Rabu, 16 Mei 2007
Sekitar pk. 12.30 Hakim mengetuk palu: Pengadilan Negeri memutuskan bahwa surat nikah kami disahkan dan berlaku menurut hukum RI. Case closed. Selesai sidang, saya dipersilakan menyelesaikan urusan pembuatan Surat Keputusan (SK) dengan Panitera (Pak A) di kantornya. Pak A minta biaya administrasi 'dilengkapi' saat pengambilan SK pada hari yang telah disepakati: Selasa 22 Mei 2007
Selasa, 22 Mei 2007
Sekitar pk. 13.00 saya tiba di Pengadilan Negeri (PN).
T: Pak A ada?
P (= petugas panitera lain): Sedang ada sidang mungkin Bu, tunggu saja
Setelah menunggu sekitar satu jam:
T: Pak A sudah selesai sidangnya?
P: Masih Bu, belum keliatan lagi
T: Tolong beritahu saya nunggu ya, mau ambil SK
P: Baik, Bu
Satu jam sesudah itu:
T: Belum selesai juga sidangnya?
P (saling menengok2 satu sama lain): Wah sudah pulang tuh Bu, sekitar setengah jam lalu
T (kesel): Terima kasih, saya kembali lagi besok
Rabu, 23 Mei 2007
Menurut Pak A, SK sudah ia buat tapi Hakim sedang ke Kupang, entah sampai kapan, dan belum sempat menanda-tangani SK tersebut. Saya diusulkan untuk kembali lagi minggu depannya.
Rabu, 30 Mei 2007
Sesuai hari yang dijanjikan, saya datang. Saya tunggu sejak pagi, tidak juga tampak. Karena tidak bisa menunggu seharian, saya tinggalkan pesan saja ke rekan2 sekantornya bahwa saya sudah datang untuk mengambil SK. Siang itu, di kampus, saya mendapat telpon dari Pak A. Menurutnya, saya akan ditelpon segera setelah SK siap diambil.
Setelah itu saya cukup sibuk dengan urusan perpanjangan ijin tinggal Syb dan anak-anak, di samping pekerjaan2 lain. Telpon dari Pak A tak kunjung tiba. Banyak hal mendesak yang harus dituntaskan sehubungan dengan keimigrasian ini, sehingga urusan SK yg sebenarnya juga sangat diperlukan itu terpaksa tertunda dulu. Hingga hari ini:
Selasa, 26 Juni 2007
Saya dan Lindri (yg sudah libur) tiba di PN sekitar pk. 10.00, langsung menuju kantor Pak A.
T: Pak A-nya ada, Bu?
P (dua wanita panitera, berbarengan): Wah, Pak A sudah pensiun, Bu. Dia sudah ambil cuti panjangnya sejak minggu lalu.
T (kaget tapi berusaha tetep cool): Tapi saya masih harus mengambil SK yg diurusnya. Gimana ya?
P: Coba ke Pak B di ruang sebelah (= ruang Panitera Pengganti), sepertinya Pak A menitipkan berkas2nya di Pak B.
Di ruang sebelah, Pak B sedang ngobrol dengan rekan yg duduk di sebelah mejanya.
T (sambil menunjukkan nomor kasus di surat panggilan sidang): Pak, saya hendak mengambil SK yang diurus oleh Pak A, mungkin dititipkan di Bapak?
B (melihat ke nomor dan judul kasus): Oh ini saya nggak tahu, nggak dititipi oleh Pak A. Yang di saya hanya berkas2 perceraian, sedangkan ini kan permohonan. Coba tanya ke Pak J, kantornya di atas, seberang musholla.
Jalan dengan Lindri ke arah koperasi, lalu belok ke belakang, ke arah musholla. Naik tangga ke ruang arsip, di mana seorang petugas sedang sibuk membundel arsip2 kasus yg rata2 tebalnya sampai 30 cm.
T: Pak, ada Pak J?
P: Oh sedang keluar makan, tunggu aja Bu di sini
Duduk dengan Lindri di ruang arsip, sambil menonton proses membundel dan mikir, "Eating at this hour? What does Pak J think he is, Winnie-the-Pooh, who always has 'elevenses'?!"
Setelah menunggu sekitar setengah jam:
P: Bu, ini Pak J sudah ada
T (sambil menunjukkan surat panggilan yang tadi): Pak, apakah Pak A menitipkan berkas saya pada Bapak?
J (mengamati nomor dan judul surat): Oh, iya, saya tahu surat ini, memang ada pada saya.
T (sedikit merasa lega): Jadi sudah bisa saya ambil sekarang?
J: Oh belum, kan hakimnya sedang sakit.
T: Masa sakit selama lima minggu ini? Apa nggak ada yang mengajukan untuk ditanda-tangani selama ini?
J: Yah saya tidak ada kaitannya dengan ini, ini tugas Pak A. Saya hanya dititipkan. Begini saja deh Bu, saya akan teruskan lagi ke Pak B, biar dia yang bisa bantu Ibu untuk minta Bu Hakim tanda-tangan SK ini.
T: Kira-kira kapan jadinya?
J: Yah nggatau Bu, namanya orang sakit.
T: Ya sudah Pak, terima kasih, saya ke Pak B lagi untuk memberitahu.
Dengan Lindri, saya turun dari kantor arsip, naik lagi ke kantor Panitera Pengganti. Pak B masih ngobrol2 dengan rekan sebelah mejanya itu.
T: Pak, saya baru bicara dengan Pak J. Katanya berkas saya akan diteruskan ke Bapak dan dilanjutkan urusannya. Kira-kira kapan bisa saya ambil. Minggu ini?
B: Mungkin minggu depannya Bu, orang sakit belum tahu berapa lama..
T: Masa selama 5 minggu ini nggak ada yang mengajukan surat tsb utk ditanda-tangan?
B: Nggak tau Bu, itu bukan urusan saya soalnya. Kenapa Ibu nggak telpon Pak A aja dulu untuk ngecek2?
T: Saya pernah telpon dan malah diminta mbayari pulsa dia. Lagipula dia janji mau nelpon saya kalau sudah beres. Ternyata jadinya seperti ini.
B: Nah itu sih nggak ada kaitannya dengan saya Bu.
T: Sampai minggu depan, kalau begitu.
Saya dan Lindri meninggalkan ruangan, keluar dari kantor PN, segera naik angkot menjauh dari gedung yang bikin saya makin hari makin apatis terhadap sistem hukum dan pengadilan di negeri ini..
Haduuuh... mb Tita, sabar benerrrr - dan baru sekarang merasa apatis... :) Kita tunggu kelanjutannya...
ReplyDeletearrgghhhhhhhhhhhhhhhh...*muka setan penuh emosi ingin menggampar orang2 aneh itu* Duh, Mbak tita...saya sampe gak tau mau ngomong apa. Kok gak ada beban ya melarikan diri dari tanggung jawab kayak gitu...*sigh*. Ditunggu kelanjutannya, Mbak...mudah2an abis ini dah gak perlu lagi ada urusan2 sama mereka..
ReplyDeleteLho Plon, memang dulu surat nikahnya dibuat di Belanda? (maap ngga ngikutin dari awal). Kalo kita dulu menikah KUA, terus suratnya harus disahkan ke catatan sipil, depkeh, deplu. Kasusnya terbalik: ini untuk visa tinggal di Jerman. Macetnya di catatan sipil: ditawari jalur cepat (yang saya iyakan saja, soalnya sudah hamil 4,5 bulan, cape, panas, ngga ada yang kasih tempat duduk..maklum habis nikah nggabisa langsung pindah, ada proyek yang musti dikelarin dulu di kantor), tapi uang udah dikasih, tetep prosesnya nggak jadi2, alasannya: boss lagi keluar kota! Akhirnya sampe sebulan kemudian, Bernhard keburu udah datang, masih belum ada pengesahan! Akhirnya dia telefon kedutaan Jerman, memberi tau kondisi gue, yang sebentar lagi bakalan ngga boleh terbang (udah hampir 6 bulan), tanpa kasih 'amplop' dan tanpa bertele2, langsung dikasih visa sama Konsul! Proses pengesahan jadinya terlaksana setelah gue dapet Visa tinggal di Jerman, gila ya...Jadi bertanya2, kok negeri orang lebih helpful daripada negeri sendiri?
ReplyDeletesemangat terus mbak, kebenaran pasti menang :p :p :p hehehe...
ReplyDelete:) memang jangan berharap banyak. mau dibenahin? akarnya susah dicabut, udah jadi budaya. kalau mau dibandingin dengan negara2 lain, hehehe bakal capek hati.
ReplyDeletetapi, gue salut banget dengan keteguhan elo melewati semua ini Ta. semua orang memilih jalan yang lebih cepat. :)
Tita, aku nggak sanggup berkata kata. Sesak dadaku pengen nangis. Kesel, marah, tak berdaya campur jadi satu. Wis mbuh kah. I've been there. Kuatkan hatimu nggih. Sabar ya Ta. Wong sabar disayang Gusti Allah.
ReplyDeleteHalo Isti. Ketemu lagi deh. Iya deh, kalau negara orang kok lebih tanggap membantu dibanding negeri dewek. Kita serasa seperti anak tiri di negeri sendiri. Di Jerman ama Belanda, sistemnya gitu yah ternyata? KUA dulu, terus disahkan ke Catatan Sipil. Suamiku batal ditempatkan di Belanda gara gara surat nikah. Catatan Sipilnya nggak mau mengesahkan surat nikah yg dikeluarkan KUA. Pihak Belanda ya nggak mau nerima surat nikah KUA. Mbulet tho...koyok entute polisi. Proses ngurus surat yg lama dan berbelit belit bikin capek hati, akhirnya muleh kandang aja ke Amrik yang lebih welcome.
ReplyDeleteYang bikin tambah ngenes, suamiku bisa keluar masuk Belanda tanpa visa. Tapi nggak bisa bawa keluarga opo gunane.
Aduuuuh Taaaaaa .... duh gue mau ngetik apa ya? Gak tau deh :(
ReplyDeleteOMG OMG OMG :-ss. Jahat ih, ngerjaiin orang sampe kayak gini :((
ReplyDelete(bocoran) EPISODE MINGGU DEPAN
ReplyDeleteT: Pagi Pak B.. bagaimana dengan Pak J apa sudah menitipkan berkas saya?
B: Whaarakadah.. Pak J nya udah meninggal bu!
T: Lalu bagaimana dengan berkas-berkas saya?
B: Yaa dibawa mati kali bu.. coba ibu cek aja.. ke Mas M.. dia penggali kuburan khusus pegawai sini
T: Dimana saya bisa ketemu Mas M?
B: Lhaaa.. itu dia! yang tahu alamatnya cuma Pak J itu!
Manusia ada batasnya.. Tita dengan segera ngedeprok di lantai.. sambil jambak2 rambut sendiri. Kakinya meregang-regang mirip gaya katak. Serta merta Pak B panik bukan kepalang.
Tak lama muncul Pak J bersama Mas M..
J & M : Ampuuuun buuu..wes iki lho berkasne.. wes wes ojo mewek neng kene..
Akhirnya.. Tita, Pak J, Pak B, Mas M.. hidup bahagia
duh, perjuangan yg sangat panjang....
ReplyDeleteanjrit itu jawaban paling mengesalkan sedunia.. :-S
ReplyDeleteLha iyo kuwi. Apa nggak ada penggantinya? Kalau sakit terus kebablasen meninggal, opo yo berkasnya terkatung katung nggak ada yg ngurusin? Duh Gusti, jawaban kok asal njeplak cangkeme. Nggak ada inisiatif blas. Mencoreng moreng nama korps pegawe negri.
ReplyDeleteyaelahhhh... pegimana toch? kok amat sangat tidak propesional?! hla wong tugas kantor kok pada lemapr2an ga jelas gini... herann heran...
ReplyDeletesabar yah mba titaaaaa :)
ck ck ck......
ReplyDeleteTita, nanti kalau sudah selesai dan semua berkas sudah ditangan, sepatutnya ini cerita dijadikan artikel dan dikirim ke koran setempat. Semua nama ditulis dengan jelas dan terbuka.... siapa tahu akan jadi alat "menampar" yang efektif buat mereka? :).
ReplyDeleteGue inget waktu mau ganti paspor karena paspor udah habis. Karena paspor lama sempat rusak kena tumpahan air minum, gue disuruh lapor ke kantor imigrasi di Cawang. Buset dddddeeeeeeehh... bolak-baliknya bikin capek hati :(
Jebol pisan maneh Tul =)) Awas lho, tak kenalke sama Pak A nanti..
ReplyDeleteIya MakPlon. Kesalahan gue adalah, setelah dapet surat nikah catatan sipil dan gereja di Belanda (kita kan emang nikah resminya di Belanda, di Jkt wkt itu cuma resepsi), nggak gue laporin ke KBRI atau catatan sipil di Indonesia. Padahal kan mestinya within 1 year after marriage (ini karena gue nggatau! Bloon juga sih). Nah ini lapornya setelah 7 tahun (= telat banget), jadi pengesahannya harus lewat Pengadilan Negeri dulu.
ReplyDeletethanks yan :)
ReplyDeletegue sampe sempet bilang ke temen gue, ini baru kasus 'biasa2 aja', gimana kasus2 yg lebih serius, coba. gue yg orang baik2 aja ampe rasanya pengen jadi kriminal selama ngurus2 di PN :P
Memang begitu niatku, Cing, sekalian lengkap dengan NIP masing2 :D
ReplyDeleteMalah ada temen kemaren bilang, kalo ke sana lagi bawa kamera, fotoin satu persatu orang2nya!
iya shint, thanks :*
ReplyDeleteemang mereka sengaja nggak kompeten kali ya, biar bisa ngerasa penting dicari2 terus..
benar, bul! dilakoni terus! trims :)
ReplyDeleteIni kebiasaan di sini memang, jadinya menghambat semua urusan. Mestinya pada sadar kalau PNS itu adalah civil servant, pelayan masyarakat, bukan tukang ngerjain masyarakat.
ReplyDeletetuding menuding menjadiiiii satu itulah endonesaaaaaaaaaaaaaaa...
ReplyDelete(dinyanyikan dengan lagu nasional, yang judulnya aja lupa, tapi nada minor)
Pasti aku posting di sini lagi kalo udah ada 'perkembangan'. Udah pada tebel semua mukanya, digampar2in juga nggak mempan kali Nin.. Thanks yaa
ReplyDeletehuehuehue.. abis aku masih mikir: masa sih satu gedung besar ini jiwanya korup semua. kantor pengadilan, pula, yg mestinya layanannya 'jejeg'.
ReplyDeleteAku malah kebayang orang2 innocent yg sulit dapet akses ke informasi dan data2 yg berkaitan dengan kasusnya, utk jadi amunisi menghadapi orang2 nyebelin ini. Pasti lebih dikerjain lagi tanpa bisa ngelawan. I'll pray for them too. Terima kasih yaa :)
ReplyDelete*huugggsss* aja lita.. >:D<
ReplyDeleteI'm afraid they think this is normal :(
ReplyDeleterasanya jadi pengen mengayunkan dulu kapak besar ke meja mereka sebelum tita ngomong... baru deh bakal dilayani dgn baik kayaknya *ala temennya william wallace di film Braveheart saat mau ngomong sama para bangsawan Scotland yang berisik... ;))*
ReplyDeleteyang bisa diperpendek hanya dengan suapan2.. :(
ReplyDeleteyou can say that again..
ReplyDeleteapa kata para penggubah lagu2 perjuangan kalo sempet urusan sama PN begini ya :P
ReplyDeletewhahaha.. tapi yg bawa kapak jangan kamu, teu serem.. :))
ReplyDeletekenapa ya banyak MORON yg duduk ditempat yg justru malah menentukan nasib orang...
ReplyDeletetitaaa, gua doa aja ya semoga lancar di waktu yg berikutnya...
ReplyDeleteaaarrrrgggghhhhh...!!!!
ReplyDelete*sudah siap nonjok si pak A*
ipih: makin moron makin merasa penting..
ReplyDeletedel: makasiihhh
yu: sobek-sobek!
emosi gue baca nya....mending di bukuin aja Ta cerber ini..
ReplyDeleteWadoh Taaaa... gw klo dijawabin geto (--> Nah itu sih nggak ada kaitannya dengan saya Bu.) langsung esmosi kaleeee.... dan jawab balik: gemana seh ga ada kaitannya sama bapak??!!! Situ kan sama-sama rekan sekerja, abdi negara, mbok yah nolongin, kasi jawaban yang kooperatif, bukannya terus-terusan melempar tanggung jawab!!??!!!
ReplyDeleteWah level sabar elo uda surga tingkat tujuh Ta hihihihihi... Beruntung tuh orang ketemu elo, klo ketemuannya yang lain uda terima golok cabang sembilan kaleeee... *kejem mode on*
sama-sama. sesekali berbuat kriminal tanpa ketahuan juga direkomendasikan kok Ta. mungkin seperti.. membakar diam-diam gedung instansi tertentu? x)
ReplyDeleteorang2 kayak gini ya gimana gak bikin orang lain tambah dosa dgn menyumpahserapahi kelakuan mereka...... udah seharusnya IPDN dibubarin *obsesi colongan*
ReplyDeleteWelcome to Indonesia ...
ReplyDeletesabar ya Ta, cobaan emang ga bakalan hilang tapi pasti bisa dilalui
ReplyDeletefeb: iya, lengkap pake ilustrasi!
ReplyDeletesint: mestinya ya, tp liat tampang2 tebel mereka gue udah males buang2 ludah gitu. ada lindri pula, ntar dia resah liat emaknya gusar :P
G: haha.. tu dia, makanya gue yg biasa2 aja jadi pengen merusak sekalian, so I really wasted my time for something!
p'budi: I'm not overstaying my welcome, am I? :)
ple: terima kasih, this is not something I can't handle, indeed.
nah.. bakal banyak nih.. *mulai mengenakan topeng Vendetta*
ReplyDelete*Hug Tita* Gua juga baru kena urusan serupa soal paspor ilang. Udah cukup bikin gua terkaing-kaing ala Cindy :P Semoga cepet beres ya semua urusannya Ta
ReplyDeleteargh ! aku baru baca blog kamu yang ini !
ReplyDeletenyebelin ! huh !
*beneran marah*
kamu perlu dibantuin sama orang2 kantorku yang di bandung nggak ? kalo perlu, kasih tau, biar mereka yang beresin orang-orang nggak tau diri ini..
oh ini yg lulusan jatinangor bukan chic? =))
ReplyDeletekalo iya.. sok atuh chic.. kirim ke a'a senior ..
abis sih... minta kok: minta digebugin..
oh gitu toh ceritanya. aku sempet heran tadi kok pake lewat pengadilan segala. ternyata belum dilaporkan ke kbri di belanda.
ReplyDeleteitu sih kayaknya km dilempar sana sini soalnya mau minta duit. aku dah sering bgt pengalaman dlm hal ngurus surat2....semua minta dikasih duit. untungnya di jogja skrg udah gak...(paling gak pas terakhir kali ngurus sesuatu th 2003) ..ta kasih duit malah ditegur ak sama petugas. nah berdasarkan itu pas aku ke jkt utk legalisir ta pikir sama pasti..lah di kota kecil aja udah gak korup apalagi ibu kota....eh setelah aku manut disuruh datang lagi dan datang lagi dan melengkapi lagi surat2 yg kurang...akhirnya aku nyerah setelah seminggu nanya...jadi ibu enaknya gimana nih biar bisa selesai? ya minta duit...50 rb saja ternyata...huh tau gitu dari awal dong (itu di dep.kehakiman) jadi gak repot bolak balik..mana ongkos taxi di jkt jauh lebih mahal dari 50 rb. nah yg lebih lucu lagi di deplu..aku dimintain uang, kebetulan duit tinggal 50 rb...aku bilang...wah pak uang saya tinggal 50 rb nih nanti gak ada ongkos pulang..tau gak ...sama si bapak dikasi kembalian loh 30 rb..dia minta 20 rb aja...bengong deh sayanyah :P
tita....baca tulisan loe aje gw udah capek.....apalagi klo ngalamin 'ndiri....??? cobain tempel pake duit 'cepek'-an di jidat-nya kali aja berhasil... ;)
ReplyDeleteTita, makanya sering malu kalo teman2 org asing nyindir ke kita bhw birokrasi di indo itu punya pameo, "kalau bisa dipersulit, kenapa harus dipermudah; kalau bisa diperpanjang, kenapa harus dipercepat". Benar2 mengesalkan. Kalo gak juga selesai, ya gebrak meja saja Ta!!! :))
ReplyDeleterumit banget ya.. nyebelin banget kalo kita nggak bisa mempengaruhi karena sistimnya ngaco.. sabar ta... orang sabar pasti subur... ;)
ReplyDeleteMbak Tita, saya udah kehabisan kata. Kalo saya mungkin udah gebrak meja didepan tuh petugas krn udah habis batas kesabaran saya. Terserah mau dibilang kasar n ngak punya aturan. Wong ini khan mengenai nasib seseorang n jgn mentang petugas, trus bisa mempermainkan nasib seseorang seenaknya dhewe.
ReplyDeleteSuami saya aza yg sabarnya minta ampun, bisa ngedumel pas saya ceritain mengenai "perjalanan" Mbak Tita u/ mendapatkan hak nya sbg WN.
Labirin bow kalo masalah hukum. Yang kuat makan yang lemah. Masih ada 1 kasus kantor yang jadi PR ku nih, nilainya cukup signifikan buat makan 15 turunan. Dan peningnya bukan alang kepalang... Pening banjetttt.
ReplyDeleteSing sabar mbakyu...