Friday, December 1, 2006

Cemilan Berat [Kopdar Mini di Amsterdam - 1]






Selasa malam, 28 Nov 2006

Cuaca kali ini sedang sangat bersahabat: tidak ada angin dingin, tidak ada hujan. Hanya udara sejuk yg nyaman di tengah2 gelapnya malam musim dingin. Hawa yg sangat cocok utk berjalan2 di luar sambil menikmati berbagai makanan penghangat badan! Ini lah yang saya lakukan bersama Herry, JSer dari Surabaya yg baru tiba di Amsterdam, dan Vonny, yg sudah berpuluh2 tahun tinggal di Belanda (dan juga pernah kopdar dengan Peter dan saya tahun lalu).

Tadinya kami berencana ke New King (Zeedijk), tapi batal karena menurut Herry dia baru makan siang chinese food juga di Zeedijk. Jadi pertama2 kami ke Hard Rock Cafe dulu di Max Euweplein (utk menuntaskan titipan utk rekanan Herry yg kolektor merchandise HRC), lalu mulai menjelajah Leidseplein dan sekitarnya. Herry bilang dia mau mencicip makanan Belanda, padahal saya dan Vonny sudah terbayang2 menu2 di New King (dan bertekad utk tetap makan chinese food malam itu). Ya sudah, jadi Herry dipersilakan dulu utk menjajal jajanan2 saja.
Vonny langsung menarik Herry ke FEBO, kios pinggir jalan yg menyediakan berbagai cemilan berat di dindingnya. Cemilan berat? Iya, karena di balik pintu2 kecil yg berjajar di dinding itu, tersedia burger dan berbagai gorengan yg umumnya berbahan utama daging dan tepung2an. Dengan memasukkan koin sejumlah harga yg tertera pada sisi masing2 jenis makanan, kita bisa membuka salah satu pintu dan mengambil sendiri cemilan tsb. Atas usul Vonny, pertama2 Herry mencoba bami, yg adalah kumpulan mie, daging dan sayuran yg dipadatkan hingga berbentuk balok, dilapis tepung panir dan digoreng. Setelah itu Herry mencoba kaassoufflé, yg sebenarnya adalah 'bantal' dari bladerdeeg dan tepung panir yg berisi keju leleh, yg juga digoreng deep-fry.

Dari warung FEBO di Leidsestraat tsb, kami bawa Herry ke Leidseplein, di mana terpasang sebuah ice-skating ring temporer. Seperti biasa, di sekeliling ice-skating ring selalu terdapat kios2 jajanan panas-manis; demikian pula yg satu ini. Ada gerobak besar yg menjual oliebolen ('donat goreng' berbentuk bola, bertabur gula halus) dan kawan2nya (ini makanan musiman, hanya ada di akhir tahun utk menjelang tahun baru), stroopwaffel (kepingan wafer tipis yg menangkup karamel kental & hangat), dan poffertjes ('pancake' yg dicetak sebesar kue cubit, bertabur gula halus). Kami memesan seporsi poffertjes, versi yg paling basic (hanya dengan butter dan gula halus). Versi lain adalah dengan tambahan whipped cream dan/atau cherry.
Ketika poffertjes sudah matang, seporsi yg berisi sekitar 18 potong itu kami makan bertiga - dan adalah kewajiban Herry untuk menghabiskan sebagian besar porsi itu, karena saya dan Vonny masih berniat untuk makan 'serius' di restoran yg telah kami sasar sebelumnya: Taste of Culture di Korte Leidsedwarstraat.

[bersambung ke bagian-2]

Photobucket - Video and Image Hosting
Leidseplein di waktu malam, dengan gerobak penjual jajanan hangat (sumber: flickr.com)

Gambar FEBO dari wikipedia.com




13 comments:

  1. lex: ini memang penting, jadi penghangat tubuh alami.. heheh..

    chic: aaah wall-food :P

    ReplyDelete
  2. Huahahahahahhaha =)). Ngotot sekali :))

    ReplyDelete
  3. Habis dari hari sebelumnya udah janjian ke New King, jadi hasrat sudah tertumpuk mantap! Eeh pas sudah waktunya harus ganti rencana, mana rela.. kan usus dan lidah udah dijanji2in chinese food ama otak sejak kemarennya :P

    ReplyDelete
  4. mau poffertjes..mau..mau.. mauuuuuuuuuuuuu!!!

    ReplyDelete
  5. Esduren... sekali-sekali, coba dong tur "makanan2 halal" di Amsterdam dan sekitarnya... :D Moroccan, Turkish, atau apa lah... ;) Pingin tahu.... :D

    Soal donat bola, gue lagi baca ulang buku Laura Ingalls Wilder, "Farmer Boy." Di situ diceritakan (tahun 1867-an) kalau donat roda itu "penemuan baru" dan ibunya Almanzo kagak suka bikin donat begitu karena donatnya nggak bisa membalik sendiri di penggorengan. Ibunya Almanzo bikin donatnya diuntir. Kekekee... gimana ya, donat diuntir... Kayak ca-kue, kali yeeeee....

    ReplyDelete
  6. Nah, ini nih, kemaren juga gua discuss soal makanan traditional di setiap negara, dan tiba2 teman gua bilang kalau belanda tuh gak ada masakan traditional. Apa bener Ta? :) Gua juga bingung krn tiap kali ke Belanda pasti cari restaurant Indonesia, hehehehehehhehehe. Akhirnya gua bilang, ada, ada, macaroni schotel, hehehhehehehehehe. :)

    ReplyDelete
  7. Wah iya ya, padahal lumayan sering lho gue 'jajan halal'. Langganan gue antara lain Balkan Bakery (roti yg isinya minced lamb atau herbed feta itu enak bangettt), shoarma-nya Maoz, atau beli lauk di warung Turki (kan makanan mereka cocok juga pake nasi :D).

    Kalo makanan serius jarang banget sebab keitung mahal, padahal banyak resto Maroko tersebar di neighbourhood gue. Pernah ke Bazar, menunya a la North Africa & Middle East dan ini sangat recommendable. Sayangnya gue gak sempet lama di situ karena anak2 keburu out of control, tempatnya sangat mengundang utk lari2an, dari atas ke bawah dan sekeliling resto, sampe akhirnya gue harus pamit duluan (untung letaknya cuma 500 m dari rumah).

    Donat diuntir? Roti kepang itu kali.. hihihi..

    ReplyDelete
  8. Sebenernya ada, tapi kebanyakan makanan rumahan. Seperti kentang tumbuk dan berbagai variasinya (baik variasi daging maupun sayuran yg menemani) dan sup2an (terutama ewrtensoep/ sup kacang polong). Bahan dasar utk makanan yg savoury memang umumnya olahan daging dan kentang (bitterballen, kroket, ragout, frikadel, dsb).

    Makanan tradisional lainnya biasanya nggak jauh2 dari keterlibatan susu, butter, tepung dan gula. Jadinya ya semacam panekuk dan poffertjes, suikerbrood (sugarbread), kruidkoek (spiced cake), speculaas, borstplaat (kepingan karamel), dsb.

    Yang jelas, di sini gue nggak pernah makan ke restoran Belanda, sebab dibanding bikin sendiri di rumah atau beli versi jadinya di supermarket atau pasar, harganya jauh lebih mahal :D

    ReplyDelete
  9. Hah...itu gerobak oliebollen-nya masih sama... jadi inget jaman dulu. heheh...

    ReplyDelete
  10. dia mungkin turun temurun ya di sana

    ReplyDelete