Thursday, August 7, 2008

[klipping] Kurangi Dampak Kerusakan dengan "Eco-Design"

Pikiran Rakyat - Kampus, 7 Agustus 2008

Kurangi Dampak Kerusakan dengan "Eco-Design"

SEJATINYA, desain adalah alat mutakhir untuk menyampaikan ide dan menjawab persoalan keseharian kita. Akan tetapi, ada yang tidak boleh dilupakan dan harus dijawab oleh desain, yakni memproduksi tanpa menimbulkan kerusakan. Para desainer kini menghadapi tantangan, bukan hanya memaksimalkan potensi estetika dan kegunaan objek, tapi juga meminimalisasi dampak buruk bagi lingkungan tanpa menghabiskan lebih banyak sumber energi.

Inilah pentingnya wacana eco-design sebagai upaya peranan desain mengurangi kerusakan yang ditimbulkan oleh proses pembangunan manusia. Bertandang ke gelaran local clothing expo "Kicfest 2008", 1-3 Agustus lalu, turut ditampilkan beberapa karya mahasiswa Desain Produk ITB yang mengandung konsep ramah lingkungan di booth British Council. Berikut Kampus sajikan pembahasan dua karya di antaranya.

Sukmadi Rafiuddin dari Desain Produk ITB 2003 membuat tugas akhir dengan judul "Transformasi Bentuk Furnitur dengan Pendekatan Konsep Berkelanjutan". Ia mengangkat wacana desain berkelanjutan (sustainable design) yang sedang naik ke permukaan, melalui konsep furnitur. Ia menciptakan furnitur dengan sistem modular, di mana satu buah komponen bisa bersifat multifungsi.

Dari satu modular berbahan LVL (berasal dari kayu sengon atau karet) tersebut, bisa ditransformasikan ke dalam 7 buah fungsi furnitur, mulai dari meja, kursi, tempat tidur, lemari, dsb. Segi estetika dan kegunaan bisa ditambahkan dengan pemberian bantal, misalnya. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisasi jumlah komponen dan juga mobilitas produk. "Menghemat uang dan ruang," kata Udin, panggilan akrabnya, yang baru saja menempuh kelulusan.

Gagasan itu juga mengakomodasi permasalahan keterbatasan ruang. Udin menuturkan, tujuan pembuatan produk bersifat knock down tersebut demi memfasilitasi kegiatan dalam ruang hunian yang kecil, dan menerapkan konsep keberlanjutan dalam produk, terutama melalui desain dan fungsi. "Cocok bagi penghuni pada rumah susun sederhana," kata Udin, yang mendapat nilai A untuk tugas akhirnya itu.

Setiap tahunnya, angka permintaan furnitur selalu meningkat dengan jumlah peminat pada produk kayu tetap menjadi yang teratas. Di satu sisi, hal ini adalah keuntungan, namun di sisi lain terdapat kerugian yang disebabkan oleh penebang liar yang terus memangkas hutan menjadi gundul. Menurut Udin, desainer perlu kreatif merancang produk yang mengurangi dampak kerusakan lingkungan. "Rencananya produk ini ingin dijual massal, tapi rancangannya akan diperbaiki lagi," katanya.

Sementara itu, M. Fadli Adi Abiyasa, juga dari Desain Produk ITB, membuat tugas akhir "Pemanfaatan Limbah Kulit Hasil Eksplorasi Sebagai Produk Tas Wanita". Keistimewaan karya Fadli ialah pengolahan sesuatu yang berpotensi menjadi sampah, menjadi perlengkapan wanita dengan desain yang cantik. Fadli merancang dompet dan tas dengan beragam model. Sistem kuncian yang menghasilkan motif anyaman ditambah material kulit lembaran dan logam, menghasilkan kesan unik.

Dalam proses produksi sepatu, biasanya memang terdapat sisa-sisa potongan pola, dalam hal ini terbuat dari kulit. Jika limbah kulit itu dibuang atau dibakar tentunya akan mencemari lingkungan. Namun, jika dijual kembali dan diolah menjadi produk maka akan berpotensi secara ekonomi dan memaksimalkan potensi desain.

"Saya berasal dari Cibaduyut dan melihat proses produksi sepatu di sana yang menghasilkan limbah kulit. Daripada jadi sampah padahal punya potensi bagus, kenapa nggak limbah itu dijadikan produk yang layak jual, yang tujuannya mengurangi jumlah limbah dan meningkatkan nilai jual produk itu," kata Fadli, yang sedang mempertimbangkan memassalkan produk karyanya.

Menurut Dwinita Larasati, dosen pembimbing, inti dari sistem desain yang berkelanjutan bukan hanya desain fisik sebuah produk, tetapi juga sebuah sistem berkelanjutan yang menggunakan 3 parameter, yakni, sosial, ekonomi, lingkungan. "Semua produk harusnya ramah lingkungan. Namun, bukan hanya dari segi material, tapi juga memerhatikan secara keseluruhan secara aspek sosial dan ekonomi. Misalnya, memerhatikan nasib pekerjanya, masalah sosial yang timbul, dsb.," katanya. ***

dewi irma
kampus_pr@yahoo.com


4 comments:

  1. jaman saya tugas akhir, baru kepikir sistem modul cuma dibuat standart ukurannya, belom sampe bisa di transformasikan...jadi berasa oon kenapa dulu gak kepikir sampe sini ya?

    :)

    ReplyDelete
  2. bahan LVL mudah didapet ga di Indonesia?
    *baru kemaren nonton acara di HGTV, makeover apartemen dengan furnitur2 berbahan LVL*

    ReplyDelete
  3. wow cool.. you are the dosen pembimbing! It is great that there is place now to express the motivation to be more eco friendly in indonesia.

    ReplyDelete