya judulnya "Ayat-ayat Sompral", tetapi saya gagalkan sebab ada "Ayat-ayat Cinta", nanti saya disangka ngikutin. Saya berusaha sok bijak lah di buku itu (tertawa). Saya juga mau bikin TTS yang sudah ada isinya, silakan orang bikin pertanyaannya sendiri (tertawa).

Juni nanti ada buku kedua yaitu Drunken Mollen. Saya juga mau bikin kumpulan aphorisma saya dan mau menerbitkan komik lagi. Semua sedang dikerjakan, ada di komputer. Akan tetapi, kalau tidak ada yang mau menerbitkan, ya tidak apa-apa. Toh saya sudah sangat bahagia dalam hidup ini. Uang banyak ini, tinggal menyablon (tertawa).

Sebagai komikus, apa Kang Pidi punya keinginan memajukan komik nasional?

Nggak, saya hanya ingin memajukan diri saya sendiri. Saya suka bingung, kenapa komik suka dicampurkan dengan kewarganegaraan. Kalau seseorang komiknya bagus, nanti juga bakal ditanya, kewarganegaraan mana sih? Oh, Indonesia. Itu mah nanti aja, yang penting berkarya dulu. Kalau karya kita bagus kan nanti bakal ditiru banyak orang dan membentuk culture sendiri, seperti yang terjadi pada manga Jepang. Jangan belum apa-apa, sudah berbanyak-banyak, tetapi tidak ada apa-apanya. Komik Indonesia sekarang masih dalam kebudayaan berkumpul. Pada bikin kelompok, tetapi hasilnya apa? Saya mau kasih pesan sama komikus yang kumpul-kumpul, sudahlah kamu cepat pulang, bikin komik aja, lumayan kan dapat beberapa halaman (tertawa).

Katanya Kang Pidi sudah menciptakan 260-an lagu. Bagaimana bisa produktif dan apa berminat solo album?

Ada rencana bikin album The Panas Dalam lagi, mudah-mudahan bulan Juni ini bisa keluar. Saya ambil alih lagi, jadi vokalis. Album pertama kan judulnya "Only Ninja Can Stop Me Now", yang kedua "Only Almarhum Ninja Can Stop Tamborine", nanti di bawahnya ada tagline, Bangkitlah musik Thailand. Album dulu juga ada tulisan, "Untuk anak-anak nakal Indonesia". Itu nggak ada alasan apa-apa, ingin saja (tertawa).

Tentang lagu, saya sebenarnya diuntungkan oleh banyak waktu. Saya di kantor tidak mengerjakan pekerjaan teknis, jadi kalau nggak ada kerjaan, saya gigitaran. Mungkin semua orang juga bisa membuat lagu sebanyak itu. Satu, kalau dia memang mau. Tapi kan walau ada waktu, orang suka nggak mau, lebih pilih main game. Kedua, saya tidak suka memainkan lagu orang. Akan tetapi intinya, marilah kita bersenang-senang dalam berkarya. Kalau tidak senang, tidak akan ada rohnya, kamunya jadi tidak keluar. Sebenarnya di dunia ini banyak yang berharga, tetapi karena orang sibuk bekerja, jadi tidak terambil, lupa oleh pekerjaan.

Dulu membuat negara sendiri, sekarang membuat partai. Bisa cerita lebih lanjut?

Kalau partai, jangan tanya maknanya. Saya seperti dapat wangsit saja, tiba-tiba ingin bikin partai. Ya, sudah saya bikin namanya Partai Kucing, lambangnya tikus. Saya ingin menempel stiker partai sendiri di tembok, ingin melihat bendera partai sendiri berkibar di jalan, ingin tahu aja rasanya gimana sih? (tertawa) Sudah mau didaftarin juga ke komisi, walau pasti ditolak (tertawa). Kalau orang tidak suka, tidak masalah, toh saya juga tidak suka sama partai mereka. Biar jelek, yang penting punya posisi sendiri, tidak jadi pengikut terus. Akan tetapi, ternyata di e-mail banyak juga yang tertarik mendaftar ikut partai saya (tertawa).

Dulu di kampus, bikin negara The Panas Dalam tahun 1995 juga senang-senang. Kita ada 25 orang, biasa ngumpulnya di Studio Seni Lukis. Kalau ke luar negeri, tinggal buka pintu (tertawa). Bukan karena benci, justru saya cinta bangsa Indonesia. Akan tetapi, ketika bangsa itu sudah dimiliki seorang saja, sama saja saya mencintai orang itu, ngapain juga kan? Waktu Soeharto turun, akhirnya The Panas Dalam bergabung lagi dengan Indonesia tahun 1999 karena Indonesia mulai jadi milik kita lagi. Dulu sempat bikin Radio Republik The Panas Dalam, pusat kebudayaan, perusahaan-perusahaan fiktif, bahkan kedutaan besar yang mungkin tidak diakui, tetapi tidak apa-apa, yang penting senang-senang (tertawa).

Mungkin bagi orang-orang serius pada mikir, ngapain sih si Pidi? Tapi kan sekarang saya senang mengenang masa lalu di kampus yang indah. Yang rugi itu orang yang serius di dunia, padahal nanti di akhirat harus serius juga, pusing nanti dia, mending juga bisa masuk surga (tertawa). Tentang sekolah, sebenarnya saya juga mau bikin sekolah. Konsepnya, knowing, doing, being, mirip seperti Muslim, mukmin, dan muttaqin. Selama ini sekolah kurang pada konsep being, makanya banyak yang sekolah, tetapi pribadinya tidak intelektual. Coba sekarang ada berapa jam sih istirahat di sekolah? Senang-senangnya kurang, padahal hidup harusnya seimbang. ***

dewi irma
kampus_pr@yahoo.com

2 comments: