A coverage from yesterday's discussion session at Kinokuniya Plaza Senayan, from komik alternatif mailing list:
From: "Rieza FMuliawan" Date: Thu Sep 8, 2005 7:22 am Subject: Review : Rampokan Belanda Bau Keju |
Sudah hampir tiga hari berdekatan terus dengan Peter Van Dongen (plus Ellen istrinya, dan Ibunda Peter), tapi tidak ada bau keju disebarkan dari badan mereka, jadi kalau Belanda bau keju itu saya anggap mitos, karena sudah saya buktikan sendiri. Sama seperti mitos yang bilang kalau jaman dulu para prajurit kita melawan Belanda itu menggunakan bambu runcing. Dalam komiknya Rampokan Java, Peter menggambarkan kalau para prajurit Indonesia juga sudah bersenjata bedil bahkan ahli dalam memasang ranjau jenis bom tarik (ini saya kutip dari komentar salah satu dosen senior ITB) ketika mencegat rombongan truk prajurit Belanda di Bandung. Saya jadi ingat film perang kolosal "Mereka Kembali" sutradara Nawi Ismail, gara2 melihat hasil salah satu koleksi Pak Hans Jaladara yang ternyata adalah pembuat poster film-nya. Film ini mengisahkan tentang long march para prajurit Siliwangi ke Jawa Barat dari Jogja di jaman agresi militer Belanda. Saya memang bodoh dalam sejarah, karena yang fasih bercerita mengenai kejadian long march pasukan Siliwangi ini adalah Peter Van Dongen setelah melihat Patung Jendral Sudirman yang sedang sendirian di jalan Sudirman di perjalanan menuju Senayan. Tapi mental Indonesia adalah mental sok tahu, lantaran malu karena tidak tahu sejarah bangsa sendiri, ya sudah saya cerita saja ngalor ngidul mengenai Jend. Sudirman ini, yang ternyata beberapa kali dikoreksi dengan keras oleh Peter, ah emangnya gue pikirin, muka saya sudah terlatih cukup tebal dengan sikap sok tahu ini, jadi ya ngalor ngidul saja terus. Terimakasih untuk yang telah hadir di Erasmus tgl 6 September dan Kinokuniya kemarin malam. Dalam sejarah pameran yang diadakan oleh Erasmus Huis, maka pameran Peter Van Dongen dan rekan komikus Indonesia adalah yang tersukses dari segi pengunjung yang mencapai 100 orang lebih dalam satu malam. Di Kinokuniya kemarin, hadir sekitar 70-an orang berbagai kalangan yang penasaran dengan Rampokan dan Peter van Dongen. Berbagai kalangan, misalnya ; Staf kedutaan, penerbit, para wartawan, pekerja seni, aktivis komik, peminat-pembaca dan pemerhati komik, pengunjung biasa, komikus muda Indonesia, dan mereka yang menyamar menjadi komikus. Nah untuk golongan terakhir ini, ialah mereka yang menyamar menjadi komikus diantaranya adalah saya sendiri, Hikmat Darmawan, Dedi Gede Sugianto, Syamsudin, Pam, Setya Adyaksa, Iwan Gunawan dan Surjorimba. Boleh dibilang lantaran kuper..ya sudah kita pura2 saja jadi pengamat komik dan komikus sambil ngomong keruan sok tahu kesana kemari. Komikus muda beneran yang hadir juga cukup banyak ; Thoriq, Beng Rahardian, Rowal, Arif, Zarkie, Motul Kapten Bandung, dan banyak lagi yang berasal dari studio2 yang berbeda. Bahkan ada yang datang dari Bandung. Tapi yang paling membuat segar adalah kenyataan dari sekitar 70-an pengunjung yang hadir untuk Peter Van Dongen, terdapat kira-kira 15 orang tamu berjenis kelamin perempuan. Bandingkan dengan pengunjung temu komikus dari komikindonesia.com beberapa waktu yang lalu dengan Kus Bram, Gerdy, Kelana, Hasmi ..yang hampir semuanya adalah laki laki tua usia, wah garing betul ya !. Kabar gembira juga dilontarkan oleh beberapa komikus yang namanya sudah menjulang di sejarah komik indie Indonesia. Ada isyu kalau Thoriq akan segera membawa Caroq keluar dari persembunyian. Motul berniat membawa Kapten Bandung edisi baru jalan jalan di tol baru Cipularang - bahkan Kapten Bandung edisi baru akan diberi judul Tol Cipularang, wah Molotov hidup lagi ?, Beng sudah juga selesai dengan komik yang bercerita tentang homosex,...untung bukan saya yang dijadikan model komik baru Beng ini. Tapi kok modelnya mirip Hikmat ya... ?. Tapi yang saya tunggu2 jelas adalah komikus muda pujaan baru saya, M. Cahya dengan Para Lodra. Bicara dengan Mr. Marteen - Erasmus Huis, beliau bilang secara bercanda..melihat antusias publik yang tidak disangka sangka, mungkin Erasmus harusnya melakukan lagi opening. Dan memang kenyataannya Peter di daulat untuk kembali hadir di Erasmus hari ini pukul 9 pagi, yang berjanji dengan sebagian komikus Indonesia untuk melakukan coaching clinic dan tukar menukar ilmu. Ketika saya menulis ini kemungkinan acara tersebut masih berlangsung. Buat Pandu Ganesa sebagai penerbit, tentunya tidak ada yang lebih menyenangkan selain melihat buku Rampokan yang disediakan malam itu habis terjual. Di Erasmus tinggal berapa biji lagi, kemarin malam di Kino malah habis terjual. Peter sendiri tidak menyangka kalau kunjungannya ke Jakarta ternyata menjadikan komunitas komik Indonesia semakin bergairah. Dia hanya menjadwalkan untuk hadir di Erasmus satu hari untuk pembukaan pameran biasa, dan sisanya berjalan jalan di Jakarta. Ternyata harus menemui ratusan orang penggemar komik yang mengantri meminta tanda tangan dan berfoto. Terus terang sebagian panitia jadi tidak enak dengan kejadian ini tapi beruntung Peter punya pribadi yang hangat dan tidak mempersoalkan hal yang di akuinya membuat staminanya jadi kendor. Anda memperhatikan karakter Verhangen di komik Rampokan Jawa ?, saya mempersoalkan tentang orientasi politik Verhangen sebagai seorang komunis dalam perjalanan mengantar pulang Peter kemarin malam. Ternyata saat itu, tahun 1946an, pilihan menjadi seorang komunis adalah hal yang tidak populer di Belanda. Apalagi setelah jaman perang dingin antara AS dan US. Sehingga tidak heran kalau Verhangen tidak memproklamirkan secara radikal kalau dirinya adalah seorang komunis. Malah pilihan politiknya menjadi komunis menjadi bahan ledekan kawan2 se-perjalanan menuju Hindia Belanda, sampai akhirnya dia mengalami kecelakaan. Saya bilang, komik ini akan mendapat revisi habis2an andai diterbitkan di masa Presiden Suharto yang memang sangat anti dengan segala sesuatu yang berbau komunis. Di jaman itu entah kemudian penerjemah Rani dan editor Hikmat harus memakai kata apa agar supaya detail kecil dalam cerita soal komunis ini bisa lolos. Tidak mudah memang mengikuti isi cerita komik Rampokan. Peter bilang secara teknik gambar dia hanya terpengaruh oleh Herge satu-satunya, tapi story telling dia sangat terpengaruh oleh film. Jadi tidak heran kalau kita akan kesulitan mengikuti cerita Rampokan lantaran kita musti memperhatikan visualisasi simbol , dan yang paling penting, kita juga musti sedikit paham mengenai sejarah Indonesia dan dunia tahun 1946an. " Take your time, read carefully, watch the picture and symbols "..begitu advisenya agar cerita Rampokan bisa dimengerti oleh para pembaca bahkan untuk para pembaca di Belanda sekalipun. Dan Rampokan itu bukan kata yang berarti rampok, perampok, atau maling. Mungkin kata seharusnya adalah Rampogan. Jaman dulu tahun 1910an, di Jawa (Blitar ?)ada upacara tradisional, sebetulnya bukan upacara, tapi mungkin atraksi. Atraksi adu harimau dengan orang. Ada juga disebut atraksi memburu harimau alias tiger hunting. Orang yang diadu dengan harimau ini, dipercaya adalah seorang berilmu yang bisa menundukan harimau dengan berbagai cara terutama kemampuan ilmu dari dalam, Peter bilang karena para pawang ini baru pulang dari Mekkah makanya mereka jadi berilmu. Mirip macam gladiator, tapi Peter melukiskan orang ini seperti dukun di tivi yang senang memakai kaca mata hitam berbaju hitam. Johan Kneivel adalah seorang putra seorang pegawai di Hindia ( Indonesia ), musti pergi ke Belanda untuk belajar sesaat sebelum perang dunia ke II. Kerinduannya akan Hindia, masa lalu masa kecil di negri tropis Indah Hindia yang ber laut , terutama pada figur pengasuhnya di masa kecil, yang disebut dengan nama panggilan ninih, kemudian membuat dia memutuskan untuk pulang ke Hindia (Indonesia). Dalam perjalanan pulang ke Hindia , secara tidak sengaja Johan mencelakai seorang penumpang kapal lainnya, yaitu Erik Verhangen. Belakangan ketika melihat identitas Erik, diketahui kalau Erik juga ternyata adalah seorang Hindia yang lahir di Jawa, dan seorang simpatisan dari partai komunis. Johan kemudian tiba di Tg Priok, menjadi seorang tentara Belanda pendudukan. Di Jakarta sendiri saat itu (Batavia) keamanan dijaga oleh pasukan gurkha India dari Inggris. Kejadian di kapal ketika Verhangen harus celaka di tangannya ternyata masih terus membayangi kemana dia pergi, bahkan sampai menghantui. Tidak jarang Johan serasa melihat dan di ikuti oleh arwah Verhangen kemanapun dia pergi, malah "hantu" halusinasi Verhangen ini juga berani nongol siang bolong di cermin yang dipakai tukang cukur ketika Johan sedang cukur rambut di bawah pohon. Johan dan Fritz, teman karib nya hidup luntang lantung di Hindia menunggu penempatan sampai akhirnya bertemu dengan seorang yang mengaku wartawan bernama Bennie Riebeek. Sampai singkat cerita Fritz terlibat dalam mafia penyelundupan atau tepatnya penggelapan minyak bekerja sama dengan seorang cina pemilik toko kelontong terbesar di Bandung bernama Ong dan Bennie Riebek. Johan sendiri terlambat mengetahui bahwa dirinya terjebak dalam konspirasi jaringan pedagang gelap minyak selundupan, dan harus melarikan diri dengan Lisa -seorang wanita lokal berdarah ambon cina yang bekerja sebagai pembantu di tangsi militer, Antonie Van Dalen- ketika jaringan perdagangan minyak gelap ini diketahui oleh pemerintah kota dan warga setempat. Warga (seperti biasa) kemudian melakukan main hakim sendiri dengan aksi vandalisme dan penjarahan di toko kelontong milik Ong. ( ternyata urusan penjarahan ini adalah bagian melekat di sejarah Indonesia dan suatu kebiasaan yang sudah ada sejak dulu dalam sejarah Indonesia. Selalu saja dalam krisis politik kemudian terjadi aksi-aksi vandalisme dan penjarahan yang sasarannya adalah etnis tertentu sampai sekarang yang sudah 60 tahun kemudian ). Fritz yang tertangkap oleh polisi pemerintah kota, dengan cerdik kemudian menfitnah Johan yang sedang dalam pelarian bersama Lisa. Nasib malang bagi Johan, dalam pelarian dia kemudian terjebak di bencana banjir besar dan tanah longsor sehingga harus terpisah dengan Lisa. Johan sendiri kemudian cedera dan hilang ingatan. Ketika ditemukan, Johan sedang meracau mengenai masa lalunya dengan ninih si ibu asuh masa kecil. Lebih parah lagi, kalung identifikasi khas militer yang berfungsi sebagai tanda pengenal tentara harus hilang di telan banjir. Satu-satunya yang masih tersisa di badan adalah sebuah buku identitas milik Verhagen yang masih terus disimpannya, sehingga Johan dianggap sebagai Verhagen. Padahal saat itu Verhagen sudah di anggap sebagai seorang buronan yang desertir. Rupanya Johan kemudian harus menerima identitas barunya menjadi Verhagen sang desertir....tapi apakah benar demikian dan bagaimana petualangan Johan selanjutnya? Terus terang saya juga penasaran dengan cerita selanjutnya - gara2 ketidak becusan membaca bahasa Belanda. Bantulah mempromosikan dan membeli buku ini agar kemudian pihak penerbit mempunyai cukup uang memproduksi sequel Rampokan Jawa yang berjudul Rampokan Celebes. Supaya saya anda dan teman2 lain yang sudah membaca Rampokan Jawa bisa segera membaca sequel buku komik ini. Atraksi rampogan, dukun berbaju hitam, harimau macan kumbang hitam, Johan, Verhangen dan Lisa.....semuanya saling berkaitan dalam hubungan metafora dan simbolisasi. Macan yang marah karena mau di adu untuk ditangkap ini adalah simbolisasi dari penguasa kolonial saat itu. Jangan kaget kalau kemudian Peter gemar menggambar plang reklame obat macan di sepanjang cerita, artinya Peter sedang bermain main dengan simbol. Ketika saya tanya Peter, apakah saat itu tahun 1946 memang terjadi banjir bandang di Bandung sehingga dijadikan background ? Peter sambil tertawa menjelaskan, itu hanyalah reka-rekaan saja, toh di Indonesia ini mungkin setiap quarter musim hujan selalu saja terjadi banjir atau longsor dimana-mana, seperti yang dia lihat sendiri di Padang bulan lalu. Wah jago juga dia berkelit , tapi cukup beralasan. Kritik dari berbagai pembaca kemudian mengarah kepada karakterisasi gambar orang Indonesia di buku ini. Banyak yang bilang gambar Peter untuk orang Indonesia terlalu banyak dan mirip dengan orang indocina yang berkulit kuning dan mata sipit. Peter menjawab itu memang tidak sengaja dan sebagai salah satu pengaruh berat Herge di buku Tintin Lotus Biru yang menggambarkan orang2 asia Indocina dan juga penggambaran Herge terhadap orang Indonesia di buku Penerbangan 714 yang mirip Indocina. Tapi komentar menarik datang dari Motul, dia bilang orang2 Jepang di buku komik manga itu semuanya bermata bulat dan besar kebalikan dari yang seharusnya bermata sipit, jadi kenapa musti dirisaukan ?. Selain kritik-kritik diatas nyaris komik Rampokan ini dianggap sempurna baik dari segi details, ornamen dan riset sejarah, apalagi memang gaya gambar Peter yang membangkitkan nostalgia akan jaman Indie Mooi. Tapi ada koor paduan suara dari panggung, ketika semua hadirin setuju bulat mufakat bahwa hanya dengan melihat gambarnya saja, rata-rata mereka mengaku memutuskan memiliki buku ini sebagai obat rindu terhadap komik ....Tintin , the best comic ever ! |
And here's another posting at the same mailing list:
From: Santi R Date: Thu Sep 8, 2005 8:15 am Subject: Me and Rampokan Java |
Rabu, 7 Sept, mendekati waktu magrib di depan komputer. Cepet2 beresin kerjaan, rapi2in meja seperlunya, trus cabut ke halte busway Karet menuju Ratu Plaza. Langsung ke pintu belakang, ke Plaza Senayan, naik ke lt.5, gak pake acara windowshopping dulu..Kinokuniya...Kinokuniya... Eh, bangkunya masih pada kosong, cuma liat Mas Hikmat lagi ngobrol, liat arloji, hehe..masih jam setengah 7 rupanya..yaudah turun lagi. Kali ini beneran shopping (dasar cewek...gak bisa liat angka 50% off dikit aja)..dah gitu ketipu pula..50% off-nya utk pembelanjaan berikutnya setelah pembelian 150ribu...Sialan, udah ngomong jadi beli, masa gue bilang gak jadi. Mana SPGnya nungguin lagi dan tadi bantu2 nyari baju ukuran gue. Sebeellll..gue kan jadi punya perasaan antara gak enak kalo gak jadi beli, tengsin kalo bilang batal (emang gue gak punya duit apa)..(idih..gak penting banget baca ginian) Yaudahlah...Peter is waiting for me..hehehe.. Nyampe atas lagi ternyata dah rame, gue ngeliat banyak tokoh dunia komik datang..ada yg kenal, ada yg cuma tau namanya dan ada yang gak nyangka kalo ternyata dia komikus :D Pesohor2nya antara lain Pak Pandu Ganesa (dedengkotnya Paguyuban Karl May Indonesia), Mas Surjorimba dari Komik Alternatif, Mas Iwan Gunawan si penggila komik, eh, kayak liat seseorang mirip Anand Krishna (bener gak ya), trus Pepeng Naif, orang Erasmus (Mas Bob? dan temennya)..dan peserta pameran komik yg gue belom kenal.. Cerita ttg diskusinya ntar lagi aja. Sekarang gue cuma mo cerita ttg gue n Rampokan Java itu sendiri. Gue dah lama juga dengar nama Rampokan Java dan Rampokan Celebes ini (ngingetin ama Jong Java dan Jong Celebes)…tapi baru tau komiknya kemarin waktu di Erasmus Huis..liat yang edisi bahasa londonya punya mas Syam.. Pertama kali baca, terus terang aja gue gak ngerti ceritanya..selain karena kagum ngeliatin ilustrasinya (sama kayak waktu baca Tintin), waktu itu juga udah tengah malem, ngantuk liat teks..dan setelah baca sinopsisnya, gue baca ulang lagi komiknya, baru deh ngerti (oon banget seh) :D Yg gue inget banget dari komik ini : Pas adegan rampokan macan ngelawan pak haji..kok pak haji digambarkan kayak dukun sih. berjubah item, pake kacamata riben lagi... Trus desersi...artinya apa sih? Pembelot gitu ya :p Di bagian perjalanan ke Bandung, memperlihatkan alam parahyangan yang subur, sawah bertingkat2, gunung, jembatan diatas jurang, persis dengan yg gue liat tiap naik kereta Jkt-Bdg. Keren.. Roti isi sambal..tadinya gue kira cuma buat lucu2an, eh, ternyata si londo gendeng (tapi ganteng) itu beneran makan roti isi sambal..hahaha.. Trus Pasar Atom. Baca di sinopsisnya katanya itu di Surabaya. Tapi di komiknya, si Riebeek janjian ketemu Frits di Pasar Atom, toko Ong, jalan menuju Bandung. Trus waktu Johan disuruh nyari piringan hitam Vera Lynn bersama Babu Lisa, mereka juga disuruh ke Bandung, dan Lisa bilang tempat yang tepat ya Pasar Atom itu..kalo jaman sekarang Pasar Atom itu dimana ya? Yang gue tau di Bandung cuma ada Pasar Caringin, Gedebage, Kosambi, Andir, Ciroyom, Suci, Leuwi Panjang, Gordon, Ancol, Kiara Condong, (anjriit..hapal euy.. :D) Suasana pasar tradisional ala Indonesia digambarkan Peter mirip bgt..Cuma ya gak terlalu rame kayak pasar sekarang..ada kakek2 pake celana belacu telanjang dada pake caping lagi bawa pikulan, ibu2 berkebaya dan sarung, tukang cukur dibawah pohon, ada kurungan ayam, sabung ayam, anak kecil tukang semir sepatu, wanita2 berjilbab, laki2 pake baju koko, peci dan sarung mo ke masjid/musholla. Hanya, masjidnya kok pake kentongan ya :D TONG TONG...gak ada suara adzan. Yang agak mengganggu, kalo ada istilah asing atau singkatan, trus dipakein tanda bintang, gue cari2 di halaman bawah gak ada penjelasannya, eh, ternyata di belakang, semua dijadiin satu.. Oya, yang menarik juga, banyak juga gambar cowok telanjang dan maaf, payudara, disini. Waktu blom tau ceritanya, gue masih bingung dengan perpindahan frame2nya, mana bagian yg flashback, mana yang kini. Biasanya kan kalo gambarin masa lalu warnanya agak buram atau abu2 gitu, tapi ini sama semua.. Teknik pewarnaannya yang minimalis, walopun katanya tadinya karena soal itung2an duit, ternyata malah bikin komik ini unik dan kereeeeeeeeenn…beneran!! Pada beli deh.. :D Untuk masterpiece seperti ini yang butuh waktu bertahun2 buat menyelesaikannya (Peter gak suka deadline dan dia sangat perfeksionis), perjuangan untuk menerbitkannya dalam bahasa Indonesia (bahasa Inggrisnya aja gak ada coba! Dan proses penerbitannya cuma 1 bulan!! Bener ya Pak Pandu?).. dengan kualitas kertas yang ok, cover, dll yang sangat mendekati aslinya, juga ditambah dengan adanya misi khusus agar masyarakat kita bisa lebih mengapresiasi komik dan novel grafis sebagai suatu karya seni dan sastra, (komik bukan hanya untuk konsumsi anak kecil, banyak pesan yang bisa kita sampaikan secara grafis)..yah..harga yang ditawarkan menurut gue sangat sangat reasonable... Sekian tanggapan gue. Mohon ditanggapi lagi. Santi A couple of quick responses:
|
o ini to yg yg namanya peter van dongen ternyata nggak tinggi ya. wajahnya juga kita banget. padahal orang2 Belanda yg ada di kantorku dulu, tinggi2 besar.
ReplyDeletenggak sabar nih mau pulang biar bisa beli edisi indonesianya
agam
iya gam, namanya juga belanda-indo (banyak bener di sini), dan gen melayunya yg menang :)
ReplyDeletecomixnya dijual dmana y..ini saya butuh buat tugas akhir kuliah
ReplyDelete