JALANSUTRA?What is
Jalansutra?
"Jalansutra" is the name of an Indonesian online community gathered in and through a mailing list. The main discussion topics and activities of the group are related to Food and Travel. As of May 2005, the group is hosted by Yahoo! and can be visited at
http://groups.yahoo.com/group/jalansutra/Joining the group is easy and free! The "Jalansutra" brand owner is
Bondan Winarno (bondanw@gmail.com), the columnist of "Jalansutra" to Suara Pembaruan Minggu and the Kompas Cyber Media.
What is
Kumpulsutra?
The term "Kumpulsutra" is derived from the Indonesian word "Kumpul" (to gather) and the suffix "-sutra" of "Jalansutra". Thus, Kumpulsutra is the offline meeting event of Jalansutra mailing list members. In Indonesia, Kumpulsutra occurs very frequently. However, due to Europe being vast and the distances between members being quite big, Kumpulsutra is held rather irregularly. The first significant Kumpulsutra in Europe took place in Strasburg in France (Strasbourg in French, Strassburg in German), 7 May 2005.
Demikian adalah definisi yang ditetapkan oleh Komunitas Jalansutra, yang sempat mencanangkan Deklarasi Jalansutra pada tangal 17 Agustus 2004 di Tugu Proklamasi Jakarta. Tak hanya terbatas pada milis, komunikasi antar anggota Jalansutra berjalan lebih intensif, bebas dan akrab melalui forum-forum obrolan (
chatting), yang masih terus berlangsung hingga kini. Perangkat dunia maya memang berjasa menghubungkan para anggota Jalansutra yang tersebar di seluruh Nusantara, bahkan di mancanegara.
Para anggota Jalansutra di tanah air, tentu saja makin bersemangat melaksanakan kegemaran jalan2 dan makan2 dengan ‘kaum’nya: sesama penggemar jalan2 dan makan2. Tidak heran bila “kopdar” (= kopi darat, atau pertemuan) telah sering berlangsung, baik untuk berburu jajanan khas di pelosok pasar tradisional, hingga ke praktik
fine dining di restoran terkemuka, dan mengeksplorasi dari warung kaki lima di kampung sendiri, hingga mencicipi hidangan asing langsung di kota tempat makanan tersebut berasal.
Maka tidak heran bila anggota Jalansutra yang berdomisili di Eropa Barat pun memiliki hasrat yang sama, ingin merasakan pengalaman “kopdar” untuk dapat saling bertemu dan berbagi cerita seperti rekan-rekan di tanah air.
PERSIAPAN KUMPULSUTRA 2005Kumpulsutra adalah istilah yang digunakan oleh para anggota milis Jalansutra untuk menamai acara pertemuan, atau kumpul-kumpul, sesama anggota. Anggota milis Jalansutra di tanah air sering sekali mengadakan acara ini, sehingga kami para anggota yang sedang merantau di Eropa Barat pun berniat untuk membuat acara serupa. Apalagi setelah sekian tahun ini kami hanya saling menyapa melalui milis atau chatroom, dan hanya 'berjumpa' lewat foto-foto di Friendster, Multiply atau Blog masing-masing. Persiapan untuk Kumpulsutra Eropa ini sudah direncanakan jauh-jauh hari sebelumnya; bahkan mungkin ada sekitar setahun yang lalu. Bukan anak-anak Jalansutra namanya, kalau tidak bertekad mencari tempat jalan-jalan yang asyik dan indah, sekaligus tempat makan-makan yang menyajikan makanan khas daerah lokal yg sedap dan nikmat. Inisiatif untuk mengadakan Kumpulsutra datang dari beberapa orang sekaligus, namun posting pertama mengenai ide ini di milis Jalansutra dikirimkan oleh
Gisela Phoeng dari Stiring-Wendel, Perancis. Gayung bersambut lancar:
Jolianto (Jo) Jusman dari Ingelheim, Jerman, segera menyatakan bersedia menjadi ketua panitia (atau, singkatnya, "ketupat"). Jo dibantu oleh
Peter Pramono dari Marseilles, Perancis, yang bersedia mengajukan proposal tempat jalan-jalan, dan
Lenny Klemstein dari Griesheim, Jerman yang siap survey untuk mencari tempat makan siang bersama dan melakukan pemesanan tempat.
Jo mengumumkan secara resmi mengenai rencana ini milis Jalansutra, yang ditanggapi secara antusias oleh para anggota di Eropa Barat. Sejak itu, melalui e-mail dan situs web Jo ttg Kumpulsutra 2005 yang selalu di-update, kami para calon peserta berdiskusi mengenai pemilihan tempat dan tanggal berkumpul. Akhirnya, setelah mempertimbangkan mayoritas domisili para peserta, juga melalui sistem pengambilan suara, kami sepakat untuk bertemu di Strasbourg, pada Hari Sabtu, 7 Mei 2005. Setelah ketetapan ini, kami makin intensif berkomunikasi untuk mengatur titik pertemuan, konfirmasi jumlah peserta untuk makan siang bersama di restoran, alternatif acara tur bersama, hingga pemilihan menu makanan untuk hari itu. Makin mendekati Hari-H, kami makin bersemangat.
STRASBOURGStrasbourg memang tepat untuk jadi pilihan Jalansutra karena situasinya yang unik. Letaknya di Perancis, namun dekat dengan Jerman dan Swis. Posisi geografisnya sebagai pusat komunikasi interasional menjadikannya kaya akan sejarah dan berbagai tradisi. Hal ini tercermin pula dalam hidangan lokal, khas Alsace, yang merupakan perpaduan unik antara hidangan Perancis dan Jerman.
Beberapa peserta sudah tiba di Strasbourg pada hari Jumat, 6 Mei 2005, dan check-in di hotel tempat masing2 menginap. Di malam ini beberapa peserta Kumpulsutra sempat bertemu muka dengan teman-teman yang selama ini hanya 'terdengar' melalui dunia maya. Keesokan harinya, sebelum pukul 10.00 rombongan peserta yang menginap di Hotel Ibis Petite France, termasuk Peter sang pemandu acara, berangkat ke titik pertemuan: di depan Office de Tourisme (17, Place de la Cathédrale). Setiba di sana, ternyata sudah ada beberapa peserta yang sudah tiba, sedang menunggu yang lain. Pertemuan dan perkenalan kembali segera berlangsung, tidak ada yang merasa canggung dan keakraban dapat segera terjalin. Cuaca yang gerimis dan berangin dingin tidak mengurangi rasa riang dan semangat peserta, yang akhirnya dapat saling bertemu muka. Sambil menunggu seluruh peserta tiba, Peter sibuk menyiapkan kopian dari jadual acara hari itu, plus selembar peta Strasbourg untuk dibagikan kepada para peserta, sementara
Dwinita (Tita) Larasati dari Amsterdam, Belanda, membagi-bagikan t-shirt pada masing-masing peserta yang telah memesan kaos tanda mata dari acara Kumpulsutra 2005 tersebut. Setelah semua siap, kami memulai kunjungan memasuki Cathedrale.
CATHEDRALEKatedral ini, seperti halnya di kota-kota lain di Eropa, terletak di sumbu pusat kota, mendominasi Strasbourg dengan segala kemegahannya. Pembangunan katedral ini berlangsung selama tiga abad, dari 1176 hingga 1439. Ornamen pada eksterior dan interior katedral ini sangat mengagumkan, hingga Victor Hugo sang pujangga Perancis pun menyebut katedral ini sebagai "
Prodigy of the gigantesque and delicat".
Memasuki katedral, segera terasa suasana teduh dan tenang di dalam, sangat kontras dibandingkan dengan cuaca dingin dan berangin kencang di luar. Keremangan cahaya dari lilin-lilin yang menyala seolah mengajak kami untuk turut meredupkan suara, dan mengingatkan keberadaan kami di dalam sebuah rumah ibadah. Dengungan suara para pengunjung yang berada di dalam katedral tidak mengganggu khusyuknya beberapa orang yang datang khusus untuk beribadah di kapel-kapel kecil di sisi katedral.
Di sisi kanan dari pintu masuk, terdapat meja penjualan buku2 informasi mengenai Cathedrale. Sebelumnya, terbaca jelas papan yang berisi beberapa peraturan bagi pengunjung (supaya tidak memakai topi/penutup kepala, supaya tidak menyalakan ponsel, dsb). Di bagian tengah terdapat deretan bangku yang disediakan bagi para jemaat yang hendak beribadah. Langit-langit yang tinggi melengkung ditopang beberapa tiang batu kokoh, yang berdiri di sela-sela bangku. Pada dinding terdapat jendela-jendela besar, di mana kaca-kaca mozaiknya merefleksikan cahaya matahari dengan warna-warna ke dalam katedral. Tersebar pada seluruh sisi katedral, beberapa meja untuk menaruh lilin-lilin yang dinyalakan para pengunjung (lilin-lilin tersebut disediakan pada kotak di sisi meja, yang terkecil berharga 1 Euro - kotak satu lagi disediakan sebagai tempat uang).
Bila terus menelusuri sisi kanan katedral, akan tiba di tempat penyimpanan sebuah
Astronomical Clock, yang merupakan hasil kolaborasi antara para pembuat jam dari Swis, pematung, pelukis, dan teknisi. Jam yang mekanismenya dibuat pada th 1842 ini hingga kini masih mempertontonkan figur2 otomatisnya setiap hari pada pukul 12:30. Di sini, orang dapat melihat tahapan kehidupan yang berbeda, dilambangkan oleh seorang anak, seorang remaja, seorang dewasa dan seorang tua, yang kemudian melewati Sang Maut. Di atasnya lagi terdapat para rasul yang berjalan di depan Kristus. Di depan jam terdapat Tiang para Malaikat, yang merepresentasikan Hari Kiamat.
Katedral bergaya gothic ini pun mempunyai menara (dengan 322 anak tangga), di mana orang dapat melihat ke seluruh Strasbourg dan, bila hari cerah, bahkan dapat melihat hingga ke Black Forest (Jerman). Sayangnya, rombongan Kumpulsutra mempunyai waktu yang sangat terbatas segingga tidak berkesempatan menyaksikan jalannya jam megah ini, atau menikmati pemandangan dari puncak katedral. Beberapa dari peserta terlihat sibuk dan cukup serius mengabadikan citra katedral, sementara yang lain menikmati suasana sambil duduk beristirahat di bangku katedral.
Setelah tiba waktunya, seluruh rombongan Kumpulsutra kembali berkumpul di depan katedral untuk melanjutkan acara. Cuaca tetap tidak berubah, tetap berangin kencang dengan selingan gerimis sesekali, namun semangat para peserta tak tergoyahkan - bahkan makin terlihat seru saat menyongsong acara berikut.
NAIK BIS- KERETA KELILING LA PETITE FRANCEPara peserta Kumpulsutra, terutama anak-anak, sangat menantikan acara ini. Kami berkumpul di Place du Château du Rohan persis di sebelah Cathedrale, di mana sebuah bis-kereta diberangkatkan rutin untuk mengangkut para penumpangnya mengelilingi La Petite France, daerah tercantik di Strasbourg. Jo si Ketupat sibuk mengatur pembayaran rombongan Kumpulsutra, yang para pesertanya sudah diwanti-wanti untuk menyiapkan uang pas: 4,10 Euro untuk seorang dewasa dan 2,50 Euro untuk ana-anak berusia 4-12 tahun (ini harga khusus untuk grup). Ketiga gerbong "kereta" penuh dengan kami para anggota Jalansutra dan pasangan atau keluarga masing-masing.
Pada tiap deret bangku terdapat empat headphone yang dapat disetel sesuai pilihan bahasa yang dikehendaki (Perancis, Jerman, atau Inggris), yang menginformasikan mengenai tempat-tempat yang kami lewati. Berhubung cuaca sedang tidak bersahabat, atap bis-kereta terpaksa ditutup (yang bagusnya terbuat dari bahan transparan) dan jendela-jendela plastik di sisi gerbong pun terpaksa ditutup rapat untuk menghindari serbuan angin kencang.
Setelah semuanya beres, bis-kereta pun mulai melaju. Rasanya jalan-jalan tidak lengkap tanpa makan-makan, sehingga beberapa peserta pun mulai mengeluarkan cemilan khas daerah masing-masing.
Lebkuchen yang dibawa
Isti Dhaniswari dari Nuernberg, Jerman, segera habis dibagikan, dan sebungkus kue-kue kering khas Marseilles dari Peter juga lancar diterima para peserta di dalam gerbong.
La Petite France, yang sebelumnya adalah tempat bermukimnya para nelayan, pekerja kincir dan penyamak kulit, memang menawarkan pemandangan istimewa. Deretan rumah yang tertanggal sejak abad-16 dan 17 menampilkan struktur balok kayu dengan atap-atap miring, di mana pada beberapa loteng rumah terdapat pelataran luas dan terbuka untuk mengeringkan kulit. Fungsi baru rumah-rumah tersebut, yaitu sebagai restoran, cafe atrau toko, tidak mengubah tampilannya yang cantik dan unik.
Melalui Petite France, terdapat
Covered Bridges, yang namanya tetap seperti itu meskipun atapnya hilang di abad ke-18. Empat menara mendominasi jembatan-jembatan ini di abad ke-14, sebagai garis pertahanan di masa lampau. Setelah Strasbourg kembali ke Perancis pada tahun 1681, garis-garis pertahanan baru didirikan oleh Vauban.
Beberapa meter dari Covered Bridges terdapat
Barrage Vauban, yang melintasi seluruh bagian Selatan dari kota Strasbourg dan didirikan sekitar th 1690 oleh Tarade, berdasarkan instruksi dari Vauban sang teknisi militer. Pada puncak bangunan ini terdapat teras yang nyaman, di mana orang dapat menikmati garis horizon dan kanal-kanal kota Strasbourg.
Bis-kereta rombongan Kumpulsutra sempat berhenti di salah satu jembatan untuk berfoto bersama, dengan Vauban Barrage sebagai latar belakang. Para peserta turun ke pelataran pada salah satu menara Covered Bridges, dan mulai mengatur diri untuk dapat diabadikan oleh para fotografer yang membidik dari arah jembatan.
Selesai menikmati pemandangan indah di sekitar La Petite France selama kurang lebih satu jam, rombongan Kumpulsutra kembali ke titik keberangkatan dekat Cathedrale. Tiba saatnya yang ditunggu-tunggu: makan siang bersama!
Foto2: Katedral dari
Peter, Astronomical Clock dari
Dita dan Petite France dari
Julia (makasih yaaa)