Saturday, December 17, 2005
Ah, yang bener aja..?!! (RUU Anti Pornografi)
Dimulai dari membaca sebuah artikel berjudul Mempertanyakan Kepedulian Seniman di Kompas, yg ternyata membahas ttg RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi yg sedang digodog oleh DPR. Dilanjutkan dengan membaca tanggapan seseorang dari Komnas Perempuan di sebuah mailing list (intinya saya kopikan di bawah), yg juga menyertakan lampiran RUU tsb.
Langsung pikiran saya tertuju ke sebuah bab di Persepolis, di mana Satrapi dan teman2nya (yg belajar di sebuah sekolah seni di Iran) terpaksa menggambar model perempuan yg mengenakan cadar lengkap. Dengan cara ini, tidak mungkin mereka melatih ketrampilan menggambarkan anatomi manusia dengan baik. Juga ketika Satrapi sedang menggambar seorang model pria; ia ditegur seorang pengawas karena memandangi laki2 tsb., dengan alasan 'melanggar kode moral'. Satrapi harus menggambar model tsb sambil menatap pintu! Ini kan lucu, sekaligus ironis.
Satrapi juga menyatakan, saking harus selalu sibuk memperhatikan penampilannya - bukan utk menarik perhatian, tapi demi menghindari hukuman - ia (dan sesama perempuan) tak sempat lagi memikirkan hak2, apalagi penyuaraan pendapat mereka!
Yah, kasus Satrapi ini memang dari sisi ekstrim, karena situasi di negaranya yang memang represif terhadap kaum perempuan. Tapi, dengan RUU semacam ini, apa berarti kita di Indonesia mau menuju ke arah sana?! Kalau tujuannya melindungi kaum perempuan dan anak2, mestinya lebih ditekankan ke pasal2 mengenai, misalkan:
- Pelecehan seksual: dari lingkungan tempat kerja hingga di lingkungan rumah tangga. Hukum tuh preman2 jalanan yg suit-suit atau menyerukan kata2 nggak sopan saben ada cewek lewat! Hukum berat majikan yg suka 'ngerjain' pembantunya!
- Kesejahteraan WTS: pengontrolan kesehatan, pelatihan ketrampilan (supaya yg terjebak di dunia itu bisa keluar dgn kemampuannya sendiri), perlindungan terhadap kekerasan (baik oleh pelanggan, germo, maupun aparat yg juga memeras).
- Penindakan spamming porno di Internet.
- Pengkondisian jalan2 umum di daerah manapun dan jam berapapun, utk menjadi aman bagi perempuan yg bepergian sendiri (= menghindari resiko kekerasan seksual/ pemerkosaan), spt menambah penerangan jalan dan petugas keamanan.
- Pengkondisian tempat2 umum (kantor, pusat perbelanjaan, dsb), supaya menyediakan tempat yg nyaman bagi ibu2 utk menyusui dan mengurus bayinya. Jangan2 menyusui di tempat umum bisa dianggap tindak pidana juga karena mengeluarkan payudara dari balik baju!
Okelah bila perundang2an ini bertujuan utk mengatasi persoalan pesta seks dan video porno anak2 sekolah, misalkan. Tapi apakah semua masalah itu selesai dengan cara pengekangan (terutama terhadap kebebasan berekspresi)?
Yang harus 'dipegang ekornya', menurut saya, adalah asal muasal stigma terhadap "tubuh telanjang". Saya lihat dari pengalaman di Belanda, di mana anak2 mudah ter-expose terhadap program dan iklan televisi dan majalah yg menampilkan (bagian) tubuh telanjang, bahkan sex shop (meskipun yg terbanyak terdapat di daerah lampu merah, tidak tertutup kemungkinan adanya sex shop di lingkungan permukiman biasa). Tapi apakah anak2 Belanda ini semuanya tumbuh jadi maniak sex? Justru tidak. Peran orang tua, lingkungan dan pendidikan memang sangat penting dalam memberikan pengertian kepada anak2, dan hal inilah yg sangat kurang di Indonesia.
Akhir kata, pornografi adalah isu moral. Dengan membatasi dan mengekang segala hal, RUU ini menganggap dan mempermalukan masyarakat Indonesia sebagai orang2 tanpa moral yg tidak becus menentukan pandangan dan sikap mereka sendiri. Bila RUU ini disahkan, bisa2 orang2 Indonesia jadi benar2 bodoh, miskin moral dan makin kekanak2an.
gambar: dari Persepolis 2, bab berjudul The Socks. Klik ini utk melihat versi besarnya.
*Tambahan*: kutipan dari tulisan Jim Supangkat di Kompas, Minggu 18 Des 2005, yg 'terbit' beberapa jam setelah saya membuat entry ini (saya tebalkan bbrp bagian teks):
[...]
Salah acuan itu membuat RUU Tindak Pidana Kesusilaan yang sebenarnya disusun untuk kepentingan (melindungi) masyarakat jadinya malah (mohon dicatat) menghina masyarakat. Persepsi di balik RUU ini melihat seksualitas, sensualitas, ketelanjangan, dan bahkan aktivitas ciuman dalam kehidupan punya cuma satu dasar: pornografi.
RUU itu jadinya menuduh setiap orang yang mengangkat persoalan seksual, masalah sensualitas dan ketelanjangan punya tujuan mengeksploitasi kesenangan seks seperti pada pornografi. Semua bahan persoalan-persoalan ini materi kuliah anatomi, karya-karya seni, makalah seminar perkawinan dan pendidikan seks bisa dilihat mencerminkan akhlak rendah karena mencari keuntungan dengan menjual kesenangan seksual (Pasal 469). Kesalahan acuan membuat Pasal 469 ini bukan melindungi masyarakat dari penyebaran produk pornografi, tapi malah mem-pornografi-kan masyarakat.
[...]
(lampiran: dari sebuah mailing list)
====================================
Pasal2 yang menurut saya harus dikritisi adalah:
I. "Larangan MEMPERTONTONKAN bagian tubuh tertentu yang sensual.." (Pasal 25) ..pidana penjara 2 - 10 tahun (Pasal 79),
dalam Penjelasan Pasal 4: Bagian tubuh tertentu yang sensual ANTARA LAIN adalah alat kelamin, PAHA, PINGGUL, pantat, PUSAR, dan PAYUDARA PEREMPUAN, baik terlihat SEBAGIAN maupun seluruhnya.
##Catatan sementara: artinya pihak yang berwenang menafsirkan RUU ini dapat menafsirkan bagian tubuh tertentu yang sensual di luar (lagi!) dari yang diatur RUU ini. Tentang mempertontonkan, apakah berarti “langsung” terlihat? bagaimana bila tidak langsung terlihat, tertutup kain, tapi ketat, sehingga membentuk bagian itu misalnya? ini akan menjadi bergantung kepada pihak yang berwenang menafsirkan RUU ini.
##Contoh Kasus:
--coba kita ingat, Celana yang sekarang menjadi Trend & “begitu banyak” dipakai perempuan berbagai usia, Celana yang memperlihatkan pinggul, dan ketat membalut kaki, dan biasanya dipakai bersama baju yang pendek = akan terlihat pusar??
--atau coba kita ingat Pakaian yang dipakai Artis perempuan ketika mereka tampil menyanyi, menari (atau tidak harus Artis, bisa Pakaian Pesta kita juga), yang mungkin memperlihatkan itu??
--atau contoh lagi, Peragawati yang memakai Baju2 yang dirancang oleh Perancang Busana, yang mungkin memperlihatkan Bagian2 tubuh yang dinyatakan sensual oleh RUU ini??
--bagaimana dengan Budaya berbagai Daerah di Indonesia, yang punya berbagai kebiasaan berpakaian??
apakah berarti PEREMPUAN DALAM JUMLAH YANG BEGITU BANYAK itu DAPAT DIPIDANA PENJARA??
II. "larangan menari erotis ATAU bergoyang erotis di depan umum.." (Pasal 28) ..pidana penjara 18 bulan - 7 tahun (Pasal 82),
dalam Penjelasan Pasal 28:
“Menari” erotis adalah melakukan gerakan-gerakan tubuh secara berirama dan mengikuti prinsip-prinsip seni tari sedemikian rupa sehingga gerakan-gerakan tersebut dapat dikategorikan sebagai suatu karya seni koreografi.
“Bergoyang” erotis adalah melakukan gerakan-gerakan tubuh secara berirama, “tidak” mengikuti prinsip-prinsip seni tari,dan lebih menonjolkan sifat seksual sedemikian rupa sehingga gerakan-gerakan tersebut dapat “diduga bertujuan merangsang nafsu birahi”.
##Catatan sementara: “= KEDUANYA DILARANG”
--lalu bagaimana dengan Tarian2 Daerah?? Tari Jaipongan dari Jawa Barat misalnya??
--bagaimana dengan Perempuan yang profesinya memang menjadi Penari??
--kalau alasannya: merangsang nafsu birahi, kalau yang bermasalah adalah birahi laki2 yang mungkin timbul setelah melihat Tarian itu, kenapa Perempuan yang harus dilarang menari?? hingga harus dibuat RUU ini?? seharusnya laki2 yang harus berpikir bagaimana mengontrol birahinya, dan bertanggungjawab atas birahinya itu??
III. “Larangan membuat (diantaranya) Tulisan, Film, yang MENGEKSPLOITASI daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan SEJENIS..” [PASAL 9 ayat (2)] ..pidana penjara 2 – 10 tahun [Pasal 63 ayat (2)],
*Pasal 1 angka 14:
“mengeksploitasi” adalah kegiatan memanfaatkan perbuatan pornoaksi untuk tujuan mendapatkan keuntungan materi atau non materi bagi diri sendiri dan/atau orang lain.
*Pasal 34 ayat (1):
Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi sebagaimana dimaksud dalam PASAL 4 SAMPAI dengan PASAL 23 DIKECUALIKAN untuk tujuan PENDIDIKAN dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dalam BATAS YANG DIPERLUKAN.
Penjelasan Pasal 34 ayat (1)
"dalam batas yang diperlukan" adalah sesuai dengan tingkat pendidikan dan bidang studi PIHAK YANG MENJADI SASARAN pendidikan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan.
*Pasal 34 ayat (2):
Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan materi pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) TERBATAS PADA LEMBAGA RISET ATAU LEMBAGA PENDIDIKAN YANG BIDANG KEILMUANNYA BERTUJUAN UNTUK PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.
##Catatan sementara:
Homoseksual adalah salah satu bentuk orientasi seksual, yang menjadi bagian dari Hak Asasi Manusia.
Untuk menginformasikan hal tersebut diantaranya dapat dilakukan melalui Tulisan dan Film, dan itu adalah bagian dari perjuangan Hak2 Lesbian, Gay, Transeksual di Indonesia.
MENGEKSPLOITASI dalam Pasal 9, akan sulit ditafsirkan dalam Tulisan dan Film, Contoh: Film Arisan - untuk Gay, Film Detik Terakhir – untuk Lesbian, pihak yang berwenang menafsirkan RUU ini dapat saja mengatakan bahwa Film2 itu MENGEKSPLOITASI DAYA TARIK HUBUNGAN SEKS PASANGAN SEJENIS??
IV. BADAN ANTI PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI NASIONAL
Kalau kita baca RUU ini, Badan ini adalah pihak yang paling mungkin berwenang menafsirkan RUU ini.
*Pasal 42 BAPPN mempunyai fungsi: huruf (b): pengkoordinasian instansi pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;
*Pasal 42: ayat (g): pelaksanaan kerjasama nasional, regional, dan internasional dalam rangka pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;
**Pasal 43: ayat (7): Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf g, BAPPN mempunyai tugas : Huruf (b) menjadi SAKSI AHLI pada proses pemeriksaan tersangka/terdakwa dalam penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan;
**Pasal 44: Ayat (1): BAPPN terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat.
Penjelasan Pasal 44: Ayat (1): Unsur Pemerintah adalah instansi dan badan lain terkait yang tugas dan wewenangnya mencegah dan menanggulangi pornograifi dan atau pornoaksi yang antara lain terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Kementerian atau Departemen.
MASYARAKAT adalah lembaga swadaya masyarakat yang MEMILIKI KEPEDULIAN terhadap masalah pornografi.
*Pasal 46: Persyaratan keanggotaan BAPPN adalah : Huruf (d): memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang pornografi dan pornoaksi; dan
Penjelasan Pasal 46: Persyaratan ini lebih ditekankan bagi unsur masyarakat yang antara lain terdiri dari Pakar komunikasi, Pakar teknologi informasi, Pakar hukum pidana, Pakar seni, Pakar Budaya, dan Tokoh AGAMA.
*Pasal 50: Ketentuan lebih lanjut mengenai BAPPN diatur dengan Peraturan Presiden.
##Catatan sementara:
Hal terpenting adalah bagaimana mekanisme pemilihan orang2 yang akan berada dalam Badan ini? supaya dapat mewakili nilai2 dalam masyarakat Indonesia yang sangat beragam?
Contoh: untuk menentukan bagian tubuh yang sensual – yang mungkin akan berbeda – bagi setiap orang??
atau tentang Homoseksual adalah salah satu bentuk orientasi seksual, yang menjadi bagian dari Hak Asasi Manusia?? apakah bisa dijamin bahwa dalam Badan ini ada orang yang mendukung perjuangan Hak2 Lesbian, Gay, Transeksual di Indonesia – sehingga bila menjadi SAKSI AHLI tidak sewenang2 mempidana orang??
V.
Pasal 36 Ayat (1)
Pelarangan pornoaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, atau Pasal 32, DIKECUALIKAN untuk:
a.cara berbusana dan/atau tingkah laku yang menjadi kebiasaan menurut adat‑istiadat dan/atau budaya kesukuan, SEPANJANG BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN RITUS KEAGAMAAN ATAU KEPERCAYAAN;
b.kegiatan seni;
c.kegiatan olahraga; atau
d.tujuan pendidikan dalam bidang kesehatan.
Ayat (2): Kegiatan seni HANYA DAPAT DILAKSANAKAN DI TEMPAT KHUSUS PERTUNJUKAN SENI.
Ayat (3): Kegiatan olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c hanya dapat dilaksanakan di tempat khusus olahraga.
Pasal 37
(1) Tempat khusus pertunjukan seni HARUS MENDAPATKAN IZIN DARI PEMERINTAH.
(2) Tempat khusus olahraga harus mendapatkan izin dari Pemerintah.
##Catatan sementara:
mengapa HANYA SEPANJANG berkaitan dengan pelaksanaan ritus keagamaan atau kepercayaan?
Bagaimana kalau pakaian SEHARI-HARI perempuan di suatu daerah di Indonesia – memang mempertontonkan bagian tubuh yang sensual?
Sudah cukup saya mendengar penderitaan Teman2 saya di Aceh – yang ketakutan sejak diberlakukannya Syariat Islam di Aceh, karena harus berbusana muslimah, termasuk tidak boleh memakai celana panjang, sehingga mereka harus membawa sarung – takut tiba2 ada Polisi Syariah??
ada yang sekali tertangkap – dan diarak keliling Kota oleh Polisi Syariah karena tidak memakai Kerudung?
Sudah cukup TUBUH PEREMPUAN menjadi OBYEK POLITIK!!
VI. “Larangan berciuman bibir di muka umum..” (Pasal 27) ..dipidana 1 – 5 tahun penjara (Pasal 81),
menurut saya, dengan alasan apapun - ini tidak boleh menjadi tindak pidana, kalau ada pihak2 yang merasa itu tidak boleh - harusnya disampaikan lewat pendidikan - tapi tidak dengan menjadikannya sebagai tindak pidana,
Teman2, menurut saya, PEREMPUAN ADALAH PIHAK YANG PALING RENTAN DIPIDANA oleh Rancangan Undang-Undang ini.
Saya mengikuti perjalanan Rancangan Undang-Undang ini selama sekitar 2 tahun.. dari Draftnya belum ada tentang Pornoaksi.. & saya lihat tidak ada perubahan substansi dalam Rancangan Undang-Undang ini, tapi melihat perkembangan di DPR dan Pemerintah, Rancangan Undang-Undang ini tidak mungkin ditolak - kalaupun ditolak tetap akan berjalan, sehingga saya mengambil sikap untuk mengikuti proses pembahasan di DPR dan Pemerintah, dan berusaha terus memperjuangkan Pasal2 yang menurut saya harus diubah,
Saya benar2 takut - Kekerasan terhadap Perempuan akan meningkat dengan Undang-Undang ini.. dari mulai pilihan berpakaian.. pilihan berekspresi (misalnya: para Penari perempuan..) ..pilihan pekerjaan (misalnya: Peragawati)
Komnas Perempuan berencana mengundang pihak2 yang rentan dipidana oleh UU ini - bila RUU ini disahkan, perempuan berbagai usia, Penulis, Pekerja Seni (Pembuat Film, Penyanyi, Penari, Artis, Perancang Busana, Peragawati, dan lain2), Lesbian, Gay, Transeksual.. dan perwakilan2 masyarakat lainnya,
Labels:
klipping,
persepolis,
thoughts
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Speechless deh Ta.... Apa yg bisa dilakukan ya...
ReplyDeletePS: makin pengen cepet2 bel Persepolis deh :)) :))
Bukan hanya wanita yang berprofesi penari, peragawati, dsb..tapi wanita2 biasa seperti saya yang menghargai fashion sebagai suatu estetik juga akan dikebiri hak2nya.
ReplyDeleteMungkin pemerintah memang mau mengebiri bangsa ini, sekalian saja tangan, kaki, mulut, kelamin, dan panca indera yang lain juga diamputasi, dengan begitu gak harus susah2 membuat rancangan UU yang isinya seperti cerminan jaman Jahiliyah saja.
ya.. apa ya ven.. sepertinya musti cari penyalur suara.
ReplyDeleteatau.. beli Persepolis dulu deh :D (atau mau beli di sini? satu set yg isi 2 jilid itu 30 eur)
bener, ini ironis: film (asing) di layar lebar banyak kena sensor (= nggak menghargai karya orang! seenaknya potong2), bahkan larangan putar. tapi tayangan sinetron2 dan program2 tv yg nggak mendidik sama sekali, dibiarkan makin banyak.
ReplyDelete'pemerintah' maunya ngedikte rakyat tapi salah kaprah terus. udah 60 th lebih, masih aja salah urus negara :(
wahh kayaknya emank ngaak adil itu RUU PORNOGRAFI ,yang terlihat hanya utk kaum wanita doank nih ,freedom utk kaum wanita diindonesia masih tidak ada room sgb human being thou.
ReplyDeleteAwas loh, kalo membahas tentang Iran, berarti membahas tentang dasar hukum negara, yaitu mengacu kepada hukum ISLAM. Dalam Islam, melukis juga ada aturannya, berkarya juga ada aturannya. Semua aturan untuk menegasikan seluruh hawa nafsu syaitooonnn. Gitu mbakyu tita...:). FYI, hukum islam sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat kaum perempuan...:) Ini ngomong islam yang bener ya...;))
ReplyDeleteKalau di Indonesia sih aku lihat tarik menarik kepentingan saja. Fulitik mbakyu, fulus dan politik....:D
Nuwun sewu Cak, sebab yg aku lihat dari RUU itu, pembatasannya kok jadi menuju spt yg dialami Satrapi. Standar RUU itu gimana, sebab Indonesia kan negara prural, isinya berbagai macam suku, adat dan kepercayaan, yg beberapa halnya bertentangan dengan isi RUU itu.
ReplyDeleteDuh, fulitik di Indonesia kapan mantepnya sih. Terserah deh mau tarik2an, asal yang mayoritas (= sekarang kelomok income menengah ke bawah) itu diperhatikan kebutuhannya! *langsung inget DPR yg nekat tetep berangkat studi banding ke Mesir, padahal udah dilarang sama MA*
FYI juga: meskipun bukan kapasitas saya utk bicara ttg hukum islam, tapi sepanjang yg saya tahu, hukum islam yang benar adalah menjunjung tinggi kaum perempuan. Sayang nggak semua pelakunya tertib :)
Tambahan nih ta: jakarta post
ReplyDeletethanks ven :) (an interesting read)
ReplyDeleteNah itulah masalahnya. Pernah aku diskusi dengan seseorang yang ngaku ulama (hehehe ulama jaman sekarang itu yang punya massa, jadi kadang punya massa 100 ribu dibilang ulama). Ngapain submit aturan yang bertentangan dengan jiwa dasar manusia Indonesia yang plural. Jawabannya sempet membuat aku terhenyak. Katanya kalau gak sekarang kapan lagi?! **gubrakksss mode on**
ReplyDeleteNgerti khan maksudku...hihihihi. Kapan lagi dapet duittt gituuuuuu. :))
Bagi banyak orang, bukan masalah hak asasi atau perlindungan kaum wanita yang diutamakan dalam RUU ini, tapi kebenaran berdasarkan kepercayaan mereka. Bagi yang percaya bahwa wanita harus mengenakan busana tertentu, tidak ada rasionalitas dibaliknya kecuali kepercayaan mereka yg mengatakan 'inilah yang benar'. Rasionalitas maksud saya adalah sistem argumentasi yang dapat diberdebatkan dan tidak selalu benar karena sifatnya 'tentative'. Tentu ada yg percaya bahwa hukum2 ini memang baik untuk wanita. Tapi bagi kebanyakan orang, yang benar berdasarkan kepercayaan mereka lebih penting bagaimanapun juga, tidak bisa dipertanyakan, tidak bisa diperdebatkan. Lihat saja contoh perdebatan evolusi vs kreasionis, perang terorisme bush. Semua bergerak berdasarkan idealisme kepercayaan tertentu yang tidak bisa dipertanyakan, bukan berdasarkan suatu argumentasi rasional yang dapat diperdebatkan dan dipertanggung jawabkan. This is a problem worldwide.
ReplyDeleteRasanya kok aku punya janji sama dikau mau fwd. RUU ini? iya ngga sih? aduh semoga.....
ReplyDeleteSorry2 kalau aku lupa
ida.. aku udah punya kopian lengkapnya (dari milis communitygallery). makasih yaa ^_^
ReplyDeletegw dah baca persepolis..tapi yg kedua belum
ReplyDeleteloh??
...hmmm...menarik...tp gak ngerti harus bereaksi apa?
Hai Mbak Tita, makin seru aja jurnal-jurnalnya...
ReplyDeleteSebetulnya, aturan tentang pornografi sudah ada dalam Kitab Hukum Pidana kita. Tapi politisi kita merasa aturan tersebut tidak cukup (baca: tidak islami). Jadinya ya diusulkan untuk dibuat aturan baru. Maklum, politisi macam ini kan lagi banyak pendukungnya di Indonesia.
Menurut saya pribadi sih, persoalan pornografi sama pornoaksi itu tergantung isi kepala kita, persepsi kita. Repotnya, RUU anti pornografi/pornoaksi ini punya kecenderungan untuk membuat isi kepala kita sama. Kita perlu khawatir bahwa nantinya pengertian kita tentang pornografi/pornoaksi ini akan didasarkan pada penafsiran menurut satu norma tertentu yang bersumber pada satu agama tertentu saja. Jika ini terjadi, maka pluralisme lagi-lagi akan menjadi barang langka buat kita.
Di samping itu, saya tidak bisa membayangkan bahwa nantinya di Indonesia akan ada semacam polisi moral, yang mengawasi bukan hanya cara kita berpakaian, tapi juga hal yang sangat pribadi pribadi: selera.
Yang paling parah lagi, yang akan terkena dampak paling parah dari RUU ini adalah perempuan! Saya yakin, laki-laki yang berpakaian ketat tidak akan dianggap melakukan pornoaksi. Inul goyang ngebor dianggap pornoaksi, tapi laki-laki yang goyang ngebor dianggap lucu. Ini berarti, baik aturan maupun pelaksanaannya nanti akan sangat mungkin didasarkan pada persepsi laki-laki tentang pornografi/pornoaksi.
Lebih dari itu, saya kok jadinya khawatir bahwa politik kita sedang mengalami konservatisme bahkan pergerakan ke arah fasisme. Sebuah gejala yang biasanya terjadi ketika negara sedang bangkrut...
Ah.. Mas Andri, yg ditunggu2 kemunculannya di jurnal yg ini :)
ReplyDeleteTerus gimana dong ya caranya utk bisa mencegah pengesahan 'sepihak'?
Media cetak hanya dapat memuat beberapa gelintir suara beberapa orang mengenai RUU ini, dan media elektronik (termasuk e-mail, milis dan Blog) jelas sudah dilimpahi pernyataan pendapat orang2 biasa (spt jurnal ini). Tapi gimana caranya ya, supaya kita bisa tahu bahwa pendapat2 ini telah tersalurkan ke para pengambil keputusan?
Duh Indonesiaku..
kalau UU ini dijalankan, Indonesia akan mengalami kemunduran. Contohnya gampang saja. Di Bahrain, perempuan Bahrain bermacam jenis bajunya, dari (1). yang berbaju modern dan memakan jilbab, (2). yang berbaju abaya (baju arab hitam) dan jilbar tapi kelihatan mukanya, (3). berbaju abaya, kepala ditutup yang kelihatan cuma mata doang, (4). tertutup semua, jadi mata juga ngak kelihatan. Orang asing berpakaian bebas. Di saudi, lain lagi ceritanya, orang asing dan Saudi harus memakai abaya. Orang asing yang beragama Islam harus memakai jilbab, yang non muslim tidak. Orang saudi, jilbabnya ada yang kelihatan matanya saja, ada yang ngak kelihatan matanya, jadi ditutup semuanya. Yang paling ekstrim, udah ngak kelihatan matanya, masih pakai sarung tangan hitam dan stocking hitam. Bayangkan kalau jalan di waktu summer, apa ngak kepanasan? Nah, orang lelakinya di saudi ganas-ganas karena peraturan yang ketat itu. kalau abaya tersingkap karena angin saja, mata itu jadi seperti kucing melihat ikan asin. Padahal yang kelihatan dibalik abaya itu celana panjang atau rok panjang. kalau di Bahrain, orang lelaki Bahrain biasa-biasa saja melihat perempuan memakai pakaian biasa adn tanpa jilbab. Jadi intinya, kalau peraturan makin ketat, orang bisa-bisa tambah ganas, liar dan norak. Yang penting bukan peraturan, tapi pengendalian pikiran. Kalau pikirannya ngeres terus, peraturan ketat juga percuma. Tapi kenapa yah perempuan yang dibatasi terus? harusnya pikiran lelaki yah yang dibuat ngak ngeres terus.
ReplyDeleteSebenarnya sih pengesahan itu tidak sepihak. Kan lewat parlemen. Kalau memang disahkan nantinya, ya memang itu maunya wakil2 kita. Saya kira, banyak kalangan seperti aktivis perempuan dan HAM, bahkan termasuk juga anggota parlemen, yang kontra RUU ini. Artinya, kalau tetap disahkan berarti kelompok yang kontra ini, termasuk saya, telah kalah secara politik. Kan memang yang lagi naik daun sekarang adalah mereka yang menjadikan agama sebagai ideologi politik. Dan rakyat kita memang banyak yang percaya bahwa hanya partai seperti inilah yang reformis dan bersih.
ReplyDeleteYah paling kita cuma bisa prihatin saja jadinya. Kemerosotan moral bangsa kok diukur dari banyangknya penggemar inul dan pakaian ketat, bukan dari banyaknya korupsi dan pelanggaran HAM. Indonesia ini memang aneh kok. hal-hal yang bersifat privat seperti agama dan keyakinan politik (bahkan sekarang tata cara berpakaian) semakin banyak diurus negara, sementara hal-hal yang bersifat publik seperti pendidikan dan sumber daya alam kok malah di-privatkan.
Hehe iya makanya 'sepihak'nya pake tanda kutip. Habis akhirnya yg berlaku ya aturan2 dari "pihak yang menang" (menang politik, menang pemilu, menang massa, menang ... )
ReplyDeletePrihatin.. prihatin..
Diluar soal fulitik, saya prihatin dengan cara pandang sempit sebagian orang yang memaknai interaksi laki-laki dan perempuan hanya dipatok dalam bingkai seksualitas. Sayangnya, walaupun kita selalu diyakinkan bahwa kelompok orang seperti ini minoritas secara jumlah, kelihatannya ada gejala pandangan2 mereka semakin menjadi mainstream.
ReplyDeleteSebuah tirani minoritas? semoga tidak terjadi.
Saya pernah berkomentar kecil: "tubuh perempuan rupanya jauh lebih berbahaya dan menakutkan dibanding kriminalitas atau korupsi ...."
Tambahan: klipping dari KCM 9 Januari 2006: Gadis Arivia: Perempuan Bakal Bangkrut
ReplyDeleteAktivis perempuan, Gadis Arivia, secara tegas menolak RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi yang tengah dibahas Komisi VIII DPR RI. Menurutnya, isi RUU ini sama sekali tidak bersifat melindungi perempuan, tapi justru jadi sebuah gerakan untuk membenci kaum perempuan.
"Sebagian perempuan setuju adanya RUU ini. Menurut mereka, RUU ini punya semangat melindungi perempuan. Tapi buat saya, RUU ini punya semangat untuk membenci perempuan karena perempuan itu seksi, erotis, dan sensual. Perempuan memang begitu dan kita bangga disebut demikian," ucapnya di forum diskusi Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) tentang "RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi", di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jumat (6/1).
"Kalau kita lihat pasal-pasal di RUU ini, sebagian besar isinya soal pengaturan tubuh perempuan, dilarang mengenakan busana ketat, dilarang melakukan aksi atau gerak-gerik yang berlenggak-lenggok, atau menimbulkan sensualitas," katanya. Menurutnya, kalau RUU ini disahkan, perempuan Indonesia banyak yang akan bangkrut.
"Dengan adanya undang-undang itu, kita kena dampak, tidak bisa melakukan aksi apa-apa. Kan ada BPPN yang mengawasi aksi pornografi dan pornoaksi, dan banyak perempuan yang harus bayar denda Rp 200 juta sampai Rp 1 miliar. Gimana kita enggak bangkrut," ucapnya.
Perempuan yang aktif di Jurnal Perempuan ini melihat RUU ini adalah bentuk lain kekerasan negara terhadap perempuan. "Ini pelanggaran serius, karena melanggar privasi perempuan, melanggar hak otonomi perempuan untuk mengatur tubuhnya sendiri," kata Gadis.
Dia lebih setuju jika diadakan pengaturan untuk produk-produk berbau pornografi. "Saya menolak undang-undang, tapi setuju adanya pengaturan yang ketat. VCD film untuk dewasa harus dijual secara khusus, di tempat tertutup, hanya untuk kalangan dewasa. Ini lebih mendidik," paparnya.
Gadis memberi contoh, "Perempuan Jawa masih banyak yang pakai kemben. Apa mereka harus bayar denda Rp 200 juta? Jelas, ini budaya patriarkis. Dari kajian feminisme, RUU ini terlihat sangat membenci tubuh perempuan." (yus)
setuju! setuju! setuju!
ReplyDeletebuat gw, pembuatan RUU ini defensif bgt. kesannya kasus perkosaan & moral bobrok semuanya salah perempuan. mana RUU yg meregulasi pria kurang ajar? semua org juga tahu, perempuan gak usah pake baju seronok pun kalau jalan di tempat umum sering kali dilecehkan (disuit2in kek, dicolek kek, malah lebih kasar lagi). spt yg gw tulis di journal MP lainnya, negara kalau mau melindungi & mentertibkan rakyatnya, harus adil dong. bikin RUU buat pelecehan seksual yg lebih ketat. hukum pemerkosa lebih berat.
& coba yah, mas2 sering pipis di pinggir jalan. emang sih mereka biasanya nggak madep jalan, tp dr samping tetep keliatan la yaaaa. ini nanti dendanya berapa?
gak bisa dipungkiri, hal2 "negatif" (positif ato negatif akhirnya relatif kan?) semakin lama semakin marak di dunia. apa cara menghindarinya dgn nyumpel kiri kanan? selalu akan ada sumber baru. kyk download mp3 gratis aja deh. mau napster ditutup juga muncul napster2 lainnya.
terus solusinya apa? yg paling realistis ya pengaturan distribusi. segel, minta ktp pembeli, & di tempat khusus yg tdk bisa dilihat banyak orang. kalau mau dianggap barang mewah, silakan kenai cukai lebih besar dari media lain. & tentunya, pendidikan yg lebih baik di sekolah & di rumah. karena pada akhirnya semua lari ke diri sendiri. dgn bekal nurani yg kuat, kita toh bukan hewan yg nggak bisa ngontrol diri.
jangan krn sebagian orang yg nggak bisa (& nggak mau) ngendaliin nafsunya banyak orang harus kena getahnya. ini seperti melarang adegan ciuman di film orang dewasa hanya krn walau filmnya utk konsumsi dewasa, sering ada anak kecil juga di studio bioskopnya.
Apakah perempuan perlu dilindungi? Jelas. Dilindungi dari prostitusi dengan kedok agen TKI, dilindungi dari kekerasan domestik, etc. Kalo perempuan ingin pamer badan, apakah perlu dilindungi? Gak... badan badan gua kok. Tutup aja mata lu. Hamil? Gak juga, yg mutusin untuk sampai bisa hamil juga gua. Aborsi? Lagi2 pilihan kita. Beban? Itu bukan beban tapi konsekuensi karena hidup adalah pilihan.
ReplyDeleteYg perlu adalah awareness: jangan sampai mereka aborsi karena hamil yang tidak diinginkan dan TIDAK TAHU kalo sex bisa menyebabkan hamil. Jangan sampai tidak tahu bagaimana mengendalikan hasrat sampai mata jelalatan. Jangan sampai tidak tahu kalau orang jangan di hakimi karena dia anak yatim. Anak yatim bisa lho berguna.
Fantasi? Hasrat? Terganggu? Yg ada cuma pikiran ngeres dan ketidakmampuan mengontrol instinct primitif. Beda manusia dan binatang ya itu: manusia diberikan kemampuan lebih untuk mengontrol instinct primitif. Kalo melihat perempuan pake rok mini langsung tergoda sih.... sana aja ke laut bersama ikan2 yang harus 'mating' ketika waktunya.
Point ini terlalu menggeneralisir mereka yg menolak RUU APP. Padahal tidak semua penolak itu perempuan, dan di antara mereka tidak semua terbiasa mempertontonkan sensualitas mereka. Tolong diingat, bahwa menolak RUU APP bukan berarti pendukung pornografi.
ReplyDeleteBaik substansi maupun berbagai definisi dalam RUU APP itu masih banyak yang patut dipertanyakan.
Baru berbentuk RUU, implikasi pendukungnya sudah meresahkan. Lihat kasus Perda Tangerang, yg melegalkan penangkapan wanita di jalanan hanya berdasarkan dugaan bahwa ia adalah pelacur(!). Sehubungan dengan RUU APP ini pula, seorang pemuka agama Islam bahkan pernah menyatakan, busana2 tradisional (yg 'dianggap porno') sebaiknya dimuseumkan saja(!) Belum lagi kelakuan 'sweeping' ke toko2 buku dan kios2 majalah utk mencari majalah yg sudah memegang ijin resmi utk terbit.
Apalagi bila disahkan, ada butir dalam RUU APP yg menganjurkan siapapun untuk melaporkan pelanggaran yg tercantum dalam RUU tsb. Ingin teman, saudara, keluarga sendiri memata2i cara berpakaian? Ingin manusia Indonesia saling curiga satu sama lain? Akan makin banyak 'polisi moral' di jalanan, yg kali ini kelakuannya disahkan UU!
Anak2 adalah tanggung jawab orang tua masing2; pertumbuhan moralnya bukanlah tanggung jawab negara. Saya ingin anak2 saya tumbuh tanpa rasa waswas akan penghakiman orang lain atas dirinya sekedar dari caranya berpakaian atau apa yg dibacanya. Saya ingin anak2 saya mendapat bekal memadai mengenai seksualitas, yg tahapan2 dan batasan2nya akan saya tentukan sendiri, selaku orang tua mereka.
I just hope that the reviewed version of RUU APP will be accessible for public as soon as it is drafted, and before it is constituted. Even better, I'd rather have it cancelled altogether and, instead, have them review KUHP concerning media and distribution, and improve legal performance on the existing (and reviewed) KUHP.
ReplyDeleteaduh kenapa ya pembahasan mengenai topik ini seringkali menjadi item putih: yg nolak RUU pasti yg demen pornografi/suka pake baju minim/pelacur, sementara yg setuju RUU adalah fundamentalis.
ReplyDeletesoal "menjadikan kaum/suku lebih beradab": mbak zhafir, saya rasa ini pola pikir yg terlalu menggurui. beradab ato tidak itu sangat relatif, mau patokan siapa yg dipakai? orang barat menganggap yg beradab itu makan pakai sendok, garpu, pisau. apakah kita harus merasa tidak beradab kalau makan pakai tangan?
mengenai perlindungan terhadap perempuan & anak2: apakah melindungi perempuan cukup hanya dengan menyuruhnya berpakaian lebih tertutup? gw nggak yakin. kalaupun seluruh perempuan akil balik di negara ini pake ketopong juga gak akan bisa menyetop pikiran ngeres. ini solusi jangka pendek. seperti membunuh kecoak yg lalu lalang tp kamar tetap nggak dibersihin.
dan sekali lagi: apakah laki2 yg tetap terangsang walau perempuan sudah "sopan" berpakaian & mengganggu mereka, akan dihukum lebih berat?
omong2 soal birahi, pilihan seksual org juga berbeda2. apakah negara juga bisa mengatur ini semua?
pertanyaan yg lebih penting, sampai di mana negara berhak mengatur warga negaranya?
Saya jadi mau tanya, mungkin krn ketidaktahuan saya.
ReplyDeleteApa dasar hukumnya negara tidak boleh mengontrol moral warga negaranya ?
Bukannya negara yang kuat juga berdasarkan moral warga negaranya ?
pada dasarnya, negara itu menjaga ketertiban dan melindungi kesejahteraan warga negaranya. manifestasinya tentu macam2.
ReplyDeletetp yg harus dibedakan adalah: hak pribadi warga negara dan hak bersama.
moral ini sifatnya sangat individu. moral seseorang bisa bobrok tetapi selama dia mematuhi peraturan negaranya, apa boleh buat di mata negara ia tidak bersalah. toh untuk ini masyarakat akan memberi cap tersendiri. contoh paling sederhana: org yg suka ngibulin orang tua itu dicap durhaka. jadi bisa dibilang moralnya bobrok. tp dia nggak pernah melanggar peraturan pemerintah (gak pernah bunuh orang, bayar pajak taat, dll). gak bisa dipungkiri org macam ini mungkin nyebelin, tp apa abis itu negara bikin RUU anti ngibul ke orang tua? :)
stelivena: i couldn't have given a better example :)
ReplyDeleteyg mampu dan berhak mengontrol moral seseorang hanyalah orang itu sendiri.
glad to have helped, ta ;)
ReplyDeleteSaya koq kurang sreg dengan contoh anak kecil ngibul dengan ibunya.
ReplyDeleteNgibul=Penipuan
Kalau seorang anak melakukan penipuan terhadap orang tua nya. Itu kan bisa dituntut dengan UU KUHP. Penipuan/ngibul jelas ada UUnya
Pornografi dan Narkotika
Dua-duanya sama-sama tidak merugikan orang secara langsung. Mau pakai ngegele atau nonton VCD porno itu hak-hak nya orang itu ?
Tapi kenyataannya Narkotika dilarang ! Kenapa ?
Karena Negara wajib menjaga moral warga negaranya. Negara tidak mau kehilangan generasi penerusnya. Sama dengan pornografi.
Yang jadi pertanyaan saya. Apa dasar HUKUM-nya negara TIDAK BOLEH menjaga moral warga negaranya ? Ada dasar hukum yang menggugurkannya nggak ?
kalau bicara dasar hukum yg berhubungan dgn moral, ini tergantung dgn pemerintahan yg sedang berkuasa. kalau di AS bisa dilihat antara policy 2 partai utamanya, republik (yg mencampuri moralitas warga negaranya) & demokrat (yg lebih mengutamakan kesejahteraan warga). bagaimana dgn negara kita? sayangnya tidak ada konsistensi dlm hal ini, alias ambigu. mau dibilang tergantung pemerintahnya juga susah krn ya itu tadi. tidak konsisten & tidak punya blueprint yg jelas. krn itu isyu2 yg menyangkut moralitas disikapi secara sporadis. maka dr sini bisa dibilang dlm kasus indonesia, tidak ada dasar hukum negara tidak boleh mencampuri moral warganya, tetapi tidak ada pula dasar hukum yg membolehkan negara mencampuri moral warga.
ReplyDeletekalau menurut ensiklopedi sih, "The law considers itself independent of morality, even if the law happens to reflect or intends to reflect morality."
kembali ke masalah draft RUU APP, siapa bilang kami setuju pornografi?? yang sebagian orang masalahkan adalah BATASAN pornografi itu sendiri. pornografi itu harus diregulasi, sama seperti alkohol (utk org dewasa) & narkotika (morfin, obat bius utk pasien). tp membatasi cara berpakaian perempuan? bagi saya pribadi, mengatur pakaian itu cuma "solusi" jangka pendek. toh pd awalnya pornografi itu dibuat oleh & utk pria.
peraturan & hukum itu penting. tp dibutuhkan perumus yg dewasa & arif utk membuat hukum & batasan2 yg bisa memberi rasa aman & nyaman utk rakyatnya. masyarakat jg bisa belajar utk berpikir dewasa & logis kalau pemerintahnya begitu.
btw, penipuan cuma bisa diseret ke pengadilan kalau ada bukti/dokumen legal. jadi kalau kasusnya anak ngibul ke ortu sih (yg mana biasanya cuma verbal & nggak mengikat), biasanya cuma bisa dijewer. :)
Orang (berlatar belakang pendidikan & berprofesi) hukum pasti akan lebih berkapasitas membahas perihal dasar2 hukum. Utk hal RUU APP ini, saya sbg WN biasa berpendapat: negara wajib dan seharusnya mampu mengontrol peredaran dan pembatasan akses produk2 pornografi di wilayahnya - tapi tidak akan mampu mengontrol dan menentukan kadar moral warga negaranya berdasarkan hal2 tsb. Lagipula, orang kan tidak mempertanggung-jawabkan kadar moral pribadinya kepada negara?
ReplyDelete[tambahan] Moral bukanlah hanya berkenaan dengan seksualitas dan pornografi, tapi jauh lebih luas daripada itu. Jadi pemberlakuan (R)UU APP tidak akan berpengaruh besar bagi perbaikan Moral.
Saya baru akan percaya bahwa Indonesia mampu menegakkan peraturan utk bidang yg kasat mata dan sangat subyektif ini, hanya bila pemerintah Indonesia telah berhasil menegakkan hukum dan peraturan utk hal2 yg konkrit, terpegang dan terlihat di depan mata. Seperti kasus2 aksi2 kekerasan dan kriminalitas, keamanan dan kelancaran transportasi umum, kemudahan akses komunikasi, pendidikan & fasilitas2 umum lain, perataan distribusi bahan pangan, ...
Terlepas dari apapun, saya kira amat perlu bagi kita untuk mengucapkan terima kasih khusus buat majalah Playboy edisi Indonesia. Sebab ternyata, ada beberapa hikmah yang kita dapatkan:
ReplyDelete1. RUU APP yang dulu mandeg, kini diperbincangkan lagi, dan tampaknya demikian banyak pihak yang mendukungnya.
2. Kita jadi semakin sadar, betapa begitu banyak masyarakat kita yang sangat permisif terhadap pornografi.
Secara pribadi, saya melihat dengan mata kepala saya sendiri. Teman-teman kantor saya misalnya, termasuk yang perempuan, banyak di antara mereka yang dengan terang-terangan lebih membela Playboy dan majalah-majalah porno lainnya ketimbang pihak-pihak yang menentang pornografi.
Yang membuat saya miris, beberapa hari lalu, seorang teman kantor saya, perempuan, dengan sinis menyebut orang-orang yang menyerbu markas Playboy sebagai orang-orang goblok.
Masya Allah! Saya benar-benar miris. Kalau yang pro pornografi adalah kalangan pria, saya punya sekian banyak alasan untuk memakluminya, walah sebenarnya saya tetap tidak setuju.
TAPI PEREMPUAN????????????????
Ya, Allah...
Padahal banyak di antara mereka yang juga punya anak perempuan.
Bagaimana jika 20 tahun lagi, anak gadis mereka yang tampil telanjang di majalah Playboy? Apakah naluri perempuan mereka tidak akan terusik?
Ya, ternyata dalam hal tertentu, kita memang perlu mengucapkan terima kasih pada Playboy. Kita makin sadar bahwa kerusakan moral bangsa kita sudah demikian parah.
Saking parahnya, banyak para wanita yang justru mendukung produk-produk atau hal-hal lain yang justru melecehkan kaum mereka sendiri.
Saya sering melihat dengan mata kepala saya sendiri, bagaimana para perempuan dengan amat permisifnya, bahkan amat mendukung, semua produk yang berbau pornografi, yang di dalamnya penuh oleh foto-foto kaum mereka sendiri, yang dipertontonkan dengan selera yang amat rendahan. Wanita-wanita di media porno tersebut benar-benar dilecehkan.
Tapi tragisnya, mereka para perempuan yang melihat produk-produk itu, perempuan yang mengaku sebagai pejuang hak-hak asasi perempuan, justru amat permisif dan mendukung ketika kaum mereka dilecehkan seperti itu.
Maka, dalam beberapa hal kita perlu berterima kasih pada Playboy. Sebab terbitnya majalah ini setidaknya membuat saya bahagia. Saya bahagia, sebab ternyata masih banyak juga kaum wanita yang tetap memiliki harga diri dan tahu bagaimana cara menjaga kehormatan mereka.
Maaf bila tidak berkenan.
Senayan, 15 April 2006
Jonru
tempo hari gw dapet majalah semi porno dari Kas*us™, majalah itu ngeliput tentang siapa-siapa aja selebritis diluar negeri yang tetenya pernah ke-expose sama media. selesai ngebacanya gw jadi mikir sendiri ngeliat tingkah laku gw.."kenapa co harus jadi konsumen tetap objek seks gini sih?". terdengar seperti kritik terhadap hasil akhir sebuah pilihan. apa iya emang sesimple itu?... pilihan?
ReplyDeletedi sebuah majalah remaja wanita gw pernah liat artikel yang nge-peta-in bedanya co dan ce, dalam hal apa gw agak lupa, OOT juga kayaknya. salah satu point yang gw perhatiin ada di poin 1 segment cowok..
1.porn enjoyer.
gw mikir, "emang udah ada batasannya porn itu sejauh mana?", "emang cw ngga?". jujur aja, tmn2 cw gw banyak yang nonton film porno, they treat it as an exam to be adult. pesan verbalnya biasanya ga jelas buat gw yang co.."film yg itu cowoknya cakep", "bulu dadanya alus2 lucu", "tititnya nggemesin". semua comment yg keluar biasanya ga suitable untuk film porno, tapi pesan non-verbalnya jelas "if im ready to see it, im ready to do it if i want to"..an exam to be adult..
gw jadi inget tentang RUU APP, perempuan2 di media mati-matian ngeklaim kalau dalam RUU APP perempuanlah yang paling dirugikan. mungkin hal-hal begini yang bikin wanita dapet label mahkluk yang logikanya kurang jalan.
kalau lo dagang, lo sebisa mungkin ngurangin saingan lo. perempuan-perempuan ngadepin RUU APP dengan argumen pembatasan. buat yang udah merit, ini seharusnya jadi sebuah keuntungan, mau ga mau "saingan dari luar" bisa diminimal kalau mau ganggu-ganggu "langganan" lo, orang "etalasenya" udah ga boleh d buka kok? gimana kalau cowok yang jadi penjual dan wanita yang jadi pembeli? saya lebih baik menjaga "pelanggan" saya dikala pasar lesu, ada pendapat lain?
kembali ke 'pilihan', gw keinget sama kisah tentang kios Starbucks™ di China, tepatnya di lapangan Tiananmen, dikritik keras karena dianggep merusak keotentikan sejarah even udah di cet abis-abisan warna kiosnya jadi merah (gw nobatin kios yang satu itu satu-satunya kios Starbucks™ yang didominasi warna merah sejauh gw liat), ajaibnya pas udah diliput isinya penuh!. begitu juga sama tete, even udah dibilang itu bukan ladang lo tetep aja yang doyan rame. ini nyadarin gw tentang sesuatu, market itu bukan dibentuk oleh orang yang mau beli tapi yang mau jual. lo ga berfikir bisa fanatik sama Starbucks™ sebelum Starbucks™ berdiri kan?... begitu juga dengan tete' dan ganja.
kembali lagi tentang RUU APP. untuk yang belum nikah ga kalah ajaib ga logisnya. ada yang pernah kepikir berapa banyak anak SMA yang pengen banget pake bikini kalau2 mereka jalan ke pantai? kalau ditanya alasannya kenapa? ga ada satupun perempuan yang gw temuin bisa ngejawabnya secara logis, "pengen aja", "warnanya lucu2", "gayanya jadi asik", yang paling ga munafik bilang "bagi-bagi sedikit ga apa-apa lah", any of them have no function to consider. kalau emang temen lo si A bagus badannya, emang lo bisa terima kalau lo tau bahwa bokap lo naksir sama si A sejak si A diajak liburan bareng ke Bali?
ada pikiran parah yang lewat di otak gw, are all woman naturally born as sexual object? is it their destininy? jawabannya muncul ga lama setelah itu dari sumber yang sama (otak gw).
"ngga gitu ci, ...being sexual object is a choice.."
lalu?.. kenapa harus bikini?
waduh! kok tulisan saya ada kececer disini sih?.. karusnya di mari inih.. maap ya mbak tita, saya numpang liwat karena mas kupret minjem buku saya n_n
ReplyDeleteantony grooming
ReplyDeleteHewan anda al;
1.potong model
2.mandikan
3.basmi kutu
4. potong kuku,dll
segala jenis anjing / kucing
hubungi kami ;
hp; 08159042224
anjing adalah binatang yang unik !makasih yaah
iklan gratis uy
ReplyDeleteHeh heh hehh
ReplyDeletePeraturan belum jadi saja sudah bikin persepsi yang jauuuuh dan ngeri2x banget. Seperti duren, kalau dilihat luarnya ya seram dan menakutkan. bahkan menyakitkan, kalau coba2x ditiban kek kepala apalagi. Tapi bagi yang pernah merasakan nikmatnya duren, tentunya memandang duren itu bukan dari kulitnya, tapi dari rasanya. jadi rasakan dulu pengalaman itu, baru boleh berkesimpulan. Toh kita juga manusia yang punya otak kan ? Yang takkan mungkin mau dipaksa2x memakai jubah.
Heran, padahal dari aturan RUU itu tidak ada yang memaksa memakai jubah kedodoran seperti yang kalian gambarkan. Tapi kalian menggambarkannya seperti itu, jadi sebenarnya siapa yang naif sih ?
NB : Biar seru, habis semuanya menolak RUU sih.
Baca Republika? jadi ada berita yg berimbang..... nanti bisa di kompare dgn kompas... sbg pelengkap gitu...
ReplyDeletecheerss.
halooo...
ReplyDeleteadakah solusi yang praktis untuk mengendalikan otak laki2, jika yang salah memang otak laki2? Apakah salah jika laki2 memang lebih mudah terangsang daripada wanita?
benar kata cymblot, tidak ada yg menyatakan bahwa jika UU ini jadi, smeua harus berkerudung. Para penrancangnya juga tidak pernah melonatrkan kata syariat Islam.
Karena itu, saya mendukung penolakan atas RUU ini, karena masih mengijinkan wanita untuk tidak berkerudung!!!