[cerita2 aja] kumpul2 kecil di delft dan amsterdam

Kamis pagi, 7 September lalu, saya ketemuan dengan Prof. Brezet, salah satu anggota Tim Penguji utk sidang terbuka nanti. Sebelumnya saya memang sudah kenal dengan beliau, berhubung awal2 mulai S-3 di Delft saya ikut di kelompok penelitian yg dikepalainya (Design for Sustainability). Tapi sejak saya pindah fakultas, yaitu th 2001, kami sudah nggak pernah ketemu lagi – sampai hari Kamis itu. Setelah saya memaparkan inti disertasi saya, termasuk ttg supplementary material yg akan menyertai disertasi tsb (yaitu sebuah illustrated booklet, yg berfungsi sbg alat pengambil keputusand dalam sebuah forum diskusi), beliau bertanya, apakah booklet ini sudah diuji? Sebab itu yg akan saya tanya nanti. Nah lo.. harus gerak cepat, sebab jadual sudah mepet!

Di hari yg sama, siangnya saya janjian makan siang dengan Mel, anak Produk yg baru mulai program Master di IO semester ini (Mel terpaksa mengorbankan sebuah acara kumpul2 dengan anak2 master baru utk kencan makan siang ini.. hehe..). Langsung saya tanya Mel, bisa nggak ngumpulin temen2, minimal 5 orang, utk menguji fungsi booklet saya. Kebetulan dia tinggal di apartemen yg disediakan utk mahasiswa asing. Acara anak2 master memang penuh, apalagi ini minggu2 pertama mereka di Delft – tapi akhirnya kita janjian, dan terkonfirmasi: Sabtu pagi, di apartemen Mel, sekalian sarapan (sebab Sabtu siangnya anak2 master itu ada acara lagi: sightseeing diteruskan dengan barbeque),

Jumat malemnya di rumah saya siapin sarapan yg ‘mantap’, padat berisi, tapi praktis dan gampang disiapin utk dibawa ke Delft besoknya. Sabtu 9 September, saya berangkat dari Amsterdam pukul setengah delapan pagi, lalu dari stasiun Delft naik tram ke Roland Holstlaan (sebenernya jalan juga bisa, tp ngejar waktu). Sebelum ngebel si Mel, saya mampir dulu di Albert Heijn seberang apartemen Roland, beli apple pie dan jus jeruk.


Sampai atas memang belum jam sembilan, jadi sambil nunggu yg lain, saya siapin dulu sarapannya: chicken fajitas. Tinggal menghangatkan campuran daging (yg sudah disiapkan matang di Amsterdam), lalu meraciknya di dalam lembaran2 tortilla dengan salad, keju dan sour cream. Yang pertama kali datang adalah Edwin, adiknya Elisa, kepada siapa cerita ini dijanjikan (bisa diteruskan ke mamamu, El :D - tapi sori fotonya pada butut, habis hasil scan dari foto cetak). Edwin ketauan paling tertib dan rajin, sebab yg lain2 pada telat. Mungkin juga karena mereka malemnya baru pesta2 (lagi2 acara penyambutan master), jadi sulit bangun pagi. Setelah itu datanglah Sigit dan Andrew (yg merelakan waktunya utk diskusi ini, padahal sebenernya pengen main bola), disusul Santi dan, meskipun hanya mampir sebentar, Tigor (yg terus pamitan di pertengahan diskusi, krn mau main bola – dengan Andrew juga, yg udah siap2 berkostum bola).



All in all, acara diskusinya berlangsung lumayan produktif. Ceritanya, anak2 ini berperan sebagai warga kampung-kota yg rumahnya akan mengalami perbaikan. Melalui booklet ini, mereka bisa memilih standar rumah yg mereka inginkan nanti. Sigit yg masternya di Urbanism ceritanya jadi si kepala kampung yg memimpin jalannya diskusi, sisanya terserah mau berperan jadi apa (ibu PKK, ketua karang taruna, carik, apa pun bebas). Dari sini banyak sekali masukan buat saya utk memperbaiki si booklet, baik gambar maupun isinya (guys, bentuk booklet-nya sekarang beda banget dengan yg pertama kali itu lho). Mel si nona rumah juga sangat aktif; tanpa dia sesi diskusinya nggak akan seseru ini. Edwin dan Santi yg berpengalaman menangani permukiman di Aceh pasca Tsunami juga memberi masukan yg sangat baik. Enak memang diskusi dengan anak2 kritis yg pemikirannya segar2, setelah otakku rada2 stagnasi karena melulu mikirin riset sendiri. TERIMA KASIH ya teman2 di Delft!



Sore2 sekembalinya ke rumah, saya langsung bikin perbaikan dan melengkapi booklet itu, utk dipakai keesokan harinya. Iya, hari Minggunya ada diskusi serupa dengan anak2 di Amsterdam. Sayang pemberitahuanku mepet banget, jadi yg menyanggupi datang hanya tiga orang. Sinta baru ingat ternyata dia ada janji lain, sedangkan Laura sakit, jadi tinggal Dika, Bulan dan Tanti. Kali ini setting-nya makan siang, saya bikin martabak telur mini dan tortilla isi tuna dan keju leleh. Tanti dan Bulan datang berbarengan, sekitar jam satu siang. Dika agak terlambat sebab dia harus kerja dulu sampai jam dua-an, tapi nggak apa2 sebab diskusinya toh masih berlangsung.



Berhubung acaranya dilakukan di rumah, jadi tentu saja ada penggembira: si Lindri yg jupen banget (Dhanu sih asik main game Lego di komputer). Jadi kita ngobrol sambil disodori mainan2 sama Lindri. Diskusi kali ini juga sangat2 membantu, terutama karena Tanti waktu magang di Jakarta kosnya di Kampung Banjarsari, salah satu permukiman yg saya jadikan contoh di dalam disertasi, Dika dan Bulan yg fasih akan fenomena2 permukiman di daerah asalnya. Lagi2 saya dapet masukan2 yg bagus dan bisa jadi bahan menyempurnakan booklet tsb. TERIMA KASIH ya! Acara diskusi ini bikin saya tambah pengen segera aktif ngajar lagi, sebab terasa banget serunya kumpul2 produktif begini :)