Monday, March 31, 2008

Jalan Sendiri (Narliswandi Piliang)

Cuplikan artikel ini saya ambil dari milis Masyarakat Komik Indonesia
Foto adalah hasil jepretan Chica di acara peluncuran Curhat Tita
=========================================================

PUKUL 19.00 di toko buku Aksara di kawasan Kemang Raya itu. Bagian depan toko buku ini dominan kaca. Sehingga rak buku yang di tata dengan desaian post modern itu tampak asri. Konstruksi bangunan baja. Lantai dasar semen biasa, dan lantai dua kayu. Jika Anda membutuhkan buku-buku, terutama desain, baik grafis dan arkitek, Aksara memang tempatnya.
 
Masuk dari bagian depan, di sebelah kiri sudah disulap sebagai ruang pertemuan. Malam itu banyak hadir kalangan komikus. Beberapa wajah yang saya kenal datang kemudian, di antaranya Wahyu, dari milis Masyarakat Komik Indonesia (MKI). Juga ada Beng Rahardian, komikus.
 
Di Jumat malam itu, sejarah komik Indonesia mencatat satu lagi hal baru. Tita Larasati, doktor lulusan Universitas Teknologi Delft, Belanda 2007, meluncurkan bukunya bertajuk Curhat Tita, a graphic diary. Covernya sosok wanita, goresan tangan Tita, perumpamaan karakternya sendiri sedang melambaikan tangan kiri, menoleh ke kiri.
 
Sebagai komik, dia unik. Keunikannya adalah merupakan goresan tangan Tita, yang dibuatnya di sela-sela kegiatan rutinnya sehari-hari, sebagai seorang ibu, sebagai wanita bekerja. Semua goresan tangan itu terdokumentasikan. Ketika masih di Belanda dulu, goresan gambar itu ia ibaratkan surat yang berisi kabar keberadaannya. Gambar itu lalu ia fax ke ayahnya di Bandung. Di saat internet berkembang, gambar dikirim via email, gambar-gambar itu kemudian menghiasi pula blog Tita.
 
Gambar keseharian, melakukann senam dengan anak-anak. Juga ia goreskan bagaimana keluarga mereka setelah pulang kembali ke Bandung - - Tita kini mengajar di jurusan desain Institut Teknologi bandung - - anaknya mempertanyakan mengapa kulitnya masih putih juga, padahal sehari-hari panas, di saat mereka menunggu angkot untuk mengantar anak sekolah.
 
Motulz, komikus Kapten bandung, yang turut mendampingi Tita dalam launching buku malam itu, tak menduga gambar-gambar Tita menjadi sebuah komik yang hebat. Ia mengenal Tita dulu di Bandung, hanyalah sosok yang sering melihat-lihat saja kegiatan para komunikus Bandung berkarya.

Tetapi kemudian justeru Tita yang menjadi komikus. Di buku Motulz berkomentar, “ Menarik! Salah satu catatan harian yang seharusnya dipublikasikan, selain gambarnya bagus, ceritanya pun ringan. Saya nggak habis piker kalau Tita masih punya waktu untuk mebuat komik ini di saat menjadi ibu dua anak dan menjadi dosen.”
 
Melalui Tita pula, Mutolz dan kawan-kawan komikus Bandung, mendapatkan akses berpameran di Belanda. Dari berpameran komik di luar sana, Motulz mengaku dapat berkenalan dengan komikus besar dunia.
 
“Garis lugu mengungkap situasi dengan gembira dan nakal, itulah yang asyik dalam buku harian Tita,” komentar Priyanto, Kartunis majalah TEMPO.
 
Sedangkan kolomnis Yasraf Amir Piliang, bertutur, “Dengan mengajak kita ‘membaca’ dunia keseharian, Curhat Tita menjadikan dunia itu lebih dekat, akrab dan bermakna, yang didalam abad informasi kini justeru semakin berjarak dari kita, baik secara fisik maupun psikis. Kita diajak untuk ‘merebut’ kembali dunia harian yang “nyata’ itu yang nyaris tergilas oleh hiruuk pikuk dunia urban, nyinyir media massa dan banalitas dunia hiburan. Kini kita perlu merasakan kembali nikmatnya memasak, bermain di lapangan, senam pagi, menggambar, bersepeda, mereparasi perabot, di dalam dunia yang dipenuhi oleh segala bentuk artifisialitas dan banalitas.”
 
Kepada undangan, selain memberikan sebuah buku gratis, Tita mengemas sebuah t-shirt dalam paper bag, yang unik bergrafis sosoknya, hitam putih. Saya beruntung dapat berbincang ringan dengan sosok muda Rony, dari CV Curhat Anak Bangsa, penerbit buku Tita.

Ia memasarkan buku ini melalui distributor yang telah memiliki jalur ke toko buku Gramedia, dengan memberikan rabat hingga 50%. “Agar bukunya bisa terdistribusikan Mas,” ujarnya.
 
Sebuah upaya, sebuah karya, sebuah jalan yang terus diperjuangkan oleh anak-anak kreatif negeri ini, yang justeru mendapatkan apsresiasi oleh negeri lain,  oleh bangsa lain.
 
Sebuah jalan, yang memang dicuekin oleh pemerintah negeri ini. Jalan dalam arti harfiah saja, bahkan di Kemang pula, dibiarkan saja berlubang, tanpa mereka malu duduk sebagai pemimpin di atas sana.
 
Jika saja trias politika bangsa ini berkesadaran, saya sudah sejak lama mengajak Bank Indonesia bahkan, untuk mendukung industri intangible asset tumbuh menjadi salah satu penghasil devisa. Komik salah satunya.
 
Tetapi harapan tinggal harapan. Antara asset, antara kesempatan, antara peluang, seakan dunia terpisah yang seakan harus berjalan sendiri-sendiri.
 
Di lain sisi industri yang tangible di negeri ini saja belum tumbuh, apalagi industri intangible. Lahan pertanian padi, kedelai, yang jelas-jelas pasarnya nyata, belum tumbuh signifikan. Dalam kedaan demikian, untuk terus berkarya menjadi jawaban.
 
Itulah kiranya jawaban jalan sendiri yang disodorkan Tita Larasati.

Sunday, March 30, 2008

A Tribute to Janang




http://janangkita.multiply.com/

"Curhat Tita" di Surabaya

Bagi yang berdomisili di Surabaya,
bisa mendapatkan "Curhat Tita" di:


Toko Buku Ongbing
Tunjungan Plaza 1 lantai LG
Surabaya

031-6010-2638
081-652-3857


Free Pins for Online Orders!

(click on image to enlarge)

One pin for each copy is available for free if you order Curhat Tita online. Please state which pin you choose with your copy when you send an order to esduren at Multiply. Extra pins can be purchased and are priced at IDR 5,000,- each.


Purchasing Online:

1. Please send a private message to esduren at Multiply, containing your name and postal address, and the code number
(see the above image) of the pin you'd like to have with your book.
One free pin for each book, so you'll get 2 pins for 2 books, 10 pins for 10 books, and so on.

2. Book: IDR 25,000,-
(extra) pin: IDR 5,000,-
Postal fee IDR 5,000,- (to all over Java, except to Surabaya: IDR 6,000,-)

3. Transfer the total amount to one of these accounts:
 
130-00-0526220-2
Bank Mandiri
cab. Asia Afrika Utara, Bandung
a.n. Rony amdani
Jl. Eceng 2, Bandung

0028649704
BNI 
cab. ITB Bandung
SWIFT code: BNINI DJAITB
a.n. Dwinita Larasati
Jl. Cihaur 24, Bandung 40135

4. Send the proof of payment
by fax to (022) 7319981 attn. Rony Amdani OR by email to titalarasati@gmail.com  

Saturday, March 29, 2008

Launch

Friday, March 28th, 2008

14.00 Leaving Bandung with Rony and the Curhat Anak Bangsa (CAB) team.

16.00 Arriving in Jakarta, entering Fatmawati area from Cipulir Highway.

18.00 Finally entering Kemang area; arriving at ak.’sa.ra bookstore. We walked deep into the shop, to where talk shows are usually held. It turned out that a new location was being prepared: right at the front entrance, a square space walled by glasses on its three sides – covered with white curtains – the fourth side directly faces the shop. Passersby can surely peek what’s going on inside this semi-transparent cube, as well as people who destine both the bookstore and Casa Café upstairs, whose staircase is adjacent to the cube.
The shop personnel were still working on some details of the cube: lighting, curtains, space lay out and all. The CAB team proceeded with its task: folding up 'goodie bags', filling them each with four postcards, a T-shirt, a book and a pin, and arranging posters and merchandise on tables. After making sure that my MacBook and the provided projector work, I and Rony went up to Casa to check our reserved space.

18.45 Lulu and her mother came, along with Akademi Samali team. They, too, just found out about this new space. Olin – our moderator for the night – and her son Amor arrived. Things started to get in shape: a screen on its place, seats in place, merchandise table at the ‘entrance’. Stocks and stuff were stored underneath the red tablecloth, guest lists spread, posters stuck on columns and walls.

19.00 The room started to fill in. A cousin, her parents and her daughters came, what joy! Met Sheila again, this time in her first-trimester pregnancy state. Got interviewed by a reporter who turned out to be a fellow FSRD alumnus. Met more people during the talk, then got cut by Rony who asked me to go upstairs for more interviews.

19.30-ish The cube was getting full of people, the program was about to start. We took our seat at the front part of the cube: a side that might as well be a part of the sidewalk at the other side of the glass wall.
Olin introduced me and Motulz to the audience. Afterwards, things seemed to go so fast for me. Let’s run things down:
-    I presented a slide show about my motivations and reasons to draw daily stories
-    I sat down again, and it was Motulz’ turn to talk about what he knows about me and my drawings
-    A session for questions and answers
-    I presented another slide show, about ‘graphic diary’ done by other people, that are also published, abroad. Only a few among similar innumerable graphic diaries that exist in this world, I’m sure.
-    Another Q&A session
-    Closing of the book launch and starting of signing session

(losing my track of time)

My father was there, also my sister, my brother and his wife. Lots of friends come. People I know were visible from afar and near. All of whom I would love to approach and have a chat with.

(maybe) 21.30?
The line started to subside and it diminished at a point. I was asked to immediately go upstairs again for more interviews. Back to our reserved sofas, I began to realize that I haven’t had the chance to drink at all, while talking too much.
A waiter brought a glass of lemon squash to our table so I told him I want one of that, too. “Oh, this is for you”, he said. Miracle happens, after all.

22.00 (again, it might be well after 22.00)
All task done for the night, I thought. I moved from the CAB table to another: one that was still occupied by my sister, her best buddies, and a cousin who took pictures of the whole evening. (Photos of this entry are her shots). We proceeded with our chat, gossip, laugh and many other things until it was time to leave.

(approaching) 24.00 Dropped off home, entered the house, washed up a bit and didn’t remember too many things afterwards.

All in all, that was an extraordinary evening – at least for me. I can never cease feeling grateful to everyone who has been involved in the event, and more! Thank you, all! 


Links to photo albums of that event:
http://chicaluna.multiply.com/photos/album/359/Launching_Curhat_Tita
http://mayahadi.multiply.com/photos/album/111/Launching_Curhat_Tita.._Mar_28_2008
http://akademisamali.multiply.com/photos/album/43/Klabkomik_Curhat_Tita
http://dezig.multiply.com/photos/album/362/Launching_Curhat_Tita

Tuesday, March 25, 2008

Klabkomik Aksara Launching Komik Curhatnya TITA

Klabkomik Aksara kali iini menghadirkan seorang komikus perempuan dalam acara Graphic diary dan Curhat Tita yakni Launching komik curhatnya Tita
Bersama komikusnya (Tita) dan Motulz, sutradara iklan dan pembuat komik Kapten Bandung

Host: Olin Monteiro
TB Aksara, Jl. Kemang Raya 8B, Jakarta
Jumat, 28 Maret 2008, pk. 19.00 - selesai

--------------------------------------------

Graphic Diary, pengantar

Kebiasaan mencatatkan kejadian sehari-hari, atau menuangkan pemikiran-pemikiran pribadi, tentunya tidak asing lagi bagi siapa pun. Bentuknya pun bermacam-macam, dari tulisan di buku harian, hingga obrolan rahasia dengan teman terdekat, maupun berupa sketsa dan gambar pada lembaran-lembaran kertas.
Pencatatan atau penyampaian pemikiran pribadi ini sering disebut juga sebagai 'pencurahan isi hati', atau - dalam bahasa gaulnya - 'curhat'. Demikianlah buku Curhat Tita ini berasal: berawal dari coret-coret yang dimulai pada tahun 1995, yang menceritakan pengalaman harian untuk dikirimkan pada keluarga ketika sedang tinggal jauh dari tanah air, gambar-gambar Tita ini pun dikumpulkan dan diperbanyak menjadi 'komik' pendek yang dapat dinikmati oleh keluarga dan teman-teman di tanah air. Seiring dengan berjalannya waktu, hingga kini telah
terkumpul sebanyak lebih dari 100 lembar kertas A4 + lebih dari 7 buku sketsa berukuran A5 yang memuat gambar-gambarnya, yang lalu diseleksi dan diterbitkan dalam Curhat Tita.

Cerita bergambar (cergam) yang terbit sebagai buku dengan tema graphic diary, atau catatan harian berupa gambar, belum banyak dikenal di Indonesia. Curhat Tita bahkan dapat dianggap sebagai graphic diary pertama yang diterbitkan di Indonesia. Berbeda dengan di luar negeri, cergam dengan tema serupa dalam berbagai gaya, format dan fokus cerita, dapat dengan mudah ditemukan di toko-toko buku. Dari berbagai contoh yang telah ada ini, terlihat bahwa cergam jenis ini ternyata bukan sekedar menceritakan pengalaman atau ekspresi seorang individu, namun juga dapat merepresentasikan latar belakang, kebiasaan dan budaya di mana orang tersebut berada. Akan sangat menarik untuk dapat melihat berbagai ekspresi serupa di Indonesia, yang tentunya tidak kalah bervariasi dibandingkan dengan karya-karya dari luar Indonesia. Oleh sebab itu, terbitnya Curhat Tita diharapkan dapat memicu perkembangan cergam dengan tema serupa di Indonesia, sehingga meramaikan ragam cergam karya insan kreatif Indonesia.

------------------------------------------------------

Profil Tita

Tita lahir dan dibesarkan di Jakarta. Ia pindah ke Bandung pada tahun 1991 untuk kuliah di desain produk ITB. Pada awal 1998, ia pergi ke Belanda untuk melanjutkan studi. Setelah mendapatkan gelar doktor dari Universitas Teknologi Delft, di awal 2007, ia kembali ke Indonesia.
Selama tinggal di Belanda, kegemarannya pada komik membuatnya terlibat dalam berbagai acara, antara lain pameran dan workshop Madjoe! di Stripdagen Haarlem (2002) dan Royal Ethnology Museum (Leiden, 2002), pameran Homesick di galeri De Schone Kunsten (Haarlem, 2004), dan partisipasi di 24 Hour Comics Day di Lambiek (Amsterdam, 2006). Di Indonesia, karya-karyanya ikut dalam pameran Fellow Indonesian Comic Artists di Erasmus Huis (Jakarta, 2005) dan Karta Pustaka (Yogyakarta, 2005), pameran DI:Y di Taman Ismail Marzuki (Jakarta, 2007), dan pameran tunggal Curhat Tita di SPACE59 (Bandung, 2007).

Karya-karyanya telah dipublikasikan dalam berbagai antologi: 40075km Comics oleh l'Employe du Moi (Brussels, 2007), 24 Hour Comics Day Highlights 2006 oleh About Comics (USA, 2007), 24 Hour Comics Day Amsterdam oleh Lambiek (Amsterdam,
2007) dan Jogja 5,9SR by Aruskata (Jakarta, 2007). Situs yang memuat gambar-gambarnya dinominasikan dalam kategori Komik Cyber Terbaik untuk Anugerah Kosasih pada tahun 2007.
Saat ini Tita tinggal di Bandung dengan suami dan kedua anaknya, dan bekerja sebagai staf pengajar dan peneliti di Program Studi Desain Produk ITB. Gambar-gambar hariannya dapat dilihat di situs pribadinya, http://esduren.multiply.com.

-------------------------------------------------------------

Much more than just drawings and some captions, Tita's
work is a cultural perspective presented superbly entertaining
-- Andrea Hirata, author of Laskar Pelangi

(Tita's) work is wonderful! In an authentic way of drawing, she tells in a
couple of pages her daily things. Whether it is about her family, her study, or
a concert of English ska-band Madness in Amsterdam, Tita would make a short
spontaneously impression. And really fast! I always wondered why she didn't have
a publication in Holland, a shame!
-- Peter van Dongen, creator of Rampokan Java and Rampokan Celebes

Tita's charming and always engaging cartoons live in a region of the world of
the comic strip that has not yet been taken over by the neurotics.
- Eddie Campbell - artist of From Hell, The Fate of the Artist

Tita Larasati has the rare ability to put her life on the page and
end up with a page that has a lot of life.
- Nat Gertler - publisher of About Comics and founder of 24 Hour Comics Day

Garis lugu mengungkap situasi dengan gembira dan nakal, itulah yang asyik
dalam buku harian Tita.
- Priyanto S.- Kartunis majalah Tempo

Menarik! Salah satu catatan harian yang seharusnya dipublikasikan,
selain gambarnya bagus ceritanya pun ringan. Saya gak habis pikir
kalau Tita masih punya waktu untuk membuat komik ini di saat menjadi
ibu dua anak dan menjadi dosen
- Motulz -, komikus dan sutradara

Diary yang mencatat romantika, tragedi maupun komedi dunia harian itu sendiri,
yang diungkapkan dengan cara komunikatif, estetis dan mungkin juga etis. Komik
kini dapat menjadi sarana 'estetisasi' atau 'semiotisasi dunia harian', dengan
menjadikannya sebagai rangkaian tanda-tanda (signs), sehingga menjadikan
pengalaman keseharian menjadi sebuah bentuk signifikasi, yang melaluinya kita
dapat merefleksikan kehidupan dunia empiris sehari-hari secara lebih bermakna.
Selamat membaca! Selamat berkelana di dunia nyata!
- Yasraf Amir Piliang -

Wednesday, March 19, 2008

Here We Are!

At the symposium venue (Sanur Beach Hotel) in Sanur ('duh), Bali, taken during the event using the PhotoBooth program of my MacBook.

We'll be back tomorrow evening. See you soon!

Sunday, March 16, 2008

Coming Soon: "Curhat Tita"

Available:
Starting March 25th, 2008

Launching:
Friday, March 28th, 2008
19:00
TB Aksara Jl. Kemang Raya 8B, Jakarta

Purchasing Online:
1. Please send a private message to esduren at Multiply
2. Price: IDR 25,000,- + postal fee IDR 5,000,- (to all over Java, except to Surabaya: IDR 6,000,-)
3. Transfer the amount to one of these accounts:
 
130-00-0526220-2
Bank Mandiri
cab. Asia Afrika Utara, Bandung
a.n. Rony amdani
Jl. Eceng 2, Bandung

0028649704
BNI 
cab. ITB Bandung
SWIFT code: BNINI DJAITB
a.n. Dwinita Larasati
Jl. Cihaur 24, Bandung 40135

4. Send the proof of payment by email to titalarasati@gmail.com OR by fax to (022) 7319981 attn. Rony Amdani
5. The first ten orders will get original sketches and signatures!

Tagging Along

I am used to tagging along my mother, ever since I was a little girl, whenever she goes for a job and has an extra room for me. She used to take me to her lectures when I was very young; all I can remember vaguely is a picture of me sitting in front of a classroom, drawing quietly until the class dismissed.

I was still a student at ITB when my mother asked me to accompany her for a job at Pulau Seribu (a cluster of islands at the Northern part of Jakarta). It didn't take me long to decide: sun and sea are my friends! She had to supervise the planting of mooring buoys (where vessels can anchor during stops, without damaging the coral reefs). So what I did mostly was jumping into the water whenever her boat stopped to plant the buoys and climbing back when it's time to move to the next spot. Quite pleasant!

I already graduated from ITB (I think) and functioned as an assistant lecturer when she asked me to go with her to Manado (North Sulawesi) for a conference. It didn't take me long to decide, either, because - at that time - I never set foot on that part of Indonesia. She attended the conference, while I went around by myself: sight-seeing, making friends, snorkelling, white-water rafting and even camping with my newfound friends. That was another fond memory.
    
It turns out that the habit of tagging along doesn't stop. Tomorrow we'll go together again, this time for a symposium in Bali. The theme of the event interests me, too, so it's less like 'tagging along' and more like 'attending together', but anyhow, it's me free-loading in her hotel room with an extra bed, as usual. I hope I can easily find (free) WiFi spots, so I can still get email and Internet updates. Otherwise, see you in a few days! 

Saturday, March 15, 2008

Health Check




In case you're wondering, I didn't do this health check voluntarily. This is a phase I had to do subsequent to the training camp for civil servant (candidates). It is a tedious procedure, as you can see in the drawings below...

Our children are finally (officially) Indonesians!

At an appointed time, I went to the Immigration Office yesterday. I went upstairs and directly into the back room, where KITAS are cancelled and nationality documents are issued. "Later, two o'clock", Bu D said, "I'm still typing the documents". So I sat at the waiting room, spending my time drawing in my sketchbook until Bu D appeared and called me. "Please follow me to Bu I's room". This is where I went first to apply for our kids' KITAS cancellation.  

I was asked to check two documents for each child: one is a piece of A4-sized paper, which has to be submitted at the airport the first time the child goes abroad; another one is a square piece of paper that has to be kept until the child reach 18 years of age, when s/he has to choose her/his nationality. All names, status and birthdates are correct and I could go without any hassle.

Happy, happy.

Now I just have to go to the Civil Office and the Police to report the status of our children: that they are also Indonesians and don't have to renew any KITAS anymore. Oh, and also to that blasted Department of Justice and Human Rights agan, to acquire a correct documentation for Lindri. No celebration until all these are done...

Dhanu's "Temple of Doom"

"I watched Indiana Jones movie and I like it!", Dhanu reported to me after watching The Temple of Doom, and he made drawings of his favorite scenes. This are his own words:
- The aeroplane at the left is when the woman couldn't control the plane but operated the machine gun just like that!
- Next is when Indiana was in a pit with cobras.
- This is when the boy said, "Great! There's Dr. Jones!" while he was driving this truck but it went to all directions!
- Next is when Indiana tried to free himself from the chain on his ankles, doing CLANG! CLANG! CLANG!
- The last one is when everyone fell off the bridge, hanging on to it while trying to climb
- And the biggest one below is the coolest: that's the big truck with tents and there's the jeep!
He closed his story by saying, "Ibu, I want to make a pistol and a whip and I want to have a round brown hat. I want to be Indiana Jones!"

Boy, will he be delighted when he finds out that we have two more Indiana Jones movies that he can get crazy about pretty soon...

Tuesday, March 11, 2008

Nyabut KITAS

Setelah mengambil SK Menteri untuk dwi-WN anak-anak, siangnya saya berangkat ke Kantor Imigrasi (KanIm) untuk mengurus pencabutan KITAS mereka dan meminta affidavit pada paspor mereka, yang menyatakan bahwa anak2 ini warga Belanda sekaligus Indonesia. 

Hujan lebat! Pakai payung juga percuma, apalagi kalau harus naik-turun angkot: bagian lutut ke bawah pasti akan basah juga. Mana jalanan aspal pun jadi sungai dadakan di sisi2nya, gara2 air got yang meluap ke jalan dan mengalir deras berikut sampah2nya. Tapi lumayan lah, pas sampai di KanIm hujan sudah mereda. Masuk gedung, naik lantai satu, langsung diarahkan untuk ketemuan dengan Bu I utk urusan pencabutan KITAS. Bu I yang memperhatikan tanggal di SK anak2, bahwa selesainya 2 Januari 2008.
I: Kapan diberitahu SKnya siap diambil?
T: Baru kemarin.
I: Ini tanggalnya sudah Januari, padahal...
T: Ya, nggak tau..

Selanjutnya, Bu I memberi tahu syarat2 untuk pencabutan KITAS, yang kebanyakan harus saya fotokopi dulu (untung sudah siap2, bawa semua berkas!). Ini nih:
1. Formulir no. 27, isi, lalu fotokopi 2x
2. Paspor dan KITAS asli, dan fotokopinya masing2
3. Fotokopi akte lahir anak dan surat pelaporannya
4. Fotokopi paspor ayah dan KTP ibu
5. Fotokopi akte nikah orang tua dan surat pelaporannya
6. Fotokopi SK Menteri ttg dwi-WN anak

Setelah ngantri lumayan lama di satu-satunya kios fotokopi di KanIm yang hanya punya satu mesin fotokopi, saya kembali ke lantai atas. Susun berkas di masing2 map, lalu kembali ke Bu I. Dicek kelengkapannya. Lalu saya disuruh kembali hari Kamis siang untuk mengambil affidavit dan menyelesaikan urusan pencabutan KITAS.

Sejauh ini urusan di KanIm lancar. Nantikan lanjutannya Kamis besok ini...

"Di sini aturannya gitu, Bu..."

Saga berlanjut.

Aplikasi dwi-WN anak2 masuk 1 Oktober 2007, normalnya awal Januari 2008 sudah keluar. Tapi seperti yang sudah kita ketahui bersama, ketika saya cek di pertengahan Februari 2008, kabarnya belum juga 'turun dari Jakarta' (lihat episode sebelumnya: "Ke henpon saya aja, Bu"). Saya jengah utk ngontak orang nggak kenal di henponnya untuk urusan kerja, jadi sudah rencana kalau luang akan mampir sendiri saja ke Kantor HukHAM. Eeh.. ternyata, kemaren ada sms masuk:

Bu sk wni telah selesai.
Sender: +628122092625
Message centre: +6281100000
Sent: 10-Mar-2008 09:58:58

Saya balas: ok besok sy ke sana. trm ksh.
 
On to the next game...

Tadi pagi saya ambil angkot Panghegar-Dipati Ukur utk pergi ke kantor itu, tapi terus salah turun! Baru pombensin Martadinata udah turun, padahal seharusnya turun setelah IBCC! Mau naik lagi nanggung, ya udah jalan aja.. padahal lumayan panas. Akhirnya sampai juga: Jl. Jakarta No. 27.


Duduk di ruang tunggu, atur napas, seka2 keringet, minum... Terus ngeluarin folder tebel yg isinya berkas2 urusan imigrasi Syb dan anak2, siapin tanda pengambilan SK, lapor ke loket. Kata petugasnya, "Langsung saja, Bu, ke dalam, Pak BM atau Pak AF". Aha, Pak AF sudah ada lagi rupanya. Terakhir ke sana, kan Pak BM mengeluhkan bahwa dia harus kerja sendiri, sebab bosnya (AF) sedang tidak di tempat.

Masuk, duduk di meja depan Pak AF yg sedang nanda2in setumpuk berkas di depannya pakai spidol ijo. Nunggu sambil minum air lagi.
AF (masih sambil kerja): Kok keliatannya capek?
T: Salah turun tadi. Jalan kemari dari perempatan Martadinata-Laswi.
AF: Nanggung ya mau naik lagi?
T: Iya...

Sama2 nunggu sampai semua berkas selesai dispidol. Sementara itu BM mondar-mandir di cubicle sebelah. Setelah selesai, AF ngambil SK utk anak2 dari BM, lalu BM rada2 ikut gabung, berdiri di sebelah meja.
AF: Ini periksa dulu, terutama nama dan keterangan, apakah sudah benar.
BM: Tanggal lahir juga.

SK anak2 itu tertanggalnya 2 Januari 2008, lho! Jadi semestinya sudah bisa berada di tangan saya sejak berbulan-bulan lalu, kan? Masa ngirim dokumen dari Jakarta ke Bandung aja sampe dua bulan? Saya periksa isinya, ternyata nama Lindri salah eja sampai 3x dan tanggal lahirnya juga salah. Tapi yang punya Dhanu sudah benar semua. Jadi gimana ini?
BM: Bawa aja Bu, cabut dulu KITASnya di Imigrasi, lalu bawa kemari lagi SK ini, kita ganti.
T: Di Imigrasinya nggak apa2, ini?

BM: Kan yang dikasih cuma fotokopiannya, yang penting KITAS dicabut dulu. Soalnya nanti SK yg udah dikoreksi bisa lama lagi nunggunya dari sini, nanti keburu masa ijin tinggalnya habis. Jadi nanti setelah ngurus di sana, ke sini lagi bawa SKnya untuk dikoreksi.
 
AF menyetujui usulan BM itu. Saya lalu diminta mengisi kolom nama anak, nama penerima dan mendanda-tangani tanda terima SK.

AF: Bu, sudah membayar biaya apa saja?
T (sambil nunjuk ke kuitansi2 asli): Beli map, aplikasi 500rb untuk tiap anak, dan biaya legalisir.
AF: Oh. Sudah diberitahu mengenai prosedur pengambilan SK?
T: (Nah mulai deh..) Belum.
AF: Bawa amplop nggak Bu?
T: (Mulai alergi denger "amplop") Nggak.
AF: Ada biaya administrasi pengambilan.
T: Ha? Nggak, saya nggak tau. Emangnya berapa?
AF (sambil nyuruh orang ngambil amplop): 500rb per anak
T: Lho, banyak amat?
AF: Di sini aturannya gitu, Bu...
T: Saya nggak siap, nggak bawa2 uang sebanyak itu.
AF (sambil nyodorin amplop panjang warna coklat): Ya udah nggak apa2, nanti aja kalo balik bawa SK utk diperbaiki. Di amplop ini tulis nama anak2, Bu, terus langsung aja dihekter ke formulir ini. Nanti akan langsung disetor ke pusat, bukan buat kita. Nanti kita yang dikira macem-macem, lagi.
T: Oh, gitu? ("Pusat" perlu apa lagi ya?)

Setelah melanjutkan basa-basi, saya beranjak pamit dengan membawa SK, amplop kosong, dan formulir tanda terima. Menuju Kantor Imigrasi. Sekarang pertanyaannya, apa bener ada biaya administrasi pengambilan SK? Dan apakah memang jumlahnya segitu? Adakah sumber referensi di mana aturan itu tertera secara resmi?

Terus, last but not least: mereka yang salah (ketik), kok jadi gue yang capek bolak-balik ke sana dan harus nunggu lagi?! Hhhhh...

*warning: contains explicit language*

Monday, March 10, 2008

Generasi Baru Cergam: Era Futuristik

UNDANGAN TALKSHOW - PAMERAN - BAZAAR - LAUNCHING CERGAM

“Generasi Baru Cergam: Era Futuristik”

STDI, Jln. Wastu Kencana 52, Bandung
23 Maret 2008
Penyelenggara: Komunitas Cergam Bandung Manyala


Fiksi ilmiah telah lama menjadi salah satu genre yang populer pada film dan sastra. Di Eropa, cergam fiksi ilmiah bahkan telah lama mendampingi keduanya, bahkan Paul Gravett (teoritisi cergam) mengatakan ada simbiosis mutualis yang kuat antara cergam, fiksi dan sains. Ketiganya saling menginspirasi, merangsang perkembangan menuju ke arah yang tidak terbayangkan sebelumnya.  Karena itu, fiksi ilmiah merupakan sebuah genre yang sangat tepat untuk dituangkan ke dalam medium cergam. Imajinasi, fantasi sekaligus pencapaian teknologi utopis dapat ditampilkan tanpa batas pada cergam, bahkan lebih baik daripada apa yang dapat film lakukan. Seperti yang dikatakan kritikus cergam AS “...even a multi million dollar movie canot credibly show Superman juggling stars.” Di Indonesia, sepanjang sejarah cergamnya belum pernah muncul genre fiksi ilmiah. Beberapa yang muncul di Indonesia pra 1990 misalnya Batas Firdaus oleh Taguan Hardjo. Cergamis lain seperti Man, Taguh, dan Haryono pernah membuat cergam bergenre fiksi ilmiah untuk beberapa majalah. Jan Mintaraga bahkan pernah mengadaptasi novel karya Isaac Asimov di majalah HAI. Namun, genre ini tidak pernah menjadi sebesar genre action, komedi atau roman dalam sejarah cergam.
Belakangan ini terlihat ada sebuah gelombang baru pada kecenderungan tema pada cergam (cergam Indonesia), yaitu pengaplikasian tema-tema bernuansa fiksi ilmiah (sci-fi). Kemungkinan ini adalah gejala dari kemajuan teknologi yang semakin mengalami massifikasi; sehingga kesadaran akan kekuatan teknologi menginspirasikan imajinasi para cergamis Indonesia. Sebelumnya, cergam Windrider (Windrider Studio-2005), Chiarosquro (Ekyu-2006), dan Mayana (Dedefox-2007) juga telah ikut dalam gelombang awal cergam fiksi ilmiah ini. Dengan terbitnya 3 buah cergam bergenre fiksi ilmiah, yaitu: Deviant (M Productions), Knight Of Apocalypse (Windrider Studio), dan Dark Venus (Eric Wiguna & Tribe Studio) sejak 2007 lalu, era fiksi ilmiah telah sampai pada cergam kita.
Dalam ketiga cergam tersebut, jika dispesifikkan lagi terdapat kesamaan setting yang mereka gunakan, yaitu setting futuristik (masa depan). Ini menjadi menarik ketika kita kontekskan pada tema lain yang tak kalah menariknya, yaitu masa depan cergam. Dari penggunaan setting futuristik inilah mungkin dapat kita ekstrak sebuah pelajaran mengenai arah cergam di masa depan. Masa depan seperti apakah yang diimajinasikan oleh para cergamis ini, dan masa depan seperti apakah yang akan mereka bentuk melalui karyanya pada cergam Indonesia?
Dalam rangka mengangkat kembali cergam negeri ini amat dirasa perlu oleh kami untuk terus memasyarakatkan dan membiasakan para seniman cergam kita untuk selalu tanggap pada berbagai perkembangan terbaru cergam Indonesia. Beberapa pembicara yang hadir dalam acara ini, adalah seniman-seniman kreatif dari industri cergam untuk memberikan pandangan dan pengalaman mereka untuk memperkaya wawasan kita mengenai datangnya gelombang baru fiksi ilmiah pada cergam Indonesia.


BENTUK KEGIATAN

1.    Talkshow “The New Generation Of Cergam: Futuristic Era”

Bentuk kegiatan    : Talkshow & Diskusi  
Waktu kegiatan     : 23 Maret 2008
                              13.00-17.00
Moderator        : Ali Muakhir
                              Devia Wahyu
Materi            : Genre fiksi ilmiah dalam penulisan kreatif
Pembicara          - Bambang Sugiharto (budayawan)
                          - Rieza F Muliawan (pengamat cergam)
                          - Seno H. Marjadi (pengamat budaya)
                          - Marico Kurniawan (cergamis "Deviant", "Love Crash")
                          - Is Yuniarto & John G. Reindhart (cergamis "Windrider",           "KOA")
                          - Eric Wiguna (cergamis "Dark Venus")
 
2.    Pameran “Artwork & Futuristic Design Concept” Cergam

Bentuk kegiatan    : Pameran
Waktu kegiatan      : 24 Desember 2008
                              13.00 – 19.00 
Sasaran peserta    : Praktisi dan pengamat cergam, umum

Memamerkan karya-karya sketsa konseptual dari desain komik bertema fiksi-ilmiah sebagai bentuk penyadaran akan pentingnya sebuah rencana yang holistik dari proses produksi komik.


3.    Bazaar Buku & Cergam

Bentuk kegiatan    : Penjualan buku dan komik   
Waktu kegiatan      : 23 Maret 2008
                                10.00 – 19.00 
Sasaran peserta    : Umum

Peserta bazaar buku:
Penerbit Mizan
Omuniuum Books
Lawang Buku
Tobucil
Planet Comic

Iklan ini berlaku pula  sebagai undangan bagi umum. Datang ya, semua untuk memajukan cergam kita! Salam cergam!


Contact person: Gide (081320547800) Fatah (0818232650)

Untuk poster kegiatan, bisa pula dilihat dilihat di http://gidigidi.multiply.com

Sunday, March 9, 2008

World TB Cup: Comic Book Competition

http://www.stoptb.org/figo/World_TB_Cup.html

THE PROJECT
The Stop TB Partnership is producing a 16-page educational comic book that will provide key information about tuberculosis. The comic book will feature Mr Figo as the main character and will target an audience of children and young adults. The objective is to reach these audiences through a reputable and appealing voice.

The educational comic book will be available in the six official UN languages (Arabic, Chinese, English, French, Russian, and Spanish) plus Portuguese for distribution around the world. Plans are that famous writers or other personalities will write the adaptations in these languages. The educational comic book will be distributed in collaboration with other United Nations organizations and partners.

The Competition — Rules
The Stop TB Partnership — with the support of the Partners listed below — is conducting an international competition to design images for the educational comic book on tuberculosis featuring Luis Figo.

  1. ELEGIBILITY
    The competition is open to anyone over the age of 18.

  2. STORYBOARD
    1. Participants are required to develop the design of a comic book on the basis of the script provided by the Stop TB Partnership
    2. The only captions admitted are those indicated in the script provided by the Stop TB Partnership

  3. FORMAT
    1. Entries must be originals and may be either in color or black and white. Suggested size of cartoon entries is A4 (210mm x 297mm) or A3 (297mm x 420mm)
    2. The drawings may also be digitally produced and submitted on a CD-ROM. Cartoon size has to be A4 or A3 format with a resolution of 300 dpi in TIFF-format.

  4. SUBMISSION
    1. Entrants must submit a minimum of 5 of the complete 16 panels on or before 10 April 2008 to be eligible for the competition. The winner will be selected on the basis of this initial entry. The deadline for submission of the full comic book is 10 May 2008.
    2. There are no charges for participating in the competition
    3. A completed official entry form available on this website and a curriculum vitae must accompany the submission.
    4. All entries must be clearly labeled with the artist’s name, address, telephone number and email address written on the reverse of each page of the work
    5. Entries submitted in any material or format different from those specified above will not be eligible for consideration
    6. Originals will not be returned
    7. Please send entries to:

      Stop TB Partnership Secretariat — World Health Organization
      Att.ne Vittorio Cammarota — WHO/STB/TBP
      20, Avenue Appia
      CH-1211 Geneva 27 — Switzerland

  5. JURY
    Comics experts from all over the world will select the winning entry. Members of the jury belong to research centres on comics, cartoon museums, and international organizations. The judges' decision is final.

  6. PRIZE
    The winning artist will be informed and awarded a prize consisting of the following:
    • US$ 5 000 cash prize
    • The publication of the educational comic book by the Stop TB Partnership for worldwide distribution
    • Exhibition of the winning entry at the following Festivals:
      • International Festival of Amadora, 24 October - 9 November 2008
      • Festival International de la Bande Dessinée 2009 (Angoulême)

    The amount of USD 5 000 will be paid to the winner upon receipt of the full comic book - 16 panels - in accordance with the script provided by the Stop TB Partnership.. Any submitted work may be used for exhibitions to be organized by the Stop TB Partnership to raise awareness about tuberculosis.

  7. AWARD CEREMONY
    The winner of the competition will be formally announced at the International Festival of Cartoon Stories “KomMissia” to be held in Moscow, Russian Federation, in April 2008.
    All entrants will be informed of the results of the competition by e-mail.

  8. PROPERTY RIGHTS
    By entering the competition, participants vest the copyright of their works to the World Health Organization and empower the Organization to make non commercial use of their entries to raise awareness of tuberculosis.

Saturday, March 8, 2008

Granted Wishes ...and Wishing for More!

Friday afternoon, hours after the appointed time, what I've been longing for finally landed in my hands: Chris Ware's Acme Novelty Date Book Vol. 2 and Lat's Town Boy (the one published by FirstSecond)! Many thanks to R, who carried those old-wishes of mine! The rest of the afternoon (that wasn't much) was spent with me drowning in those books. Reviews will definitely be written, as soon as I can allocate some blocks of my brain for them. In the mean time, I can say that I am content. ... Or am I?

Greediness taking over, I know I want more. I want 100 Bullets TPB #13. R showed me a Trondheim's Little Nothings: The Curse of the Umbrella that he purchased at the same time he got Ware's and Lat's books for me. I want that, too! I also want Three Shadows that will be published in April, 2008. Follow the links below in case you're wondering why these books distract me a lot.

Right, now back to work and please excuse my sudden outburst for comics. sigh... I guess I'm just missing the days of hanging aimlessly at Lambiek pretty much...


100 Bullets UK fan site: http://www.100bullets.sevenpennynightmare.co.uk/

Lat Town Boy excerpt: http://www.firstsecondbooks.com/townBoy.html
     
Three Shadows excerpt:
at FirstSecond http://www.firstsecondbooks.com/threeShadows.html 
at NYE http://nymag.com/daily/entertainment/2008/02/comics_shadows.html#more

Lewis Trondheim Nothing Diaries at FirstSecond: http://firstsecondbooks.typepad.com/mainblog/lewis_trondheim_guest_blogger/index.html

Monday, March 3, 2008

Happy 70th Birthday, Eyang Bapak!

Dear Eyang Bapak,

I didn't go to school today, Eyang, because Bapak said it's better for me to stay home and rest, because he said I coughed the whole night although I don't remember that. Lindri went to school with Ibu this morning, then Ibu went to her working place: a school for big people. I stayed home with Bapak, where I did some writing and math exercise and drawing.

Here's one for you, it's a present for your 70th birthday. 70 is a lot, Eyang!

My drawing is about a big colourful jeep called "Rainbow Jeep", with chain wheels that is Asa's favourite. The yellow vehicles below and above are its aids. The big robot at the left side is a friend, whose fingers can be extended to form a drilling head. The colourless things are enemies. Look, there's one under the ground that's an insect and there's another one nearby the jeep, in the tree. See the flying harpoon, Eyang? Follow the rope and you can see its storage.

I hope you like it and I wish to come over soon to celebrate your birthday and eat birthday cake with everyone!

Kisses from Bandung,
Dhanu

Sunday, March 2, 2008

Andrea Hirata, Lewis Carroll, The Naked Traveler

Apa hubungannya nama-nama di judul itu? Dalam satu kalimat, ringkasnya begini: Di sebuah acara ngobrol-ngobrol dengan Andrea Hirata, saya berhasil menebak judul buku karangan Lewis Carroll, sehingga berhak mendapatkan hadiah buku berjudul The Naked Traveler. Versi lebih panjangnya, adalah yang di bawah ini:

Lagi-lagi Laskar Pelangi
Mungkin untuk kesekian ratus kalinya Andrea diminta mengisi acara jumpa penulis sejak angka penjualan tetralogi Laskar Pelanginya melejit. Tapi bagi banyak orang, masih saja acara semacam ini merupakan pertama kalinya bagi mereka untuk mendapat kesempatan melihat langsung atau bertemu dengan Andrea. Bagi saya, ini kali kedua. Saya datang lagi karena kebetulan venue-nya dekat sekali dengan lokasi saya berkeliaran hari Kamis tgl 28 Feb itu: di Campus Center ITB. Sayang waktunya pas di jam saya mengajar, jadi saya hanya bisa datang sebelum acara dimulai, dan ketika acara sudah berjalan lama. Sesi tanya-jawab sedang berlangsung ketika saya memasuki auditorium CC yang terisi penuh sesak itu.
Pertanyaan-pertanyaan yang dilancarkan rata-rata serupa dengan yang pernah saya dengar. Saya saja bosan, gimana Andrea, ya? Tapi tetap saja dia bisa menjawab dengan sabar dan penuh senyum, tanpa menyebalkan siapa pun. Cara bicaranya pun jelas dan sistematis, tapi cukup memikat dengan selingan cerita ringan di sana-sini.

Apa yang Baru?
Mungkin bukan berita baru bagi orang lain, tapi baru bagi saya. Bahwa Andrea akan pulang ke Belitung, meninggalkan Bandung (dan most likely pekerjaannya di Telkom). Untuk menjalankan sebuah sekolah yang telah dirancangnya sedemikian rupa sehingga anak-anak lokal dapat belajar di sana dengan gratis, guru-gurunya adalah para relawan yang tidak digaji, yang bersedia menyediakan sekitar dua minggu untuk bekerja di sana. Pelajaran yang akan ditawarkan adalah ilmu-ilmu pasti: Matematika, Fisika, Biologi, Kimia. Sehingga saya gembira ketika salah seorang yang hadir (seorang mahasiswa Desain Produk ☺) bertanya, “Seberapa pentingnya, menurut Andrea, ketrampilan seperti yang dimiliki Mahar dalam Laskar Pelangi?” Jawaban Andrea ternyata sepakat dengan pendapat saya, seputar keseimbangan otak dan multiple intelligence. Memuaskan.

Hal-hal lain yang dibahas dan cukup membekas di benak saya adalah seputar “jiwa guru” (tidak setiap orang memilikinya), mengenai rumitnya wanita (makanya Maryamah Karpov nggak selesai-selesai), tentang kehebatan Lintang dalam memecahkan persoalan matematika tingkat tinggi (manusia unik!), konsep MLM intelektual (sebarkan ‘konsumtivisme’ terhadap ilmu, bukan harta benda), dan himbauan agar tidak membeli buku bajakan (yang jadi kaya itu bukan penulis atau penerbit, tapi toko!). Disinggung juga mengenai pembuatan film Laskar Pelangi oleh MiLes production, dengan sutradara Riri Riza. Ah, ini pernah saya bahas sedikit di GoodReads, jadi nggak perlu diulang di sini. Selama Andrea memegang keyakinan bahwa film berdasarkan novel yang sukses itu adalah yang isinya tidak sama dengan novelnya, saya mestinya juga percaya pada keoptimisannya.

Lewis Carroll
Salah satu pertanyaan, kalau nggak salah, mengenai pemahaman seseorang akan teori-teori kesusastraan untuk dapat menjadi penulis yang berhasil. Pihak penerbit yang juga menjadi pembicara langsung mengambil alih, dengan sebuah kuis, “Ada seorang bergelar PhD di bidang matematika, tapi mengarang novel yang sukses dengan nama samaran Lewis Carroll. Yang bisa menyebutkan judul novelnya, dapat hadiah buku!”. Wah, jelas banget ini! Langsung saya angkat tangan, “Alice: Through the Looking-Glass!” (fiuh.. untung ingat untuk tidak menyebut judul versi kartun Disney-nya, Alice in Wonderland). Maka saya berhak mendapatkan buku The Naked Traveler yang sebelumnya telah dikibar-kibarkan di podium. Ha, kebetulan, saya belum punya yang ini!   

The Naked Traveler
Saya memang pernah mampir ke blog Trinity dalam dua tahun belakangan ini, dan memang menikmati cerita-ceritanya. Ringkas, cukup berisi, namun dapat disampaikan dengan gaya yang ringan dan santai. Tapi ada peristiwa yang membuat saya berhenti membaca blog-nya. Saya menemukan salah satu ilustrasi pada entry-nya yang mirip sekali dengan Jimmy Corrigan-nya Chris Ware, tapi tanpa kredit di mana pun. Jadi wajar saya bertanya lewat kolom komentarnya, mengenai sumber dari ilustrasi tersebut. Pertanyaan saya tidak pernah mendapat tanggapan, namun ilustrasi tersebut telah diganti dengan yang lain. Sejak itu saya jadi malas bertandang kembali ke blog-nya.
 
Sekarang entries-nya sudah dibukukan. Dan rupanya buku ini cocok untuk menemani saya di perjalanan Bandung-Jakarta akhir pekan lalu. Gayanya masih tetap sama, dan memang di beberapa hal kelakuannya mirip dengan saya, tapi di banyak hal juga bertentangan. Anyway, sedikit-banyaknya, saya masih bisa relate to the stories. Oke, review komplitnya kapan-kapan aja deh.

Begitulah kira-kira ringkasnya acara hari Kamis tersebut. Mohon dimaklumi bila ada yang terlewat, karena Jumat pagi hingga Sabtu malam saya on the move terus di Jakarta, dan baru hari Minggu malam ini bisa menulis agak santai. Salut untuk Bang Andrea yang tetap membumi meskipun karyanya sudah melangit, juga untuk penyelenggara acara dan semua pihak yang memungkinkan kita menikmati karya-karya unik semacam tetralogi Laskar Pelangi ini! Applause! 

Paling atas: foto Pantai Punai dari http://www.belitungisland.com/

Drunken Monster #3: "Ketika main kucing-kucingan..."




Drunken Monster #2: "Tidak jadi dekan lagi karena..."




Saturday, March 1, 2008

Drunken Monster #1: "Saya hanya diam kalau..."




Fragmen dari acara launching Drunken Monster di Aksara Kemang, Jakarta, direkam oleh Tiyas. Setiap ketawa, kameranya ikut bergetar, jadi mohon maklum ya.

Coffee Club (Plaza Senayan)




Setelah acara peluncuran buku Kuliner (Jalansutra) di Menteng, saya dan Tiyas ketemuan di Kinokuniya Plaza Senayan. Berharap masih ada korting untuk graphic novel (ternyata tidak), atau sudah ada 100 Bullets yg terbaru (ternyata belum). Keluar dari Kinokuniya dengan tangan hampa, kita cari hotspot. Ternyata (katanya) cuma ada dI Coffee Club. Ya udah deh, daripada sama sekali nggak dapet apa2 dari mana2, mending duduk2 makan sambil browsing.

Ternyata Internet-nya nggak gratis: harus beli voucher CBN. Ya udah nggapapa, beli yg 30ribuan aja (utk 2 jam). Sambil ngeteh2 dan snacking (berat.. hehe). A bit on the expensive side, though. Carrot cake-nya enak di gigitan dan kecapan pertama, tapi teksturnya belakangan agak aneh di rongga mulut. Icing-nya okelah. Chicken cordon bleu balls-nya lumayan, tp mestinya bisa lebih tasty lagi di bagian crunch-nya. Dip-nya seperti mustard tapi manis. Tehnya enak!

1 Carrot cake 22,5K
1 Chicken cordon bleu balls 27K
1 Peach garden 27,5K
1 Red Berry 27,5K

Coffee Club
Level I No. 1 Plaza Senayan
Jl. Asia Afrika No. 8 Jakarta 10720
T/F: +62 (21) 573 0910