Monday, June 6, 2005

Kopdar Kecil2an: Amsterdam [2]




(as posted in Jalansutra Mailinglist, msg#37896)

Sangat disayangkan, ternyata Vonny terpaksa membatalkan rencananya untuk berjalan2 lagi dengan saya dan Peter. Jadi siang itu saya hanya harus menunggu Peter mampir utk menitipkan tas, sebelum kami keluar jalan2 lagi. Saya ingat pesan Peter jauh hari sebelumnya, lewat e-mail, agar dibawa berjalan2 ke tempat2 yang dapat menghilangkan kesannya terhadap Amsterdam sebagai kota yang kotor dan kumuh. Haha, memang kebanyakan orang berkesan seperti ini karena pamor Red Light District dan 'free drugs'-nya, yang memang digembar-gemborkan terus oleh buku2 panduan wisata - padahal buku2 tsb juga menampilkan kekayaan gedung2 pertunjukan dan museum di Amsterdam, yang berjumlah ratusan. Beres, pikir saya, Peter akan saya bawa ke sisi kota yang lebih 'beradab'.

MUSEUMPLEIN
Dari rumah, saya, Dhanu dan Peter berjalan ke arah Museumplein (museum square). Kami tiba di kompleks museum itu setelah berjalan santai kira2 10 menit, melewati jalanan sepi dengan toko2 tutup (karena itu hari Minggu). Mendekati Museumplein, makin banyak terlihat orang berseliweran. Ternyata memang mereka memadati lapangan museum tersebut.

Dari arah Museum Heineken (tempat kami tinggal), kami mendekati Museumplein dari arah Timur, di mana lapangan terbagi dua oleh jalur sepeda dan pejalan kaki. Di sisi kiri jalan terdapat lapangan rumput yang luas, di mana orang bisa duduk2 santai atau bermain bola. Di kejauhan terlihat Concertgebouw (gedung konser). Di sisi ini terdapat Museum Stedelijk (museum for contemporary arts - yang sedang direnovasi) dan Museum Van Gogh.
Di sisi kanan jalan, terbentang lapangan luas beralaskan kerikil halus. Terdapat kolam memanjang di tengah2 lapangan, mengarah ke Rijksmuseum.. Di lapangan ini juga terdapat lapangan basket dan "half-tube" (struktur berbentuk separuh silinder), besar dan kecil, untuk main skateboard. Di sekitar lapangan basket terdapat beberapa kelompok orang bermain 'pétanque'(?) atau 'jeu de boules' ya? Peter tolong BYKS ("Wah, ini sih mainan orang Marseilles!" komentar Peter). Di tepi lapangan terdapat sebuah restoran/bar/cafe, di mana para pengunjungnya terlihat telah memadati bangku2 yang terletak di teras.
Kami berjalan ke sisi yang lain, di mana terdapat beberapa kios kecil (suvenir dan jajanan), untuk langsung menuju Museum Shop. Toko ini menjual cendera mata khusus dari ketiga museum yang terdapat di sana, jadi tanpa perlu berkunjung ke dalam museum pun orang dapat memperoleh kenang2an khusus dari museum2 tsb. Kesempatan bagi Peter untuk memilih2 oleh2 unik dari Amsterdam :)

MAX EUWEPLEIN
Setelah puas merambahi toko museum, kami melanjutkan berjalan meninggalkan Museumplein, ke arah Max Euweplein. Melalui berbagai rumah2 pengasahan intan dan deretan toko bergengsi di P.C. Hoofstraat, juga salah satu gerbang Vondelpark, taman kota terbesar di Amsterdam.

Dari depan gerbang Vondelpark tsb, kami belok ke kanan, melewati jembatan ke arah Max Euweplein: sebuah lapangan kecil yang dikelilingi jalur bersepeda, plus berbagai toko, restoran dan bar (antara lain Holland Casino, Hard Rock Cafe/Restaurant dan Wagamama noodle bar). Di tengah2 Max Euweplein terdapat bangku2 restoran, dan permainan catur raksasa, di mana terlihat sekumpulan orang sedang serius bermain.
Keluar dari lapangan kecil itu, kami sudah tiba di dekat Leidseplein, namun kami mengambil jalan pintas untuk langsung menuju jajaran restoran di salah satu jalan kecil yang tersambung ke Leidseplein, untuk makan siang.

BOJO
Sebenarnya saya jarang ke rumah makan Bojo ini. Pernah beberapa tahun yang lalu mampir utk makan siang dengan teman2, dan kesannya waktu itu enak2 saja. Jadi rasanya sudah waktunya utk mampir lagi, kali ini sudah dengan mata dan lidah Jalansutra :)
Saya pesan soto ayam ukuran kecil sebagai pembuka, dan pangsit goreng untuk Dhanu, serta tahu campur sebagai makanan utama. Peter pesan nasi kuning. Soto ayamnya seingat saya memang enak, dan masih tetap enak saat saya coba waktu itu. Dhanu makan pangsit gorengnya dengan semangat, sampe saya nggak tega ngicip. Baru waktu dia makan pakai nasi (dari porsi tahu campur), akhirnya Dhanu kenyang dan menyisakan sepotong pangsit. Kulitnya biasa saja, dan isinya lebih berasa seperti daging sapi (bukan udang/ayam). Sayang irisan tahu gorengnya terlalu alot; isian lain dan saus kecapnya cukup enak.
Peter kelihatannya cukup puas dengan nasi kuningnya. Terutama jika ia bandingkan dengan makan malamnya di restoran Sukasari (di Damraak) - tapi bagian ini biar Peter sendiri yang cerita :) Secara keseluruhan, menurut saya hidangan di Bojo cukup decent. Tidak parah sekali, tapi juga tidak sangat istimewa.

Bojo Restaurants
Lange Leidsedwarsstraat 49 en 51
Amsterdam
T +31 (020) 6227434
http://www.bojo.nl

Selesai makan di Bojo, kami kembali berjalan ke arah rumah. Kali ini, kami melewati bagian depan Rijksmuseum (sebelumnya, Museumplein, adalah bagian belakang Rijksmuseum). Melalui taman dan kanal di sebelah jalan Stadhouderskade dan bagian jalan yang berantakan, sebab sedang ada proyek perpanjangan jalur Metro ke arah selatan. Setiba di rumah, Peter segera beberes dan pamitan untuk pergi ke Antwerp lagi.

Terima kasih ya Peter, sudah menyempatkan mampir Amsterdam!


Photos by Peter

No comments:

Post a Comment