Itu salah satu judul kaset
Sanggar Cerita yg masih saya ingat (adaptasi dari
Rumpelstiltskin-nya
Grimm Brothers/versi Jerman, atau
Tom Tit Tot/versi Inggris). Judul2 lain, pastinya
Kilu si Tupai Kecil, yg pernah looping terus-menerus di tape mobil sepanjang perjalanan ke Jawa Tengah (gara2 tuntutan
Tiyas yg wkt itu umurnya baru lewat balita, seisi mobil di-brainwash KILU!), dan
Katya si Serigala Putih (kalo nggak salah), karena seingetku ceritanya sedih dan mencekam sampe nggak berani dengerin kasetnya kalo udah lewat Maghrib.
Ilustrasi Tom Tit Tot dari situs SurLaLune: Steel,
Flora Annie. English Fairy Tales. Arthur Rackham, illustrator.
New York: Macmillan Company, 1918.Dulu itu koleksi kaset Sanggar Cerita kami lumayan banyak, juga kaset2 dari pentas2nya
Liza Tanzil, termasuk yg adaptasi dari
Voltus ("
Voltus lima sahabat kita semua..") dan
Candy-Candy ("
Biar saja, biar wajahku begini.."). Sepertinya kaset cerita yg terakhir kali kebeli adalah
Penerbangan 714-nya
Tintin ("
Aku Tintin, seorang wartawan muda.. Siapa ingin dengan aku ikut serta.. Bertualang, ke s'luruh penjuru dunia.."). Sejak itu, hampir nggak pernah saya dengerin cerita lewat kaset dan radio.
Belasan tahun kemudian terlewatkan dengan asyiknya mencoba2 ngerekam
lagu dari kaset/radio semasa SMA (bikin album kompilasi sendiri dong..
heheh..), sampe belanja kaset dan CD(! teknologi baru masa itu) di
Aquarius (toko musik andalan) semasa kuliah. Dengerin cerita lewat radio dan kaset/CD seperti terlupakan.
Sampai.. kira2 dua tahunan yg lalu, si Tiyas Kilu itu nitip beliin audio-CD
The Neil Gaiman Audio Collection:
CD yg isinya cerita2 pendek yg dibacakan sendiri oleh Neil. Penasaran,
saya coba versi icip2nya di Internet. Baru kerasa lagi enaknya dibacain
cerita sama orang lain! (Dan 'orang lain'nya Paman Neil, pula! Hahaha!)

Berpindah ke generasi berikut..
Saya pengen anak2 juga bisa merasakan senangnya dihibur cerita lewat
kaset atau CD. Selama ini, tentu saja mereka denger cerita dari bacaan
sebelum tidur (Lindri selalu minta dibacain minimal 5 buku, sampe bikin
serak); Dhanu juga sama aja, cuma udah bisa ditawar. Cara lain, dan yg
paling sering, tentu saja lewat TV (termasuk DVD), yg bikin mereka
ngetem depan TV dan enggan beranjak. Semua elemen cerita sudah
masuk di situ, dari lagu latar, efek suara dan landscape setting
cerita, hingga detail karakter (fisik & suara) para tokoh di
cerita. Itu semua nggak apa2, tapi anak2 perlu dicobakan ke stimulan
jenis lain..
Belakangan ini, acara TV antara jam 6-8 malam (antara wkt makan malam
hingga bedtime) nggak ada yg bagus buat anak2. Seri sitcom buat kita
juga nggak ada yg menarik. TV jadi bisa dibiarkan mati. Jam2 itu diisi
dengan main sendiri (atau barengan, atau sambil berantem rebutan
mainan), lalu menjelang jam tidurnya kita bikin ritual "dengerin
cerita" dari CD (banyak dapet gratisan CD cerita2 pendek, bonus
majalah2nya anak2). Wah mereka seneng banget. Mereka bukan cuma tiduran
atau duduk ndengerin cerita (seperti halnya kalo lagi nonton TV, pasti
diemmm aja di depan layar), tapi kadang2 ikut memerankan si tokoh yg
sedang diceritakan. Kocak banget. Interpretasinya bisa macem2, beda2
dari hari ke hari, padahal ceritanya ya itu2 aja. Bukan cuma
diperankan, habis ndengerin cerita itu pun mereka suka pengen nggambar
adegan2nya.
Babar, salah satu tokoh yg audio CD-nya jadi favorit anak2 belakangan ini.Nah, kebetulan hari ini saya dan Nadine (ibu dari Jona, temen sekelas
Dhanu) bikin workshop di kelasnya Dhanu (anak2 umur 4-6 th): mbacain
cerita ke anak2 itu, lalu mereka nggambar cerita itu rame2 di lembaran
karton panjang, di hallway sekolah (lumayan bikin iri anak2 kelas
lain.. hehe..). Seru! Apalagi kalau diperhatiin interpretasi anak2 itu
asik2 banget, bebas!
Setelah semua dapet giliran nggambar, kita gelar di kelas dan masing2
menceritakan kembali apa yg mereka gambar. Ini juga menarik, sebab
mereka memang suka mengembangkan ceritanya sendiri berdasarkan cerita
yg mereka dengar sebelum menggambar (jadi bisa jauhhh banget). Tapi ini
asik, jadi sepertinya suatu hari workshop ini akan kami ulang, masih
dengan mengandalkan daya menyerap cerita.
Hm, rasanya memang sudah saatnya mencanangkan kembali budaya mendengar!