Tuesday, April 19, 2005
Sejarah Indonesia di Mata Komikus Belanda
Dari ketinggian langit, terlihat beberapa peti kayu besar berjajar di tanah. Masing-masing peti berisi seekor harimau yang menunggu kelanjutan jalan hidupnya melalui upacara Rampokan (= perburuan harimau). Satu persatu peti-peti tersebut terdobrak terbuka, melepaskan masing-masing penghuninya – sementara sebuah narasi menyebutkan nama demi nama yg menokohi kisah ini – untuk memulai jalannya cerita. Pandangan beralih dari lapangan tempat peti-peti tersebut berada, menyapu ke arah pegunungan dan hutan di sekitarnya. Kala itu tahun 1946, ketika Hindia-Belanda baru saja mengubah statusnya menjadi Indonesia; ketika terjadi banyaknya pergolakan militer dan aksi-aksi perjuangan untuk menegaskan kedaulatan Indonesia. Di jalan pada sisi gunung terlihat iring-iringan jip militer dan truk yang mengangkut warga sipil Belanda dan Indonesia, termasuk wanita dan anak-anak. Di suatu kelokan jalan, seutas tali ranjau telah menunggu.. dan jip pertama terjebak dalam ledakannya!
Inilah awal dari sebuah kisah berjudul “Rampokan Java” (1998), sebuah novel dalam gambar karya Peter van Dongen, kelahiran Amsterdam th 1966. Kisah ini beranjut dan berakhir pada seri kedua yang berjudul “Rampokan Celebes” (2004). Selisih sekitar enam tahun antara seri pertama dengan seri kedua ini benar-benar diperlukan Peter untuk mengumpulkan dan meneliti lebih banyak data, baik dalam bentuk dokumen tertulis maupun foto, termasuk juga perjalanan ke Indonesia, untuk melengkapi kisahnya. Dalam pembuatan seri pertama pun, Peter membutuhkan setidaknya tujuh tahun sebelum menyelesaikan karyanya. Namun kerja keras selama 13 tahun ini tidaklah sia-sia. Meskipun mendapat banyak kritik, terutama dari para sejarawan dan veteran yang mengalami sendiri masa pergolakan di Hindia-Belanda antara th 1946 – 1950, “Rampokan Java” telah memperoleh berbagai penghargaan tertinggi dalam bidang roman bergambar (graphic novel) di Belanda dan Belgia. Peter van Dongen pun kerap memamerkan karya yang digarapnya selama proses menyelesaikan kedua seri “Rampokan” tersebut (seperti sketsa, desain tata letak, poster promosi, halaman contoh, dan sebagainya), baik di Belanda sendiri maupun di Belgia dan Perancis. Pameran karyanya tidak terbatas pada acara-acara komik internasional, namun juga di berbagai galeri dan museum. Tidak hanya berhenti di sini, “Rampokan Java” telah diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis dan sedang dalam penyelesaian untuk versi bahasa Italia, karena tingginya animo para pembaca di negara-negara tetangga Belanda tersebut. Dengan sendirinya, “Rampokan Celebes” pun mendapat sambutan serupa dan sangat dinanti-nanti oleh pembaca seri sebelumnya. Secara tidak langsung, Peter van Dongen telah memperkenalkan (sejarah) Indonesia di Eropa Barat dengan cara yang unik: melalui sebuah novel bergambar.
Apakah yang dikisahkan dalam seri “Rampokan”?
Seorang pemuda Belanda yang dilahirkan dan dibesarkan di Makasar, bernama Johan Knevel, sempat dikirim kembali ke Belanda pada saat Jepang masuk dan menduduki Hindia-Belanda. Kisah “Rampokan” dimulai saat Johan kembali ke Indonesia sebagai tentara sukarelawan, dengan misi rahasianya: mencari wanita yang mengasuhnya kala ia kecil dulu, bernama Ninih. Selanjutnya dan hingga akhir, adalah petualangan Johan dalam usahanya mencari Ninih. Dalam seri pertama, lokasi cerita adalah pulau Jawa dan dalam seri kedua pulau Sulawesi.
Apakah arti judul “Rampokan”?
Istilah “Rampokan” mempunyai dua makna; “perburuan harimau” dan “menyita benda secara paksa”. Saya sengaja memilih judul tersebut sebab makna tersebut dengan tepat menganalogikan makna yang lain dalam kisah ini.
Apakah kisah ini dikarang sendiri oleh Peter, dan apa yang memotivasinya?
Seluruh kisah “Rampokan” adalah karangan Peter sendirim yang dibantu oleh seorang teman dalam menyusun dialog dan mengedit teks. Motivasi Peter membuat seri “Rampokan” adalah cerita-cerita dari ibunya. Waktu Peter dan saudara2nya masih kecil dulu, ibu mereka sering bercerita tentang tanah kelahirannya dan situasi di sana saat beliau tinggal di sana semasa perang dan setelahnya.
[Ibu Peter lahir di Manado th 1941, lalu dengan keluarganya pindah ke pegunungan semasa kependudukan Jepang (sementara ayah dari ibunya tinggal di camp Jepang). Setelah masa kependudukan Jepang berakhir, keluarga Peter kembali ke Ternate, lalu tinggal di Makassar. Th 1951 keluarga Peter pindah ke Belanda.]
Cerita sang ibu yang paling berkesan adalah ketika pada tahun 1950an beliau harus mencari perlindungan di dalam rumah, karena serangan bom di Makassar. Ibu bersembunyi di bawah meja, sangat ketakutan sambil mendengarkan dentuman meriam, tanpa tahu ke mana peluru sebenarnya disasarkan (dan ternyata salah satu bom jatuh di rumah tetangga!).
Terlahir dan dibesarkan di Amsterdam, Belanda, Peter tidak pernah mendapat info menyeluruh di sekolah mengenai Indonesia pada masa pendudukan Belanda. Sehingga, waktu kecil Peter tidak pernah mendapat penjelasan mengenai alasan atau kejadian pemboman yang dialami ibunya di Makassar. Baru ketika menginjak usia 20 tahun, Peter memikirkan kembali mengenai tanah kelahiran ibunya dan ingin mengetahui lebih banyak. Pada saat itu Peter baru menyelesaikan cerita bergambar (cergam) berjudul “Muizen Theater” dan hendak memulai dengan cergam yang lain. Masa lalu dan cerita-cerita ibunya menjadi inspirasi utama bagi Peter untuk menggarap kisah “Rampokan Java”.
Bagaimana Peter menghadapi berbagai kritik tajam yang menanggapi kisah “Rampokan”?
Berbagai kritik adalah wajar bagi Peter, karena setting waktu yang ia pilih dalam kisah ini adalah masa sensitif di Indonesia kala itu, di mana status Indonesia sebagai negara berdaulat sedang diuji. Melalui riset yang mendalam dan menyeluruh, Peter mengambil detail sebanyak mungkin berdasarkan fakta pada masa itu – terutama jenis kendaraan, pakaian, berbagai elemen dalam kota atau desa atau hutan, dan, yang paling menarik bagi Peter, gedung dan arsitektur pada masa itu. Sejarah hanya saya pakai sebagai latar belakang cerita fiksi yang saya karang dan tak lebih sebagai pendukung proses kreatif, yang hasilnya tak berbeda dari novel, hanya saja berbentuk gambar dan dialog bersekuel.
Gaya gambar Peter sangat meningatkan pada seri Tintin karya Hergé.
Peter sangat mengagumi karya-karya Hergé dan dengan sendirinya mengadaptasi gaya gambarnya ke dalam karya-karya saya sendiri. Seri Tintin menjadi sukses juga karena perhatian dan detail yang dicurahkan Hergé ke dalam gambarnya; ia juga melakukan riset yang mendalam untuk setiap seri Tintin yang dibuatnya. Hal ini, dan juga ketekunannya, sangat menjadi inspirasi bagi Peter.
Secara teknis, bagian mana yang paling sulit dalam pembuatan seri “Rampokan”?
Untuk “Rampokan Java”, seluruhnya dibuat secara manual oleh Peter. Dari sketsa, kotak-kotak pembatas, hingga pewarnaan (dual tone). Peter harus memotong sendiri kertas film dengan cutter, satu persatu, untuk membuat separasi warna. Ia menghabiskan dua bulan penuh hanya untuk menggarap pewarnaan seri pertama ini. Untuk “Rampokan Celebes”, seluruh pewarnaan menggunakan komputer. Selain karena adanya tenggat waktu, juga karena warna-warna pada seri ini adalah datar dan tak bertekstur, maka pewarnaan dengan menggunakan komputer dapat mencapai hasil serupa dengan pewarnaan manual.
Setelah seri “Rampokan” ini selesai, apakah ada rencana untuk novel bergambar selanjutnya?
Peter memastikan akan membuat karya berikut, hanya belum memastikan topiknya, meskipun sudah banyak ide terkumpul di benaknya. Yang jelas, karya berikutnya masih akan bernafaskan masa Hindia-Belanda. Sebab tema ini yang akan selalu ada dalam hatinya, dan masih akan terus menarik baginya, yang juga ia akui sebagai akar/ latar belakangnya. Ini penting, sebab seseorang harus selalu berkarya dari lubuk hatinya, dengan jujur dan penuh dedikasi.
“Rampokan” mendapat sambutan positif dari pembaca berbahasa Perancis dan Italia. Apakah ada rencana ke arah penerbitan “Rampokan” dalam bahasa Indonesia?
Pada salah satu pameran karya-karya Peter di sebuah galeri di Amsterdam, direktur Erasmus Huis Jakarta datang berkunjung dan menyatakan berminat untuk menggelar pameran ini di Jakarta. Rencana ini tentunya disambut dengan baik oleh Peter. Selama ini Peter sudah menerima berbagai reaksi positif dan antusiasme dari anak-anak muda Indonesia yang sangat beminat untuk menikmati seri “Rampokan” secara menyeluruh. Jadi menurut Peter, pameran di Jakarta akan menjadi pemicu yang sangat baik untuk memperkenalkan seri “Rampokan” ke masyarakat Indonesia.
Berdasarkan pengalaman berkarya selama ini, adakah yang hendak disampaikan kepada para komikus muda?
Percayalah pada tingkat kemampuanmu sendiri. Di masa kini, semua gambar memang dapat dikomputerisasi, namun hal ini dapat dilatih dan siapapun dapat mengerjakannya. Yang terpenting adalah orang di belakang komputer tersebut. Jadi adalah sangat penting untuk mempelajari berbagai teknik manual dan mengembangkan gayamu sendiri, tetap tekun dan terus berusaha menghasilkan yang terbaik.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
mbak eee ini ada versi inggrisnya nggak...gw nyari susah amat...(yah nggak ada lah disini...asterix aja mahal banget yang dua buku barunya whuuuuaaaaaaah)
ReplyDeleteYg versi Inggris belom ada Put, baru ada Belanda, Prancis ama (bakal ada) Italia. Eh iya, tgl 24 April (Minggu) nanti beli Koran Tempo, akan ada wawancara dengan Peter van Dongen dimuat di situ (gue dikasih tau Peter tadi).
ReplyDeleteInteresting ya Ta? Sayang gak ada bhs Inggris :(
ReplyDeleteKeren...jadi pengin baca =))
ReplyDeletekeren banget laporan nya. biar saya bukan komikus tapi ikut merasakan gairahnya. biar saya suka gaya hergé dalam tintin tapi nggak pernah bisa gambar spt itu. -jo
ReplyDeletekeren..ck ck ck ck (engga tau mo komentar apa lagi deh..)
ReplyDeleteYang Belanda mau Mbak...aku ya rodok paham kok ama Bahasa Belanda..xixixixixi
ReplyDeletebener mau? bisa aku mintakan tanda tangan & sketsanya sekalian di dalam buku. nunggu yg bisa dititipi ya :)
ReplyDeleteMauuuuu!!!!!! ditunggu bangetzzzz....:)))
ReplyDeleteKalau iya, kabarin yaaa...
Sip! Mau ditulis apa di tanda tangannya? "Untuk Bambang"?
ReplyDeleteYupe..pake dua bahasa (Indonesia dan bahasa Belanda) juga boleh kok...:)))
ReplyDelete(aku ngerti masiyo gak akeh...hehehe)
Hi, just wanna wish you a nice day today. You have a nice site and I like looking at the pictures here. They are great :) Silahkan Mampir ke MP saya ya,,,,
ReplyDeletewah! terima kasih 'laporannya' ... di jakarta, bisa ditemukan dimana ya? ataukah saya bisa titip pesan juga?
ReplyDeleteversi indonesianya, "rampokan jawa", mungkin masih bisa diperoleh meskipun bukan di toko2 buku umum. coba tanyakan ke komunitas2 penggemar buku atau komik, atau pemesanan buku online.
ReplyDeletekalau nitip yg versi belandanya sudah nggak bisa, karena saya sudah nggak di belanda.
baik, terima kasih ya, untuk infonya
ReplyDeletesalam!
tambahan, info dari milis tintin indonesia:
ReplyDeletePenerbit:
Penerbit PUSTAKA PRIMATAMA
Jalan Beruang Raya 28A
Kampung Peladen Pondok Bintaro
Ciputat 15225
Tel: 021-70737343
Fax: 021-7373724
"Rampokan: Jawa (bhs Ind) bisa diperoleh di toko Anjaya Books, ITC
Kuningan lt 4, blok B1 no. 9, Jakarta. Rasanya Aksara Kemang juga
masih jual, tapi ngga yakin."
wah! terima kasih banyak atas infonya ya...
ReplyDeletesalam!
Permisi Mba,saya mau jalan-jalan nih ke Amsterdam minggu depan,trus mau ketemu sama orang-orang Indo juga disana maunya. Dimana tempat biasanya banyak orang Indo nongkrong ya?
ReplyDeleteSejarah Indonesia dibuat komik nya, gambar komiknya seperti Tintin
ReplyDeleteThanks For share