Sehubungan dengan ketergantungan itu, timbul pertanyaan utama: Sebenernya bisa nggak sih orang2 kota di Indonesia hidup tanpa PRT? Jawaban singkatnya: bisa. Tapi prerequisite dan konsekuensi untuk "bisa" itu juga nggak sedikit!
Antara lain:
- Tempat2 belanja kebutuhan sehari2 harus mudah diakses, kalau bisa within walking distance. Bisa berupa pasar tradisional, kios/warung, mini market atau supermarket.
- Fasilitas RT yg mendasar, seperti kompor dan kulkas harus ada, dan operasional & perawatannya harus mudah. Fasilitas lain seperti mesin cuci baju, microwave, apalagi mesin cuci piring, adalah optional.
- Rumah yang ditinggal kosong melompong harus terjamin keamanannya. Keki kan kalo cuma ke warung beli gula bentar, ehh balik2 TV udah digondol maling...
- Sumber energi dan air harus tersuplai dengan baik. Listrik nggak boleh byar-pet, sediaan gas untuk masak harus lancar, air bersih harus ngalir terus. Idealnya sih air ledengnya bisa langsung diminum, jadi kita nggak usah buang2 energi lagi utk masak2 air. Dan semua kelancaran ini harus bisa dihentikan temporer oleh masing2 RT, misalkan kalau rumahnya mau ditinggal lama, jadi tetap ada kontrol.
- Mekanisme pembuangan sampah harus jelas: begitu ditaruh di luar rumah, pengambilan sampah (oleh dinas kebersihan) harus rutin dan dilakukan dengan baik.
- Pembayaran berbagai hal (listrik, air, dll) bisa pakai internet banking, jadi kita nggak perlu buang2 waktu utk ngantri dan ngisi formulir ini itu di berbagai loket.
- Harus ada tempat yg pantes utk menjemur cucian di rumah. Atau, kalau nggak ada tempat dan nggak punya mesin cuci, harus ada tempat laundry komunal yang mudah terjangkau dari rumah.
- Jam-jam kerja harus fleksibel. Malah mungkin sebisa mungkin kerja di rumah, sambil mengontrol aktivitas domestik, termasuk mengurus anak2.
- Setiap anggota keluarga harus kebagian tugas domestik.
Gambar: Rosie, robot asisten rumah tangga keluarga Jetson (Hanna-Barbera Productions, 1962-1963)