I don't know how long I will keep this track, but as long as I still find news about Peter and the exhibition, I'll always put it here. I like collecting these stories, especially because I can draw this picture in my mind how everything goes. It feels like I was there, myself. So, sorry for those who are already bored with the subject :)
Here goes. From komik alternatif mailing list.
From: "suryo_anglagard"
Date: Thu Sep 8, 2005 4:10 pm
Subject: Menjelang Diskusi Buku Rampokan Jawa
Sore itu, Rabu 7 Sept 2005, Rieza dan saya menjemput Peter van
Dongen, istrinya Ellen dan ibundanya di hotel tempat mereka menginap
dibilangan Menteng, Jakarta Pusat. Malam itu menurut rencana akan
diadakan diskusi buku Rampokan Jawa, di toko buku Kinokuniya, Plaza
Senayan. Namun sebelumnya kami berniat mengajak Peter sekeluarga
makan malam. Sambil menunggu ibundanya bersiap, kami berempat
ngobrol di café hotel. Peter bercerita tentang suasana konferensi
pers semalam di Erasmus Huis, sambil melihat-lihat koleksi foto yang
sudah kami cetak untuknya.
Sangat menarik mendengar ceritanya bahwa ia nyaris menandatangani 70
buku malam itu. Ia hampir tak dapat menerangkan karya-karya
eksibisinya kepada para tamu. Ia sempat bercakap-cakap dengan
Rosihan Anwar dan komikus senior kita, Dwi Koen. Ellen
memperlihatkan foto Peter mengenakan kemeja batik hadiah dari saya.
Benar-benar kocak melihat seorang Londo muda memakai kemeja batik.
Peter juga bercerita para pegawai hotel menyambut senang, saat
melihat Peter dengan kemeja batik. Erasmus Huis rupanya juga
berencana untuk membawa materi eksibisi (termasuk karya para komikus
muda Indonesia) ke Yogyakarta dan Semarang. Pihak Erasmus sangat
gembira saat mengumumkan bahwa tamu yang hadir lebih dari 100 orang,
dan acara ini merupakan rekor tertinggi sepanjang sejarahnya.
Kami juga sempat ngobrol tentang musik 80an. Peter rupanya penggemar
berat Madness dan Duran Duran, dan bercerita tentang konser mereka
baru-baru ini. Saya ceritakan bahwa saya penggemar berat Human
League dan Tears for Fears. Emang dasarnya kami satu generasi,
obrolan musik pun nyambung. Saat saya cerita kalo baru saja beli CD-
nya ABC, wah mereka berdua juga surprised. Sudah lama ngga dengar
band ini. Peter cerita kalo dia masih memutar banyak koleksi
piringan hitamnya. Saat kami sampai di band Buggles, saya cerita
kalo album keduanya sangat sulit didapat. Akhirnya CD album kedua
Buggles saya dapat di Jepang. Sempat juga nyerempet ke kelompok
sirkus top Kanada, Cirque du Soleil. Rupanya kami nyambung juga
karena sama-sama fans berat Cirque du Soleil. Bedanya (lagi-lagi)
Peter dan Ellen sempat menyaksikan pentas Dralion di Belanda. Oya,
sebagai kenang-kenangan saya hadiahkan album Karimata, Jezz. Mudah-
mudahan mereka suka jazz fusion + musik etnik Indonesia.
Sepanjang perjalanan, kami menjadi tour guide bagi para tamu.
Terutama pada beberapa bangunan historis kota Jakarta. Peter rupanya
mengenali patung Selamat Datang di bundaran Hotel Indonesia. Ia juga
menanyakan patung Arjuna Wijaya yang terletak didepan Bank
Indonesia, serta kompleks Senayan. Ia bahkan juga fasih bercerita
tentang perjuangan legendaris Jendral Sudirman. Jalanan belum padat
dan kami beruntung dapat tiba di Plaza Senayan dalam 30 menit.
Kami langsung menuju restoran Waroeng Podjok di lantai 3. Seperti
sudah kami duga, para tamu sangat senang dengan suasana tempo doeloe
restoran tsb. Ia bahkan bercerita koleksi lukisan repro miliknya
yang salinannya terdapat di dinding restoran. Sambil membaca menu,
ibundanya sibuk menanyakan apakah Waroeng Podjok menyajikan es
cendol. Rupanya minuman ini kegemarannya. Ia bercerita di Belanda,
es cendol termasuk mahal. Sekitar Euro 3.5 sementara rata-rata di
Indonesia Rp 3.000,- alias Euro 0.25. Pernah dicobanya membuat es
cendol, namun gagal. Walaupun saya konfirmasikan bahan dan cara
pembuatannya, ia tetap mengatakan (saat itu) hasilnya tidak serupa.
Tidak lama Iwan Gunawan, Syamsuddin dan Saut bergabung. Mereka sibuk
bercakap-cakap dengan Peter dan Rieza, sementara saya ngobrol dengan
ibunda Peter dan Ellen. Mereka bertanya tentang beberapa menu
makanan dan saya berusaha menerangkannya sebaik mungkin. Rupanya
ibunda Peter sering masak masakan Indonesia, walaupun hanya 4 jenis.
Ellen bercerita bahwa seluruh keluarga sangat senang jika ada acara
spesial dengan menu Indonesia.
Saatnya memesan makanan utama. Ellen memesan ayam gorang ketumbar,
Peter nasi gudeg, ibundanya tahu bacem. Kami minta bantuan pelayan
untuk mengambil beberapa foto. Tak lama Pandu Ganesa, Prama dan
istrinya bergabung. Jadilah acara makan malam yang sangat meriah.
Sempat juga ada perbincangan tentang wisata ke Bandung. Rupanya
ibunda Peter juga pernah beberapa kali ke Bandung, dan sangat
tertarik mendengar adanya jalan tol. Dengan jalan tol itu, Jakarta-
Bandung bisa ditempuh kurang dari 2 jam.
Makanan pun datang dan kami sibuk menikmati hidangan. Nampak para
tamu Londo kita sangat menikmati hidangan khas Indonesia. Peter
bercerita bahwa selama di Minangkabau, ia sangat menyukai daging
rendang, sayur nangka dan beberapa yang lain. Ibunda Peter bahkan
mencari kripik nangka, dan saya membantu menuliskannya diselembar
kertas.
Iwan bercerita proyek majalah Sekuen yang sedang ia buat. Peter
menawarkan untuk membuat beberapa ilustrasi yang tentu saja disambut
baik. Ia berjanji segera setelah sampai di Belanda, ia akan mulai
mengerjakannya. Saya lalu ingat bahwa Peter tidak memiliki alamat
email (selama ini kami berkomunikasi melalui email Ellen). Hari gini
ngga punya email? Ellen menjawab itu sudah menjadi pertanyaan banyak
orang dan Peter berjanji akan segera membuat. Ia juga sempat
bertukar cerita dengan Iwan tentang komputer Mac miliknya.
Tak terasa waktu menunjukan 19.40 dan kami harus segera bersiap
menuju Kinokuniya.
Surjorimba Suroto
From: "suryo_anglagard"
Date: Thu Sep 8, 2005 4:14 pm
Subject: Diskusi Buku: Rampokan Jawa
Suasana di salah satu pojok Kinokuniya sudah ramai. Nampak berderet
kursi lipat dan dua buah sofa sudah menanti, serta standing banner
cantik persembahan Pandu Ganesa. Para pengagum menyambut Peter dan
bergantian menyalaminya. Sementara menunggu pembicara tamu, tampak
staf Pandu Ganesa menyiapkan stok Rampokan Jawa. Dalam sekejap meja
kecil itu dikerumuni pembeli.
Tak lama Rani Ambyo (penterjemah Rampokan Java) dan Yusi Pareanom
(mantan wartawan Tempo) hadir dan acarapun segera dibuka oleh
moderator Hikmat Darmawan. Para pembicara tamu mendiskusikan
Rampokan Jawa dari banyak aspek. Sayang saya tak menyimaknya karena
terlibat rapat kecil dengan rekan-rekan KomikIndonesia.com di ujung
lorong. Maklum, karena urusan serius terpaksa mencari tempat yang
agak sunyi.
Seorang penggemar bertanya, Maria seorang wanita setengah baya,
tentang mutu terjemahan yang menurut dia ada beberapa kekurangan.
Contohnya tentang arti `Rampokan' itu sendiri. Kritik lain adalah
wajah orang Indonesia dibuat Peter lebih mirip Indocina (Vietnam/
Laos?). Ia juga mengkoreksi pendapat Yusi, yang mengatakan mustahil
orang Indonesia makan roti dengan sambal (seperti dalam Rampokan
Jawa). Menurutnya di Manado, bahkan mereka terbiasa makan pisang
dengan sambal. Maria juga menyarankan agar pada Rampokan Celebes,
akan lebih menarik jika dapat merangkai beberapa `bahasa gaul'
masyarakat kita pada periode 1945-1947.
Anto Motulz, pencipta komik Kapten Bandung, sempat memberi komentar
perihal banyaknya kritik tentang perawakan orang Indonesia yang
nampak seperti Indocina. Baginya itu tidak perlu menjadi soal. Pada
komik Jepang pun, tak ada yang mempermasalahkan mata yang tampak
besar. It's just a comicbook. Pencipta komik Caroq, Thoriq, juga
berkomentar bahwa ia mengagumi Peter dari gaya hidupnya. Ia tidak
minum bir dan tidak merokok. Seharusnya itu bisa kita teladani, jika
ingin menjadi komikus yang sehat dan berprestasi. Hikmat sempat
bertanya tentang sebuah ilustrasi karya Peter van Dongen yang dibuat
untuk sebuah program TV. Disitu tampak Peter membuat beberapa
gambar, yang bisa luput jika tidak teliti, dari beberapa komikus
legendaris. Peter mengakui bahwa selain Herge, ia juga mengagumi
beberapa karya lain. Bisa dikatakan gambar-gambar tsb merupakan
persembahan bagi mereka.
Tak dapat berlama-lama karena keterbatasan waktu, acara diskusi
ditutup dan dilanjutkan dengan sesi tanda tangan dan foto bersama.
Dengan sabar para penggemar sekitar 60 orang mengantri berbaris
menanti giliran. Pada umumnya mereka membawa buku Rampokan Jawa.
Seorang penggemar, Santi Rahmayanti dari milis Komik Alternatif,
membawa t-shirt Station Beos yang digambar Peter van Dongen untuk
Komunitas Sahabat Museum. Acara ditutup dengan foto bersama Peter.
Setelah berbincang-bincang sebentar dengan beberapa rekan Erasmus
Huis, Peter sekeluarga kembali ke hotel. Dalam perjalanan Peter
menanyakan beberapa pertanyaan yang baginya kurang jelas. Dari semua
itu yang sempat jadi perbincangan menarik kami berlima adalah
sepotong kisah paham komunis di lembaran Rampokan Jawa. Peter, Ellen
dan ibundanya bercerita bagaimana gerakan komunis berjalan saat
Perang Dunia II di Belgia dan Eropa. Bagaimana sikap masyarakat
Belgia saat itu terhadap paham komunis.Tidak banyak pengikut partai
komunis yang secara gamblang membuka identitasnya kepada publik.
Walaupun di Rusia dan Cina paham komunis berkembang pesat sejak
Lenin dan Mao (sampai runtuhnya Uni Soviet), namun tidak demikian
halnya dengan Eropa daratan. Berbagai latar belakang lainnya menjadi
diskusi menarik. Itulah sebabnya tokoh Erik Verhagen (dalam komik)
menyembunyikan jatidirinya yang pengikut aliran komunis.
Setibanya di hotel, kamipun berbincang-bincang singkat dan saling
mengucapkan terima kasih atas berbagai kesempatan selama tiga hari
ini. Kamipun sepakat menyempatkan waktu untuk bertemu lagi dan
mengadakan diskusi buku akhir September ini. Namun itu apabila tidak
ada halangan, karena Peter akan segera kembali ke negerinya (setelah
perjalanan ke Makasar, Bali dan Jakarta lagi).
Pengalaman bersama Peter van Dongen (dan keluarganya) memberi
kenangan manis bagi kami semua. Mudah-mudahan akan ada kesempatan
serupa, saat Rampokan Celebes diterbitkan dalam bahasa Indonesia.
Kemungkinannya memang kecil, tapi tidak ada salahnya kita selalu
berharap. Siapa yang tahu masa depan kita?
Kini perjuangan yang sebenarnya dimulai………..mampukah Rampokan Jawa
meraih sukses pasar? Semoga publik menyambutnya dengan antusias.
Surjorimba Suroto
And this is something to look forward to: Rampokan Jawa in Koran Tempo. It's a pity that not all articles are freely accessible through the Internet (you have to be a paying registered member), so I just hope somebody can find the electronic version of the article and post it in the mailing list.
From: "suryo_anglagard"
Date: Thu Sep 8, 2005 5:11 pm
Subject: Rampokan Jawa di Koran Tempo
Jika tak ada halangan, Jum'at 9 Sept 2005 Koran Tempo akan menurunkan
liputan konferensi pers dan eksibisi EH: Rampokan Jawa dan Komikus
Muda Indonesia. Mudah2an sambutan pembaca antusias dan mulai mencari
komiknya. Pak Pandu, udah siap ngga nih batch kedua? Ntar toko2
kebanjiran demand, tapi supply ngga ngejar. ah, tapi pak Pandu pasti
te-o-pe =)
BTW, saya juga diwawancara tadi malam oleh Koran Tempo perihal
tutupnya Radio M97 FM (nggada hubungannya dgn komik). Mereka tertarik
meminta pendapat saya, selaku orang yg pernah aktif di radio tsb (1999-
2001). Artikel ini rencananya turun Sabtu, 10 Sept 2005.
Dan jangan lupa setiap Koran Tempo Minggu, ada karya Beng Rahadian dan
komik Godam: Godam Gadungan.
suryo
ps. Rekan2 lain mohon bantuannya utk monitor surat2 kabar/ website
jika ada berita ttg Rampokan Jawa. thx
itu si suryo terlalu rendah hati tentang selera musiknya: musik 80-an :) padahal dia dedengkotnya m-claro & progrock. emailnya saja; anglagard, itu grup progresif rock yg aku saja uma punya mp3-na.
ReplyDeleteaku ada akses ke koran tempo, nanti aku carikan
Koran Tempo
ReplyDeleteJum’at, 09 September 2005
Budaya
Pameran Komik Aroma Eropa
Memberi ruang bagi komikus aliran Eropa.
Jakarta -- Garis gambarnya bersih, tak terlalu banyak arsiran. Bagi Anda yang tumbuh remaja pada 1970 hingga 1990-an dan hobi membaca komik, tentu tak asing dengan proporsi gambar ini. Ya, karya komikus Belgia Herge, Tintin, ini begitu terkenal hingga memberi inspirasi bagi para komikus-komikus dunia.
Inspirasi bentuk gambar Tintin pun dengan setia ditekuni oleh Peter van Dongen, komikus Belanda yang tengah menggelar pameran komiknya di Erasmus Huis, Jakarta, hingga 30 September. Bersamaan dengan pameran ini, Peter juga meluncurkan buku komik Rampokan Jawa versi Indonesia di Tanah Air.
Komik Rampokan Jawa sendiri telah mengantarkan pria kelahiran 1966 ini meraih penghargaan Stripschappening, sebagai buku komik terbaik di Belanda pada 1999. Komik ini sempat menjadi kontroversi di negara asalnya karena banyak pihak yang keberatan dengan gaya penceritaan Peter yang terlalu membela Indonesia. Dalam komik ini, Peter menggambarkan perjuangan seorang pemuda Belanda, John Knevel, yang mencari jati dirinya di Hindia Belanda, tempat ia pernah dibesarkan.
Karena itu, dalam hajatan untuk memperingati 60 tahun Indonesia merdeka ini, Peter diundang untuk menampilkan beberapa halaman dari sketsa awal komik Rampokan Jawa yang masih berupa gambar hitam dan putih. Sementara itu, ditampilkan juga beberapa halaman lain yang telah diwarnai dengan warna cokelat, hitam, dan putih.
Selain Rampokan Jawa, Peter juga mengeluarkan Rampokan Celebes, sekuelnya pada 2004. Dalam pameran ini, sampul depan Rampokan Celebes pun turut ditampilkan. Selain kedua komiknya, Peter juga menampilkan beberapa gambar Hotel Rex di Batavia dan Medan dengan format gambar perangko.
Garis-garis zaman dulu begitu kuat melekat di karya-karya Peter. Warna yang dipilihnya pun cenderung kelam, seperti hijau lumut, cokelat tua, dan kuning lembut yang menyiratkan elegi masa lalu. Dia mengakui, masa lalu seolah menjadi obsesi tersendiri baginya. "Saya memang menyukai komik-komik yang bercerita tentang masa lalu, " tuturnya.
Gambar-gambarnya tentang kondisi Kota Batavia, Medan, Surabaya, dan Makassar ataupun gambar transportasi serta pakaian penduduk pun sangat mirip dengan kondisi saat itu, pada 1946. Menurut Peter, ia melakukan riset khusus agar hasilnya sesuai dengan kondisi sebenarnya.
Dalam pameran yang menampilkan 40 item ini, Peter tak sendiri. Tampil pula karya empat komikus Indonesia yang selama ini menggeluti komik dengan aliran Eropa, yakni Anto Motulz, Dwinita Larasati (Tita), M. Cahya Daulay, serta Beng Rahadian. Berbeda dengan Peter, karya mereka berempat sarat energi kekinian.
Tita, misalnya. Satu-satunya komikus perempuan di pameran ini, menampilkan diary komik. Ia menggambarkan kegiatannya sehari-hari dalam bentuk sketsa, sejak bangun tidur hingga akan tidur. Di Belanda dan Eropa pada umumnya, bentuk komik yang dipilih Tita bukanlah sesuatu yang unik. Namun, di Indonesia tampaknya tak banyak yang cukup sabar menggambar bentuk-bentuk yang sama dalam jumlah banyak dan bertutur tentang kegiatan sehari-hari.
Sementara itu, komikus termuda, Cahya, menampilkan beberapa halaman dari komik Para Lodra. Komik yang bercerita tentang perjuangan ayah dan putranya dalam mencari arti hidup ini terasa diinspirasi komik-komik Indonesia masa lalu, seperti Si Buta dari Gua Hantu.
Sedangkan warna-warna cerah langsung menantang mata pengunjung dalam karya komik Motuls, Petualangan Kapten Bandung. Seperti Herge yang banyak memakai warna, Motulz pun menggunakan pakem yang sama, meski garis gambar mereka berbeda.
Komik pun bisa menjadi sarana ungkapan keprihatinan atas kehidupan sehari-hari. Karya Beng Rahadian, yang didominasi warna hitam dan putih, bertutur tentang kegalauan pria homoseksual dalam memandang orientasi seksualnya. Dari komik-komik inilah, kita bisa melihat bagaimana komik atau kartun tak harus selalu lucu. sita planasari a
banyak juga track-nya, 'ta.....asyiklah
ReplyDeletewah, sering-sering posting begini buehehehe ... salam kenal
ReplyDeletemakasih ya gam artikelnya! asiiik.
ReplyDeleteiya banyak nih so, lagian utk urusan filing, gue rada2 'hamster' nih (semua ditimbun :P)
ReplyDeletetrims udah baca2 thread yg panjang ini .. :D salam kenal juga
ReplyDeletePak Pandu Ganesha ini khan ketua Indo Karl May khan? Kalau gak salah juga warga JS. Wah besok sabtu aku beli deh tuh Koran Tempo. Kalau yang tanggal 9 sept sih udah basi susah carinya, hehehe, tadi aku juga gak sempet beli di setasiun. Sebenarnya sih dulu langganan, cuman stop awal bulan ini karena tight budget :)) Ntar aku scan deh kalau bisa Mbak.....
ReplyDeleteKayak deja vu, sebelumnya aku pernah denger dimana ini ya Rampokan Jawa, kayak pernah denger dan pernah diceritain gitu tapi entah oleh siapa....
bener, pak pandu ini dedengkot karl may (juga member js). beliau yg nerbitin rampokan versi indonesia.
ReplyDeleteartikel yg dari koran tempo udah ada cak, di-fwd sama agam (makasih ya gam!) di thread journal ini.
udah pernah denger2 soal rampokan? dari multiply-ku ini mungkiiin. aku kan pernah nulis ttg peter dan rampokannya, beberapa kali. monggo di-browse lagi :D
hihihihi jadi kalo kita setop merokok dan minum bir bisa jadi komikus ya? hahahahah. lutju deh, kesannya 4 sehat 5 sempurna jaman dulu. Chicaaaaaaaaaaaaa :))
ReplyDeleteTerus yg bilang begini si Thoriq pula.. hahaha.. Riiq, ka mana waee (ada MP-nya juga lho dia :P)
ReplyDeletePeter nge-bir mah masih deh, apalagi kalo abis main bola :)
kekekkekkeee... skrg kan emang lagi hamster wiken... hihihihhi...hamster...:D
ReplyDeleteEmail Your CV to : working.in.bali@gmail.com
ReplyDeleteVacant Positions November 2008
All positions will be based in Bali
Are you the ONE we are looking for?
Apply Today!
Vacant positions and attractive packages offered for:
RUSSIAN GUEST RELATION OFFICER - NATIVE (Badung)
Minimun 3 years experience in the same position,
Service Oriented, Good personality,
Good performance, Highly motivated and responsible.
Salary USD 1000
Housing, Meal, Accommodation
GRO JAPANSE SPEAKING (Kuta & Nusa Dua)
Female, max 26 years old, Good Communication Skill
English and Japanese ability
Computer literate
Take home pay +/- 4,5 millions
GRO KOREAN SPEAKING (Nusa Dua)
Female, max 26 years old, Good Communication Skill
English and Korean ability
Computer literate
Take home pay +/- 4,5 millions
RUSSIAN GUEST RELATION OFFICER - SPEAKING (Nusa Dua)
Female, max 26 years old, Good Communication Skill
Service Oriented, Good personality,
Good performance, Highly motivated and responsible.
Take Home Pay +/- 5,5 millions
Marketing Mandarin Market (Travel – Denpasar)
Must be fluent in Mandarin or Hokkian
Can operated Windows & internet
Has relationship and networking with travel agent in China / Taiwan
Diligent, honest, and hard worker
Salary Rp 4 – 6 million / month
Store Shop (Diving Company – Sanur)
Good Communication in English, Easy going people,
Honest, Love to meet people, Want to learn something new,
Advantage if has diving as hobby
Salary 2,3 millions (take home pay)
ASST. MANAGER – Wedding Company (Nusa Dua)
Male, > 27 years old, Windows Program, Good looking,
Hard worker, Can speak Japanese, Good English Skill,
Multi task, Accounting, Handle Office
Range of basic salary 2.5 – 3.5 millions
And many vacant positions
PLEASE FIND ON THE ATTACHMENT
(Excel – Vacant Positions – Blast Email)
To apply, send your CV to: gunawan@jac-recruitment.co.id
or contact: Mr. Gunawan or Ms. Alit in 0361 762 101
Please, send this to your friends, family or neighbors that might need a better opportunity in a famous island !!
PT. JAC Recruitment (Bali Branch)
Papaya Fresh Gallery Jl. Patih jelantik Kuta Bali 80361{P} +62361 762 101 | {F} +62361 762 101
Our Head office are located in Jakarta,with representative office in Bekasi and Bali
Find Us Online!: www.jac-recruitment.co.id
--------------------------------------------
No Service Payment from Candidate/Job Seeker
We have had the pleasure of making contact with you and we greatly appreciate your trust in our service. You received this email because you used our service in the past or registered in the website or events. We respect your online time and privacy. If you would like to be removed from Future JAC Short- Mailing Service, please click here and submit your request.
Questions or Feedback? Reply this email directly. About us?, visit www.jac-recruitment.co.id